Jakarta, (ANTARA) - Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah mengkaji ulang rencana penerbitan instruksi presiden tentang sanksi bagi para penunggak iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Kalau diancam dengan sanksi, saya khawatir tidak efektif. Masyarakat bisa saja merasa tidak nyaman," kata Saleh melalui pesan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Saleh mengatakan daripada memberikan sanksi kepada penunggak iuran, lebih baik BPJS Kesehatan diberi kesempatan lebih dahulu untuk meningkatkan kolektibilitas iuran melalui jaringan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Apalagi, sejak 2016, BPJS Kesehatan telah memiliki kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang siap membantu melaksanakan tugas tersebut.
"Leih baik persoalan tunggakan iuran diselesaikan dengan pendekatan partisipatoris dan persuasif," tuturnya.
Saleh menilai sanksi yang diwacanakan pemerintah; yaitu tidak bisa mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB), surat izin mengemudia (SIM), sertifikat tanah, paspor dan surat tanda nomor kendaraan (STNK); tidak akan efektif dan berdampak.
Menurut Saleh, sanksi-sanksi tersebut tidak bersifat segera, tidak mengikat, serta hanya jangka pendek. Padahal, iuran BPJS Kesehatan perlu dibayar setiap bulan.
"Kalau pakai sanksi itu, orang tidak akan khawatir karena IMB, SIM, STNK, paspor, dan sertifikat tanah tidak selalu dibutuhkan. Paspor misalnya, hanya diperlukan ketika ada seseorang yang ingin ke luar negeri," katanya
Saleh mengatakan paspor hanya diperlukan oleh orang yang sering bepergian ke luar negeri. Bila ada yang menunggak, tentu tidak bisa hanya menunggu dia membuat paspor atau menunggu habis masa berlakunya.
"Begitu juga dengan surat-surat lainnya. Untuk apa membuat sanksi yang sejak awal sudah diperkirakan tidak efektif. Apa tifak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut," katanya. (*)