Willy Sebastian Lim Disebut Bayari Biaya Hotel Petinggi Pertamina

id Willy Sebastian Lim, Bayari, Hotel, Petinggi, Pertamina

Jakarta, (Antara) - Direktur PT Soegih Interjaya (PT SI) Willy Sebastian Lim disebut membayari biaya hotel Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Suroso Atmomartoyo di Inggris sebagai bagian komisi.

"Terdakwa membayarkan biaya perjalanan Suroso Atmomartoyo ke London dan David P Turner membayarkan fasilitas menginap untuk Suroso di hotel May Fair Radisson Ewardian untuk 23-26 April 2005 sejumlah 749,66 poundsterling serta fasilitas menginap di hotel Manchaster UK pada 27 paril 2005 sebesar 149,5 poundsterling," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang pembacaan dakwaan di gedung pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Pembayaran hotel dan perjalanan itu karena Suroso sudah menyetujui PT OCTEL melalui PT SI menjadi penyedia/pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero) periode bulan Desember 2004 dan tahun 2005.

Selain membayari hotel dan perjalanan, Willy dan juga David P Turner sebagai Sales and marketing Director of the OCTEL memberikan uang komisi 190 ribu dolar kepada Suroso.

"OCTEL sebagai produsen TEL yang memasok ke berbagai negara salah satunya Indonesia dan merupakan bahan additif agar mesin tidak berbunyi serta meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar, namun penggunannya dapat menyebabkan hambatan pada lapisan katalis konverter sehingga membuat gas berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar dan di satu sisi pembakaran TEL menghasilkan gas berbahaya dengan lebel yang sangat membahayakan bagi kesehatan," ungkap jaksa Irene Putrie.

PT SI sudah ditunjuk oleh OCTEL untuk menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia sejak 1982, dengan mendapat kompensasi berupa komisi dalam jumlah tertentu sesuai hasil penjualan TEL di Indonesia dan telah menandatangani nota kesepahanan pembelian TEL periode 2003 hingga September 2004 dengan harga yang disepakati sebesar 9.975 dolar AS per metrik ton.

Namun, pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri per 31 Desember 2004. Sedangkan pelaksanaan program secara menyeluruh ditargetkan pada pertengahan 2005.

Willy pun melaporkan rencana langit biru itu sekaligus strategi yang akan dilakukan untuk memperlambat proses penandatangan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Kelestarian Linngkungan Hidup dan Menteri Keuangan terkait proyek Langit Biru, serta mencari cara untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia.

"Pada 7 Juli 2003, Mitos menyampaikan kepada M Syakir bahwa pihak Octel akan memberikan uang yang disebut dengan "Indonesian fund" yang dibiayai dari bisnis TEL dan akan membahas hal tersebut secara rinci dengan terdakwa," tegas jaksa.

Akhirnya, pada Agustus 2004, Willy memberitahu Miltos Papachristos melalui email mengenai rencana untuk meminta Suroso tetap mengyizinkan dan menyetujui penggunaan TEL serta OCTEL melalui PT SI dengan memnta sejumlah dana kepada Dennis J Kerrison dan David P Turner agar diberikan kepada Suroso.

"Untuk mempercepat proses pemberiannya akan menggunakan dana milik terdakwa lebih dulu," tambah jaksa.

Pada November 2004 antara Willy, M Syakir dan Suroso di kantor Pertamina yang membahas tentang pengiriman TEL oleh OCTEL kepada PT Pertamina melalui PT SI sejumlah total 450 metrik ton seharga 11 ribu dolar AS per metrik ton.

"Suroso menyetujuinya dengan syarat terdakwa memberikan fee sebesar 500 dolar AS per metrik ton dan atas penyampaian M Syakir tersebut, terdakwa menyetujuinya," ungkap jaksa.

Suroso lalu meminta persetujuan Direksi PT Pertamina untuk melakukan proses pengadaan dengan menunjuk PT SI.

Atas memorandum Suroso tersebut, Direksi PT Pertamina pun menyetujuiproses pengadaan TEL keerluan kilang PT PErtamina kepada PT SI.

"Purchase Order yang diterbitkan oleh PT Pertamina adalah membeli sebanyak 446,4 metrik ton dengan harga 10.750 dolar AS sehingga totalnya mencapai 4.798.800 dolar AS dan terdakwa menerima komisi ormal sebesar 6 persen dari total penjualan yaitu 276.544 dolar AS," jelas jaksa.

Di samping itu ada tambahan komisi sebesar 300 ribu dolar AS dengan cara menambah komisi sebesar 4 persen dari total penjualan 184.363,2 dolar AS dan selisihnya yaitu 115.636,81 dolar AS dibuatkan tagihan service dan dukungan.

"Uang fee untuk Suroso dikirimkan ke rekening milik Suroso di Bank UOB Singapura sejumlah 190 ribu dolar AS secara bertahap yaitu pada 18 Januari 2004, 13 Juli 2005 dan 19 September 2005," tambah jaksa.

Sebelumnya pada 9 September 2005, OCTEL melakukan pembayaran komisi sebesar 236.236 dolar AS kepada terdakwa ke rekening Bank UOB Singapura atas nama Willy Sebastian Lim," ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, Willy didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf a subsider pasal 5 ayat (1) huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 54 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Atas dakwaan tersebut, Willy akan mengajukan keberatan (nota eksepsi).

"Saya sangat, sangat keberatan atas dakwaan itu," kata Willy yang lulusan Sekolah Dasar itu.

Pengacara Willy, Palmer Situmorang juga mengaku akan mengajukan nota keberatan.

"Bahwa setelah mmendengar dan menyimak yang disampaikan jaksa kami berkesimpulan ada beberapa hal yang perlu kami berikan tanggapan yang di luar pokok perkara substansi pada intinya kami mau menyampaikan eksepsi dan kami minta waktu selama 7 hari," kata Palmer.

Atas permintaan itu, ketua majelis hakim John Butarbutar menunda sidang hingga 25 Mei 2015.

KPK menyatakan perkara ini adalah korupsi transnasional yaitu lintas negara. Penanganan kasus korupsi ini dilakukan dengan melibatkan negara Inggris, Singapura dan British Virgin Island.

Kasus tersebut merupakan tindak lanjut dari 'Oil for Food Investigation' yang dilakukan pemerintah Ameriksa Serikat dan Inggris.

Penanganan perkaranya dilakukan bersama-sama dengan "Serious Fraud Office" (Pemerintah Inggris) dan diketahui bahwa beberapa bukti terkait tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada kedua tersangka berada di jurisdiksi lain, khususnya Singapura sehingga membutuhkan waktu lama yaitu 3,5 tahun karena harus melalui proses persidangan atas mutual legal assistance (MLA) yang diajukan di negara bersangkutan. (*)