Pengenaan Cukai Minuman Soda Beratkan Rakyat Miskin
Jakarta, (Antara) - Wacana pengenaan cukai terhadap minuman ringan bersoda dan berkarbonasi akan berimbas paling besar pada rakyat miskin, kata Ketua Tim Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI) Fakultas Ekonomi Eugenia Mardanugraha.
"Rumah tangga yang paling miskin yang paling sulit mempertahankan minuman berkarbonasi jika harganya naik," kata Eugenia di Jakarta, Senin.
Hal tersebut karena minuman berkarbonasi tidak hanya dikonsumsi kalangan menengah dan atas, tetapi juga kalangan ekonomi lemah.
"Minuman berkarbonasi tidak hanya diminum oleh yang berpenghasilan tinggi tapi juga mereka yang berpenghasilan rendah," katanya.
Pihaknya menjelaskan pengenaan tarif cukai pada minuman bersoda dan berkarbonasi akan mengakibatkan kenaikan harga pada produk tersebut.
Dengan kenaikan harga Rp3 ribu atau sekitar 37,8 persen akan mengurangi permintaan 64,9 persen karena minuman tersebut tergolong produk elastis, di mana bila terjadi kenaikan harga pada level tertentu maka penurunan permintaan akan lebih tinggi daripada kenaikan harga produk.
Untuk itu menurut dia, bila pemerintah mengejar pendapatan dari cukai minuman berkarbonasi, harus juga dilihat berbagai aspek secara komprehensif, tidak hanya dari segi penerimaan cukainya saja.
Riset LPEM-FEUI memperkirakan dalam waktu satu tahun, bila kebijakan pengenaan cukai Rp3 ribu diterapkan akan berakibat pemerintah mendapatkan penerimaan tambahan sebesar Rp590 miliar dari cukai minuman ringan berkarbonasi.
Namun di sisi lain, penerimaan dari PPN akan berkurang hingga Rp562,7 miliar dan penerimaan dari pajak perusahaan akan menurun hingga Rp736,1 miliar.
Selain itu pemerintah juga akan menanggung beban biaya pungutan pajak sebesar Rp74,7 miliar. Sebagai akibatnya pemerintah akan menanggung kerugian sebesar Rp783,4 miliar. (*/sun)