Simancuang Kembangkan Sawah Ramah Lingkungan

id Simancuang Kembangkan Sawah Ramah Lingkungan

Simancuang Kembangkan Sawah Ramah Lingkungan

Ilustrasi. (Antara)

Senyum bahagia tergambar jelas di raut wajah Edison (42), salah seorang warga Jorong Simancuang, Nagari Alam Pauh Duo Kecamatan Pauh Duo, Kabupaten Solok Selatan saat panen raya yang dilakukan baru-baru ini.



Dikarenakan, hasil panennya kali ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Keberhasilan itu didapatnya setelah mengembangkan sistem pertanian ramah lingkungan.



Sejak tahun lalu, Edison dan keempat rekannya Rabiul Awal, Pendra Efendi, Rabiul Awal, Yasman dan Noviardi telah mengembangkan sistem pertanian ramah lingkungan untuk sawah-sawahnya.



Masing-masing petani ini rata-rata membuat lebih dari tiga plot percontohan secara menyebar di setiap petakan sawah yang mereka miliki.



Meski istilah sistem pertanian ramah lingkungan ini baru didengar masyarakat Simancuang, namun sudah sejak dulunya mereka tidak terbiasa menyemprotkan padi dengan pupuk buatan.



Biasanya pola pertanian yang dilakukan petani di Simancuang ini hanya menyemprot racun gulma untuk membasmi rumput-rumput penggangu. Sementara pada plot percontohan sawah ramah lingkungan, Edison dan empat petani lainnya menggunakan itik sebagai pengendalian gulma. Itik-itik itu akan dilepaskan ke dalam sawah saat padi telah berumur satu bulan.



Sistem pertanian seperti ini diakui para petani tersebut lebih efesien dalam pembiayaan. Mereka tidak perlu lagi membeli pestisida untuk membasmi rumput-rumput pengganggu. Tidak hanya ramah kantong, hasil pertanian yang didapat juga cukup memuaskan.



Bayangkan saja, jika sebelum menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan ini, rata-rata setiap hektar sawah, mereka hanya mampu memanen sebanyak 4,2 ton. Dengan penerapan sistem pertanian ini, rata-rata hasil panen yang bisa diperoleh mencapai 6,45 ton untuk setiap hektarnya.



Ketertarikan Edison dan teman-temannya ini bermula dari keingintahuan mereka terhadap sistem pertanian ramah lingkungan. Ditambah lagi melambungnya harga pupuk (kimia) dan sulitnya akses ke Jorong mereka, membuat keinginan Edison dan teman-temannya mencoba mengembangkan pertanian ramah lingkungan.



Harga pupuk kimia, mahal ditambah lagi untuk mendapatkan kami harus ke pasar kecamatan yang letaknya jauh dari jorong kami, ujarnya.



Sejak setahun yang lalu, Erinaldi, spesialis Green Ekonomi KKI Warsi, mulai mengajak beberapa petani untuk beralih ke pertanian ramah lingkungan. Dia menjelaskan bagaimana pertanian tanpa pupuk kimia ini dapat membuat hasil panen mereka melimpah.



Terbukti apa yang dijelaskan akhirnya membuahkan hasil. Tanpa menggunakan pupuk mereka memperoleh hasil yang panen yang memuaskan. Semangat kembali ke alam itu mengilhami Edison untuk membuat pupuk buatan yang berasal dari kotoran jawi (bahasa lokal sapi).



Beruntungnya, para petani di Simancuang ini tidak perlu dipusingkan lagi terkait pengairan sawah milik mereka. Karena keberadaan hutan lindung Bukit Karang Hitam yang selama ini terjaga mampu mengairi seluruh sawah yang berada di jorong ini.



Hutan lindung Bukit Panjang Karang Hitam mengelilingi Jorong Simancuang, yang berada di lembah yang di sekelilinginya merupakan kawasan perbukitan hijau dan rimbun.



Masyarakat Jorong Simancuang sangat percaya dengan menjaga hutan berarti mereka bisa terselamatkan dari bencana, diantaranya longsor dan kekeringan.



Dan saat ini sekeliling kawasan lindung Bukit Panjang Karang Hitam seluas 580 hektar telah ditetapkan Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan nagari.



Longsor pada di kawasan Bukit Panjang Karang Hitam di sebelah barat jorong, menjadi salah satu titik balik masyarakat untuk menetapkan aturan ketat dalam membuka kawasan hutan dan menebang pohon.



Masyarakat sepakat tidak boleh menebang kayu dan membuka lahan di Bukit Panjang. Pembukaan lahan hanya boleh dilakukan di kaki-kaki bukit.



Sampai saat ini aturan ini dianggap sebagai aturan adat dan masih berlaku. Sejauh ini, aturan ini tidak pernah dilanggar oleh masyarakat Simancuang, jikapun ada orang luar yang mencoba menebang pohon di bukit ini, masyarakat Simancuang akan cepat memberi tahu dan menghentikan aktivitasnya.



Daerah-daerah yang bertetangga dengan Simancung telah mengetahui aturan ini dan turut mematuhinya.



Bagi masyarakat Simancuang menjaga hutan artinya menjaga kehidupan. Ini dikarenakan dengan kearifan lokal untuk tidak merusak hutan, berarti mereka terhindar dari bencana.



Begitupun dengan sistem pertanian ramah lingkungan, bagi mereka menjaga keberlanjutan yang selaras dengan alam adalah hal yang baik untuk diterapkan.



Tidaklah sulit bagi Edison dan keempat rekannya mengawali proyek percontohan pertanian ramah lingkungan ini. Karena hampir semua masyarakat di jorong ini sepakat dengan aturan-aturan yang berdampak baik bagi lingkungan.



Saat ini, padi hasil panen yang mereka peroleh masih dihargai Rp10 ribu untuk setiap sukek (1 sukek=1,6 kg). Ke depannya, mereka berharap ada unit usaha bersama milik jorong yang akan memasarkannya, sehingga harganya pun semakin kompetitif mencapai Rp12 ribu untuk setiap sukek.



Kami saat ini sedang membentuk unit usaha semacam koperasi milik jorong yang bakal membantu memasarkan hasil panen sehingga harganya menjadi lebih baik, imbuh Erinaldi.



Selain itu, hasil pertanian ramah lingkungan ini juga nantinya akan diupayakan mendapatkan sertifikasi. Sehingga nilai jualnya menjadi lebih tinggi dan menguntungkan petani. Pasalnya hasil panen padi ramah lingkungan setelah dijual dalam bentuk beras langsung terserap pasar.



Selain itu, karena pamor beras ramah lingkungan yang semakin tinggi, harganya di pasaran jauh lebih bagus jika dibandingkan dengan padi biasa.



Kini petani di Jorong Simancuang mulai merasakan manfaat dari sistem pertanian ramah lingkungan. Paling tidak, untuk musim tanam kali ini ada beberapa plot percontohan lagi yang dibuat untuk sistem pertanian ramah lingkungan ini.



Kehadiran padi ramah lingkungan dari Jorong Simancuang ini diharapkan memberikan sumbangsih bagi Kabupaten Solok Selatan yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Sumatera Barat.



Dan masyarakat Simancuang tak perlu lagi dipusingkan dengan elonjaknya harga pupuk kimia, belum lagi aksesnya dengan medan berat cukup sulit untuk sampai ke pasar Nagari Alam Pauh Duo. (*/jno)