Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Sejumlah penambang batubara di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) berharap pemerintah bisa menyesuaikan nilai pembelian Harga Batubara Acuan (HBA) pada PLTU Sijantang.
"Pasca diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), harga pembelian masih berdasarkan kesepakatan penambangan dengan pihak PLTU Sijantang karena mereka tidak bisa membeli batubara sesuai harga yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp1,2 juta per ton," kata salah seorang penambang setempat, Jhonni Reflita di Sawahlunto, Senin.
Akibatnya, pemberlakuan regulasi tersebut dinilai belum memberi keuntungan terhadap pertumbuhan usaha pertambangan batubara di kota itu, meskipun telah memberi kepastian nilai tambah terhadap penerimaan negara dari sektor minerba.
Penambang lainnya, Deri Asta menjelaskan ketika pihaknya menawarkan harga lebih rendah dari HBA sebesar Rp800 ribu per ton demi memenangkan persaingan dengan pemasok batubara dari luar daerah, mereka justru diwajibkan untuk menyetujui harga sesuai standar tersebut.
"Namun jika penetapan harga mengacu pada keputusan pemerintah, pihak PLTU pun menolak karena tidak mampu membeli dengan harga tersebut jika tarif dasar listrik tidak dinaikkan," ungkapnya.
Sementara, lanjutnya pihak penambang harus membayar beban royalti sesuai harga yang ditetapkan pemerintah sehingga seringkali mereka harus mengalami kerugian akibat ketidaksesuaian antara penetapan harga versi pemerintah dengan daya beli pihak manajemen PLTU tersebut.
Terkait adanya aturan perubahan tentang jangka waktu permohonan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usah pertambangan khusus (IUPK) paling cepat 5 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha, menurutnya hal itu patut diapresiasi.
"Perubahan tersebut diyakini dapat memicu iklim usaha menjadi semakin produktif dan tertata serta meringankan beban kinerja manajemen perusahaan dalam menyiapkan seluruh dokumen yang dibutuhkan," katanya.
Dengan demikian, terangnya penambang lokal akan lebih memiliki daya saing serta mampu memenuhi seluruh kewajibannya baik terhadap pekerja maupun kepada pemerintah dalam bentuk pembayaran royalti dan pajak perusahaan karena telah memperoleh kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ia mengatakankan saat ini jumlah pasokan hasil produksi penambang lokal hanya mampu memenuhi sebesar 50 persen kebutuhan batubara pembangkit listrik tersebut sebanyak 70 ribu ton perbulan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menegaskan bahwa penerbitan PP Nomor 1 Tahun 2017 tidak dimaksudkan untuk menghalangi dunia usaha, tapi justru memberikan kepastian hukum dan berusaha bagi perusahaan pertambangan.
"Berangkat dari cita-cita amanat Pasal 33 UUD 1945 di mana kekayaan alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, telah keluar Peraturan Presiden juga dan dua Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral," katanya saat pertemuan dengan sejumlah redaktur di Jakarta, Sabtu. (*)
Berita Terkait
Pelabuhan Carocok Painan Dilirik Investor, Prospek Cerah Sebagai Pusat Pengapalan Batu Bara
Rabu, 11 Desember 2024 19:33 Wib
Indonesia peringkat tiga penghasil batu bara dunia
Jumat, 8 November 2024 15:12 Wib
WTBOS diuji coba dalam Modul (P5) SMA 1 Sumbar Padang Panjang
Selasa, 5 November 2024 12:42 Wib
Menambah bara di luka Australia, misi tak mudah timnas Indonesia
Selasa, 10 September 2024 14:01 Wib
Pemkab Pasaman Barat salurkan 17.122 ton pupuk bersubsidi ke kelompok tani
Senin, 26 Agustus 2024 16:26 Wib
Nilai ekspor batu bara turun
Selasa, 16 Juli 2024 13:45 Wib
Nilai ekspor batu bara turun
Kamis, 20 Juni 2024 14:49 Wib
Polres-DPP Pasaman Barat tinjau pasar ternak Simpang Tiga
Jumat, 14 Juni 2024 16:00 Wib