Belanja Daerah Kota Sawahlunto Berkurang 7,02 Persen

id Ali Yusuf

Sawahlunto, (Antara Sumbar) - Belanja Daerah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar), pada APBD Perubahan 2016 mengalami penurunan sebesar 7,02 persen dari nilai APBD 2016 sebelum perubahan sebesar Rp709 miliar lebih.

"Pengurangan itu terjadi karena imbas dari adanya pemotongan dan pembatalan kucuran dana alokasi khusus(DAK) dari pemerintah pusat dan harus di rasionalisasi untuk memaksimalkan kinerja keuangan daerah," kata Wali Kota setempat, Ali Yusuf, di Sawahlunto, Kamis.

Menurutnya, pengurangan dengan total keseluruhan berjumlah sekitar Rp49 miliar nilai terbesar terjadi pada postur anggaran belanja langsung sebesar Rp42 miliar lebih dari jumlah yang sudah disepakati sebelumnya dengan pihak DPRD setempat pada APBD sebelum perubahan, yakni sebesar Rp406 miliar lebih.

Nilai pengurangan terbesar dialami oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Sawahlunto sebesar Rp32 miliar lebih dengan pertimbangan utama karena ada beberapa kegiatan pembangunan infrastruktur yang dibatalkan pelaksanaannya serta anggaran kegiatan-kegiatan yang diyakini tidak akan mampu diserap maksimal hingga tutup tahun.

"Dengan demikian komposisi belanja modal pada APBD-Perubahan 2016 adalah sebesar 23,09 persen, belanja urusan wajib bidang pendidikan sebesar 21,49 persen dan urusan wajib bidang kesehatan sebesar 10,83 persen," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Sawahlunto, Hasjoni SY mengatakan dari pendapat akhir fraksi terhadap APBD-Perubahan yang disampaikan pada rapat paripurna, pada Rabu (12/10), seluruhnya menyatakan dapat memahami dan menyetujui untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah.

"Namun ada beberapa catatan strategis terkait kinerja pelaksanaan APBD tersebut, seperti adanya pengurangan dana perimbangan non fisik sebesar Rp15,09 miliar lebih serta realisasi penerimaan daerah yang masih rendah," jelasnya.

Menurutnya, salah satu poin tentang penerimaan daerah yang paling menonjol disoroti adalah tidak terealisasinya dana royalti sumber daya alam sebesar Rp6,64 miliar karena tidak lagi terdaftar sebagai daerah penghasil batubara.

Sebagian fraksi menilai, lanjutnya, hal ini merupakan bentuk kelalaian pihak pemerintah kota itu karena mineral batubara merupakan potensi unggulan sejak ditemukan oleh ahli dari Belanda pada 1888 masehi.

"DPRD menyarankan hal-hal yang keliru seperti ini bisa ditelusuri kembali agar pendapatan bagi hasil bukan pajak dari sektor royalti batubara bisa terealisasi dengan baik," kata dia.

Berdasarkan pantauan, DPRD Kota Sawahlunto telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD Perubahan 2016 Kota Sawahlunto, Rabu (12/10) kemarin. (*)