Padang, (ANTARA) - Praktisi hukum Bambang Widjojanto mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai politisasi bantuan sosial COVID-19 oleh petahana yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada pilkada serentak 2020.
"Hampir sebagian besar petahana yang akan maju di pemilihan kepala daerah serentak 2020 memanfaatkan pandemi COVID-19 sebagai sarana membangun citra," kata dia di Padang, Jumat.
Ia menyampaikan hal itu sebagai pembicara pada webinar dengan tema Strategi Praktis Menghadapi Pilkada: Persiapan, Pelaksanaan dan Sengketa digelar oleh Kantor Hukum Miko Kamal & Associates.
Menurut dia mengacu data Bawaslu dari 270 kepala daerah yang ada, sebanyak 200 orang atau tiga per empat akan maju lagi di pilkada 2020 dan hampir sebagian besar memanfaatkan pandemi ini.
Mantan komisioner KPK tersebut melihat sebagian tim sukses calon kepala daerah sudah mulai bergerak saat dan iIni yang perlu diwaspadai jangan sampai bansos COVID-19 dipolitisasi oleh petahana untuk pilkada.
Menurutnya dalam penyebaran bansos tidak boleh mencantumkan nama kepala daerah dan harus disebutkan bantuan tersebut berasal dari pemerintah.
Oleh sebab itu ia melihat pandemi COVID-19 menguntungkan calon petahana karena bisa memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadi dan bagi non petahana kondisi ini agak berat karena memulai sosialisasi terlambat.
Ia mengingatkan semua pihak untuk ikut bersama-sama memastikan bansos tidak disalahgunakan untuk kepentingan pilkada.
"Harus hati-hati jangan sampai salah langkah karena ketika ada bansos itu bisa dipolitisasi dan juga ada politik kepentingan di sana," ujarnya.
Selain itu ia juga mengingatkan salah satu celah yang juga mesti diwaspadai adalah terkait mutasi jabatan oleh petahana.
Dalam aturan sudah jelas ditetapkan enam bulan sebelum pilkada kepala daerah dilarang melakukan murasi pejabat, kalau pilkada 9 Desember 2020 artinya sejak 23 Maret tidak boleh lagi ada mutasi, ujarnya.
Ia juga semua kandidat agar berhati-hati dalam pelaksanaan kampanye pilkada 2020 karena sedang berada di masa pandemi.
"Karena belum ada aturan soal kampanye saat ini, tentu saja kandidat akan kesulitan melaksanakan kampanye terbuka, solusinya adalah menggunakan media sosial," ujarnya.
Namun persoalannya adalah kesalahan dalam penggunaan media sosial bisa dituntut dengan UU ITE dan UU ini potensial menjatuhkan siapa saja.
"Ada banyak orang tidak paham dengan UU ITE termasuk tim sukses jika tak mampu serta tidak piawai siap-siap terseret masalah hukum," katanya lagi.