Jumlah penderita HIV/Aids Kepri memprihatinkan, terbanyak di Batam
Tanjungpinang (ANTARA) - Angka penderita HIV/Aids di Provinsi Kepulauan Riau sangat memprihatinkan berdasarkan hasil survei Dinas Kesehatan setempat.
"Dari jumlah homoseksual, waria dan PSK yang kami periksa kesehatannya, masyarakat dapat menilai apakah ini bencana atau tidak. Mengerikan!" kata Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa.
Berdasarkan hasil survei kesehatan yang dilakukan petugas terhadap 250 orang pria yang menyukai sesama jenis, 23 orang di antaranya positif HIV Aids. Penderita HIV Aids itu seluruhnya berada di Batam.
Sememtara dari 400 orang pekerja seks komersial (PSK), 5 di antaranya positif HIV Aids. Para PSK yang terjangkit HIV Aids juga berdomisili di Batam.
"Sebanyak 53 orang waria yang diperiksa kesehatannya, 3 di antaranya terjangkit HIV Aids. Tiga kasus HIV Aids waria terjadi di Tanjungpinang," ujarnya.
Tjetjep menjelaskan jumlah penderita HIV Aids yang didata Dinkes Kepri bukan angka yang akurat, karena lebih banyak pelaku homo seksual, waria dan PSK yang tidak ingin diperiksa kesehatannya. Mereka kemungkinan takut diperiksa, dan tidak siap mengetahui penyakit yang dideritanya setelah melakukan hubungan seks bebas dan menyimpang.
"Kami tidak memiliki kapasitas untuk memeriksanya," katanya.
Tjetjep mengemukakan jumlah penderita HIV Aids bisa jauh lebih banyak dari temuan petugas kesehatan di Kepri. Penularan virus mematikan itu akan terus terjadi sepanjang masih ada anggota masyarakat dan para penderita HIV Aids berprilaku seks bebas dan menyimpang.
"Ini yang kita sebut dengan fenomena gunung es. Dari jumlah yang terdata sedikit tetap fakta sebenarnya dapat menjadi sangat banyak," ucapnya.
Tjetjep sendiri merasa harus membeberkan permasalahan serius penularan HIV Aids ini untuk mencegah penularan secara massif. Ia menilai perubahan prilaku seks harus dilakukan agar tidak terjangkit penyakit yang belum ada obatnya tersebut.
"Kami berharap seluruh organisasi kemasyarakatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama-sama mencegah agar HIV Aids tidak menular lagi," katanya.
Menurut dia, penularan HIV Aids melalui jarum suntik sampai sekarang belum ditemukan Dinkes Kepri. Namun bukan berarti tidak ada, karena pengguna narkoba cenderung tertutup.
"Kami berharap ada kajian khusus terhadap persoalan ini, yang melibatkan tim ahli," katanya.
Tjetjep mengatakan penyakit HIV Aids sampai sekarang belum ada obatnya. Lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas hanya memiliki obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
"Gairah seks penderita HIV Aids itu sama seperti manusia normal. Karena itu, harus diwaspadai," jelasnya.(*)
"Dari jumlah homoseksual, waria dan PSK yang kami periksa kesehatannya, masyarakat dapat menilai apakah ini bencana atau tidak. Mengerikan!" kata Kepala Dinas Kesehatan Kepri Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Selasa.
Berdasarkan hasil survei kesehatan yang dilakukan petugas terhadap 250 orang pria yang menyukai sesama jenis, 23 orang di antaranya positif HIV Aids. Penderita HIV Aids itu seluruhnya berada di Batam.
Sememtara dari 400 orang pekerja seks komersial (PSK), 5 di antaranya positif HIV Aids. Para PSK yang terjangkit HIV Aids juga berdomisili di Batam.
"Sebanyak 53 orang waria yang diperiksa kesehatannya, 3 di antaranya terjangkit HIV Aids. Tiga kasus HIV Aids waria terjadi di Tanjungpinang," ujarnya.
Tjetjep menjelaskan jumlah penderita HIV Aids yang didata Dinkes Kepri bukan angka yang akurat, karena lebih banyak pelaku homo seksual, waria dan PSK yang tidak ingin diperiksa kesehatannya. Mereka kemungkinan takut diperiksa, dan tidak siap mengetahui penyakit yang dideritanya setelah melakukan hubungan seks bebas dan menyimpang.
"Kami tidak memiliki kapasitas untuk memeriksanya," katanya.
Tjetjep mengemukakan jumlah penderita HIV Aids bisa jauh lebih banyak dari temuan petugas kesehatan di Kepri. Penularan virus mematikan itu akan terus terjadi sepanjang masih ada anggota masyarakat dan para penderita HIV Aids berprilaku seks bebas dan menyimpang.
"Ini yang kita sebut dengan fenomena gunung es. Dari jumlah yang terdata sedikit tetap fakta sebenarnya dapat menjadi sangat banyak," ucapnya.
Tjetjep sendiri merasa harus membeberkan permasalahan serius penularan HIV Aids ini untuk mencegah penularan secara massif. Ia menilai perubahan prilaku seks harus dilakukan agar tidak terjangkit penyakit yang belum ada obatnya tersebut.
"Kami berharap seluruh organisasi kemasyarakatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama-sama mencegah agar HIV Aids tidak menular lagi," katanya.
Menurut dia, penularan HIV Aids melalui jarum suntik sampai sekarang belum ditemukan Dinkes Kepri. Namun bukan berarti tidak ada, karena pengguna narkoba cenderung tertutup.
"Kami berharap ada kajian khusus terhadap persoalan ini, yang melibatkan tim ahli," katanya.
Tjetjep mengatakan penyakit HIV Aids sampai sekarang belum ada obatnya. Lembaga kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas hanya memiliki obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
"Gairah seks penderita HIV Aids itu sama seperti manusia normal. Karena itu, harus diwaspadai," jelasnya.(*)