Pemerintah Diminta Jangan Telat Bangun Hunian Vertikal

id Pemerintah Diminta Jangan Telat Bangun Hunian Vertikal

Jakarta, (Antara) - Indonesia Property Watch meminta pemerintah untuk jangan sampai telat dalam membangun hunian vertikal di wilayah DKI Jakarta karena jumlah populasi yang terus meningkat serta harga tanah yang semakin lama kian melambung. "Layaknya sebuah kota besar dengan nilai tanah yang semakin tinggi, maka siap tidak siap, penduduk sebuah kota seperti di Jakarta akan tinggal di hunian vertikal atau apartemen," kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu. Menurut Ali Tranghanda, dengan harga tanah yang tinggi memaksa para pengembang untuk membangun gedung secara vertikal termasuk membangun apartemen. Namun, ujar dia, sangat disayangkan bahwa masih sangat sedikit apartemen yang sesuai dengan daya beli kaum pekerja di perkotaan. Dengan kondisi saat ini, para pekerja tersebut terpaksa harus membeli rumah di pinggiran Jakarta yang jaraknya juga tidak bisa dibilang dekat, atau mengontrak/menyewa di Jakarta. "Semakin lama harga yang semakin tinggi pun untuk menyewa kos-kosan akan membuat banyak tempat-tempat yang semakin kumuh karena daya beli yang semakin terbatas dan pasokan hunian yang semakin rendah kualitasnya," katanya. Untuk itu, Ali menginginkan pemerintah dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus segera memikirkan dan membangun apartemen untuk karyawan yang ada di Jakarta yang sebagian besar saat ini masih sebagai kaum komuter. Sebelumnya, Indonesia Property Watch meminta pemerintah dapat memanfaatkan aset tanah idle (terlantar atau tidak dimanfaatkan sepenuhnya) yang dimiliki oleh berbagai BUMN untuk dapat digunakan dalam program pembangunan perumahan. Berdasarkan data Indonesia Property Watch, diperkirakan masih terdapat sekitar Rp590 triliun atau sebesar 18 persen dari total aset BUMN merupakan aset yang idle dan belum dimanfaatkan atau yang masih mempunyai permasalahan (biasanya masalah legal). Dengan aset sebesar itu, ujar dia, paling tidak terdapat 60.000 hektare tanah milik BUMN yang idle dan sebagian dapat dimanfaatkan untuk perumahan rakyat. "Namun tentunya memang tidak semudah itu karena banyak tanah yang masih bermasalah dan yang penting harus ada keikhlasan BUMN untuk menyerahkan tanah-tanahnya," katanya. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa tanpa adanya perintah dari presiden, BUMN dinilai tidak akan berani untuk menyerahkan begitu saja aset tersebut karena sangat sensitif terhadap audit-audit yang dilakukan. Ali mengungkapkan, hal itu sebenarnya sudah dilakukan ketika program 1.000 menara Rusunami diluncurkan pada 2007, ketika banyak aset BUMN yang diserahkan ke Kementerian Perumahan Rakyat waktu itu. Namun pada saat itu ternyata banyak aset-aset tersebut yang masih bermasalah terkait legalitasnya. (*/sun)