539 personel polisi kawal pelaksanaan 'balimau' di Padang

id Polisi,upacara balimau padang, polresta padang

539 personel polisi  kawal pelaksanaan 'balimau' di Padang

Kapolresta Padang Kombes Pol Yulmar Try Himawan (ANTARA SUMBAR/ Mario Sofia Nasution)

Padang, (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Kota Padang, Sumatera Barat mengerahkan sebanyak 539 personel untuk mengawal pelaksanaan tradisi ‘balimau’ atau mandi menyucikan diri di sungai menjelang masuknya bulan Ramadhan di daerah tersebut.

“Kita mengimbau masyarakat yang menjalankan tradisi ini untuk berhati-hati dan menjaga ketertiban sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik,” kata Kapolresta Padang Kombes Pol Yulmar Try Himawan di Padang, Minggu.

Dirinya juga mengimbau kepada masyarakat yang mandi di sungai hanya sampai pukul 18.00 WIB untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan seperti hanyut terbawa arus sungai, tenggelam dan lainnya

Ia mengatakan ada beberapa lokasi yang kerap dijadikan lokasi ‘balimau’ di kota berpenduduk sekitar 900 ribu orang tersebut, mulai dari aliran sungai di Lubuk Minturun, Bungus, Parak Karakah serta Pantai Padang, Pantai Air Manis dan lainnya

“Kita menempatkan petugas di lokasi tersebut yang bertugas untuk mengurai kemacetan, mengamankan lokasi dari aksi kejahatan. Selain itu petugas kepolisian akan dibantu oleh TNI, Basarnas, Dishub Kota Padang, BPBD Kota Padang, Senkom Mitra Polri, dan ormas lainnya,” kata dia.

Terkait kondisi Kota Padang yang mengalami hujan sejak Minggu siang, dirinya menilai hujan tentu akan menghambat akses masyarakat ke lokasi ‘balimau’ dan mengurangi jumlah masyarakat yang melakukan tradisi tersebut namun hal itu tidak berdampak terhadap pengaman yang dilakukan petugas kepolisian.

“Hujan atau tidak, kita akan melakukan pengamanan untuk mengantisipasi terjadinya kejahatan di lokasi-lokasi tersebut,” kata dia.

Sebelumnya Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno meminta agar tradisi ‘balimau’ jangan dikaitkan dengan agama karena akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.

“Kalau dikaitkan dengan agama tentu tradisi ini akan menimbulkan keresahan karena dibilang dekat dengan tradisi Hindu yang menyucikan diri di Sungai Gangga, sementara mayoritas masyarakat di Sumbar adalah Muslim,” kata dia.

Ia mengimbau tradisi ‘Balimau’ ini sebaiknya diambil dari sisi budaya dan kebiasaan yang dilakukan masyarakat Sumbar dalam menyambut bulan puasa setiap tahunnya.

Sebenarnya tidak ada yang salah jika tradisi ini dipandang dari sudut kebiasaan, namun yang jadi masalah adalah mandi bercampurnya laki-laki dengan perempuan di lokasi tersebut sehingga rentan terhadap perilaku maksiat.

“Mandi campur ditambah adanya buka-bukaan ketika mandi ini yang menuju arah maksiat. Hal ini tentu tidak dapat diterima,” kata dia.