Jakarta, (ANTARA) - Menyelami peran ibu dari anak sindrom down di "Down Swan" dalam waktu terbatas membuat Putri Ayudya belajar jadi aktris "siap saji".
Tanpa banyak waktu untuk persiapan, Putri mengerahkan segala yang dia bisa untuk beradu akting dengan Ariyo Wahab dan aktris cilik Arina Dhisya di film drama keluarga menyentuh itu.
"Kupikir ini salah satu cara belajar. Karena waktunya pendek, tidak ada pilihan jadi ya kerjain saja. Ini salah satu langkah belajar jadi aktor 'siap saji'," ujar Putri dalam kunjungan ke Antara, Jakarta, Jumat (10/5).
Putri menjawab tantangan itu dengan mendayagunakan semua pengalamannya di dunia seni peran agar bisa mudah keluar-masuk ke dalam sebuah karakter.
Pemilik nama panjang Annisa Putri Ayudya itu terlebih dulu terjun ke dunia teater, kemudian menjajal pengalaman di layar lebar. Film panjang pertamanya adalah "Guru Bangsa: Tjokroaminoto" garapan Garin Nugroho yang tayang pada 2015.
Dia juga pernah membintangi film dokumenter, film bertema bencana "Bangkit!", drama komedi "Kenapa Harus Bule?" hingga horor berjudul "Kafir: Bersekutu dengan Setan".
Tugasnya sebagai ibu di "Down Swan" dipermudah dengan cairnya interaksi dengan Ariyo dan Dhisya, pemeran suami dan anaknya. Keakraban mereka di balik kamera membuat ketiganya bisa lebih gampang menampilkan sosok keluarga yang nyata di layar lebar.
Meski belum berkeluarga, Putri bisa dengan mudah membangun chemistry dengan Dhisya sebagai ibu dan anak.
Dituturkan Putri, aktris cilik itu langsung membuka diri dan tanpa waktu lama langsung dekat dengannya. Di sisi lain, kedekatan ini jadi tantangan karena apa yang diperlihatkan di depan kamera jauh berbeda.
"Padahal pas syuting karakterku distant (renggang) dengan anaknya," katanya, menunjuk Dhisya yang sedang merangkulnya selama wawancara.
Bekerja sama dengan Ariyo Wahab, kata Putri, juga merupakan pengalaman syuting menyenangkan. Ketiganya sering bersenda gurau di lokasi pengambilan gambar, tapi masing-masing bisa menjaga mood pada saat-saat diperlukan.
Ketika waktunya adegan serius, canda tawa diredam, memberinya kesempatan untuk menyelami perasaan ibu yang sulit menerima keadaan putrinya.
"Antara action dan cut, kami berusaha memberikan seasli mungkin yang kita rasakan," ujar dia.
"Akting yang paling sulit adalah (akting) wajar. Yang dituntut dalam film ini adalah berakting wajar," demikian tutur Putri. (*)