Padang (ANTARA) - Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (UNP) Rifdarmon M PdT mengatakan bahan bakar dengan RON 88 seperti premium hanya cocok untuk mobil tahun rendah dengan kompresi 9,7 kilogram per centimeter persegi.
“Mobil tahun tinggi memiliki kompresi lebih tinggi yakni 10 hingga 11 kilogram per centimeter persegi sehingga diperlukan bahan bakar dengan RON yang lebih baik yakni RON 90 pertalite atau RON 92 pertamax,” kata dia di Padang, Kamis.
Ia mencontohkan mobil yang berkompresi rendah seperti kijang super, kijang lama dan lainnya. Sementara itu untuk mobil Electronic Fuel Injection (EFI) disarankan mengonsumsi bahan bakar dengan RON 90 atau RON 92.
Ia menjelaskan apabila bahan bakar dengan RON 88 diberikan kepada mobil yang memiliki kompresi tinggi akan menyebabkan terjadinya “knocking” pada mesin kendaraan.
Knocking, lanjutnya adalah letupan pembakaran di ruang pembakaran yang ada di dalam mesin. Seharusnya bahan bakar terbakar saat api yang berasal dari busi datang secara bersamaan lalu terjadi pembakaran.
Sementara jika bahan bakar RON lebih rendah dari dari kompresi kendaraan akan terjadi self ignation yang menyebabkan bahan bakar akan terlambat datang sementara busi sudah mengeluarkan.
“Hal ini tentu tidak diinginkan dan lebih bagusnya mobil keluaran terbaru sebaiknya menggunakan bahan bakar dengan RON yang lebih tinggi,” kata dia.
Menurut dia bahan bakar premium ini dulu namanya adalah bensin dengan oktan RON 88, namun pada 2013 bensin itu berubah nama menjadi premium karena ada zat aditif yang ditambahkan yakni timbal.
Hasilnya oktan premium ini naik menjadi RON 90 sementara saat itu Pertamax tetap dengan RON 92.
Setelah itu karena timbal berbahaya, bahan bakar premium tanpa timbal sehingga RON nya kembali jadi 88 dan muncul pertalite yang menggunakan zat aditif yang mampu menghasilkan RON 90.
“Selai itu RON 90 tentu akan lebih irit dari RON 88 karena zat yang dapat terbakar lebih sempurna,” kata dia.