Miris, selama Januari 13 pekerja migran asal NTT meninggal dunia

id Pekerja Migran Indonesia,pekerja migran indonesia meninggal,PMI asal NTT

Miris, selama Januari 13 pekerja migran asal NTT meninggal dunia

Ilustrasi - Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dideportasi Pemerintah Malaysia berbaris saat tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar, Kamis (25/10/2018). Terhitung dari Januari hingga Oktober 2018, Pemerintah Malaysia telah mendeportasi 1.904 PMI melalui PLBN Entikong Kalbar karena tidak memiliki passpor dan ijin kerja legal. ANTARA FOTO/Agus Alfian/jhw/ama.

Kupang, (Antaranews Sumbar) - Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia mencatat, selama Januari 2019, sudah 13 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang meninggal dunia.

"Sampai hari ini, jumlah Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang pulang dalam kondisi meninggal ke NTT sudah menjadi 13 jenazah," kata Direktur

Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa kepada Antara melalui pesan WhatsApp, Senin terkait PMI asal NTT.

Menurut dia, hal penting yang harus dilakukan adalah Pemerintah Provinsi NTT perlu segera melakukan pendataan terhadap seluruh PMI asal NTT yang bekerja di luar negeri, baik yang berangkat secara prosedural maupun non prosedural.

Pendataan ini penting dilakukan, untuk mengetahui jumlah PMI yang berada di luar negeri.

"Data ini penting agar bisa dicarikan solusi secara bersama-sama, termasuk membangun komunikasi dengan pemerintah negara tempat PMI bekerja untuk memberikan perlindungan kepada PMI kita," katanya.

Kedua, Pemerintah dan DPRD NTT perlu segera memanggil Kapolda, Kajati, Ketua Pengadilan Tingi beserta semua Kapolres, Kajari dan Ketua PN se-NTT untuk membahas tentang penegakkan hukum.

Artinya, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan jangan sampai ada "kongkalikong" dengan pelaku perdagangan orang dan aktor intelektualis TPPO, katanya.

Langkah ketiga adalah, pemerintah harus mengoptimalkan layanan terpadu satu atap (LTSA) di Tambolaka, Sumba Barat Daya, di Kupang dan di Maumere.

Ke-empat, melibatkan lembaga-lembaga agama, lembaga pendidikan, vokasi dan perusahaan-perusahan untuk membangun BLK dan melatih secara serius SDM NTT yang memiliki keterampilan khusus, termasuk mampu berbahasa Inggris, Mandarin, Korea, Jepang dan bahasa-bahasa negara-negara yang menjadi tujuan PMI asal NTT.

Ia mengatakan hanya dengan upaya-upaya ini, bisa meminimalisir kasus perdagangan orang, sekaligus menghindari jatuhnya korban jiwa lebih banyak, kata Gabriel. (*)