Begitu kabar duka mengenai wafatnya Ketua MPR Datuk Basa Batuah Dr (HC) H Taufiq Kiemas wafat di Rumah Sakit Nasional Singapura, Sabtu (8/6), pukul 19.05 waktu setempat atau 18.21 WIB karena sakit jantung, beragam ucapan belasungkawa dan kenangan terhadap pemimpin salah satu lembaga tinggi negara itu adalah soal kebangsaan.
Masih lekat dalam ingatan tatkala Pak TK - demikian panggilan akrab Taufiq Kiemas - merayakan HUT ke-70 didampingi istrinya, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan yang juga Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri di Balai Kartini pada 31 Desember 2012 sekaligus diluncurkan buku "70 Tahun Taufiq Kiemas - Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam".
Begitu pula selama menjabat Ketua MPR, Taufiq Kiemas selalu berada di garda terdepan dalam menyosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Empat Pilar ini memang murni gagasan dari Taufiq Kiemas. Makanya kita memberi titel ke beliau sebagai Bapak Empat Pilar," kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari pada acara penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dari Universitas Trisakti kepada Taufiq Kiemas pada 8 Maret di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, di gedung gedung Nusantara III, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Jumat (8/3).
Saat penganugerahan gelar akademik kehormatan itu, Taufiq Kiemas menyampaikan orasi akademik bertajuk "Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Sebagai Sumber Moralitas dan Hukum Nasional".
Ketika itu, ia menjelaskan bahwa para pendiri bangsa telah secara visioner dan dilandasi kepekaan nurani yang sangat mendalam, berhasil menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam khasanah kehidupan masyarakat sebagai nilai-nilai kebangsaan Indonesia.
Tiang Penyangga
Taufiq Kiemas menjelaskan penyebutan Empat Pilar bukanlah sebagai tiang penyangga bangsa dan negara ini tetapi seperti pengertian dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) bahwa pilar diartikan sebagai dasar, pokok atau induk. Oleh karena itu penyebutan Empat Pilar tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat.
"Pancasila tetap diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara yang berkedudukan di atas tiga pilar lainnya," kata Taufiq Kiemas.
Taufiq menjelaskan pemikiran yang melatarbelakangi pentingnya menyosialisasikan dan membudayakan Empat Pilar sebenarnya berawal dari kepedulian dalam melihat perkembangan kebangsaan Indonesia di era reformasi yang bergulir sejak 1998. Gelombang perubahan reformasi itu, tidak saja berdampak positif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara tetapi juga membawa sejumlah tantangan kebangsaan yang perlu dicarikan solusinya.
Ia meminta semua penyelenggara negara baik di pusat maupun daerah secara terencana dan terpadu harus mendukung dan melaksanakan sosialisasi serta pemasyarakatan Empat Pilar kepada masyarakat. Empat Pilar harus dijabarkan dan menjiwai semua peraturan perundangan, institusi pendidikan, pertahanan serta semua sendi kehidupan bernegara.
"Dan untuk lebih mengefektifkan operasional pelaksanaan sosialisasi dan pembudayaan Empat Pilar perlu dipertimbangkan pembentukan suatu lembaga khusus," kata Taufiq Kiemas.
Taufiq juga meluncurkan buku "Empat Pilar untuk Satu Indonesia: Visi Kebangsaan dan Pluralisme Taufiq Kiemas" pada 22 Februari 2012 berisi kesaksian 49 tokoh lintas agama, generasi, politik, lembaga negara, dan tokoh masyarakat.
Bagi Taufiq Kiemas, tugas menggagas dan menyosialisasikan Empat Pilar tidaklah semata-mata merupakan kewajiban menjalankan fungsi kelembagaan. Juga sebagai orang yang menyatakan dirinya sebagai murid ideologis Bung Karno, telah menjadi perjuangan hidupnya.
Buya Syafii Maarif dalam testimoninya mengatakan, Taufiq adalah politisi yang bisa diterima semua pihak, bisa bergaul dengan semua kalangan dengan berbagai latar belakang.
Ia mencontohkan dirinya dan Taufiq yang sejak sama-sama aktif dalam gerakan mahasiswa tahun 1970-an. Kendati berbeda haluan, tapi mereka tetap berkawan. Demikian pula kesaksian Akbar Tandjung soal figur Taufiq Kiemas.
Tetap Hidup
Berbagai pemikiran dan gagasan Taufiq Kiemas berkesan bagi berbagai kalangan. Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengatakan, pemikiran serta ide Taufiq Kiemas mengenai pluralisme harus tetap hidup dan dilestarikan.
"Seorang Taufiq Kiemas telah meninggal, namun idenya tidak. Kita berkepentingan menjaga ide itu tetap hidup," ujarnya. Ide dan pemikiran yang dimaksud Budiman adalah tentang Empat Pilar Kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai almarhum Ketua MPR Taufiq Kiemas merupakan penggila nasionalisme yang melakukan apa pun untuk menguatkan kebersatuan dalam keberbedaan, agar Indonesia kuat sebagai bangsa dan negara.
"TK itu penggila nasionalisme. Apa pun dia lakukan untuk menguatkan kesatuan dalam keberbedaan kita, agar Indonesia kuat sebagai bangsa dan negara," katanya.
Fokus beliau, kata Mahfud, hanya satu yakni menjaga dan rawatlah keutuhan negara yang begitu besar, kaya serta indah ini.
"Beliau tokoh gigih yang mempertahankan nilai nasionalis-religius di PDI Perjuangan. Karena tidak semua nasionalis belum tentu religius," katanya.
Begitu pula dalam interaksi dengan pers, Taufiq Kiemas dikenal sebagai sosok yang bersahabat.
"Kalau bukan Pak Taufiq Kiemas, mungkin sosialisasi Empat Pilar, tak akan sepopuler saat ini," kesan kalangan pers Koordinatoriat Wartawan Parlemen.
Bagi pers, sosok Taufiq Kiemas bukan sekadar narasumber namun juga bapak dan sekaligus teman bercengkerama. Tak jarang Taufiq Kiemas memanggil para wartawan untuk diajak makan siang bersama. Tidak hanya di ruang kerjanya Lantai 9 Gedung Nusantara III, terkadang juga berkumpul di kantor pribadinya.
Selama memimpin MPR, tak terhitung tokoh yang datang silih berganti menemuinya. Selama ini semua kelompok, aliran, maupun golongan ideologis apapun, sangat menghormati beliau, dan memandang beliau sebagai seniornya.
Dalam berbagai kesempatan, Taufiq Kiemas dengan ringan dan santai akan menegur siapa saja yang dikenalnya. Meski sebagai pejabat tinggi negara, dia tidak pernah sungkan untuk menyapa terlebih dahulu.
"Bagaimana keluarga?. Anak sehat-sehat?, Gimana yang senior-senior?. (Wartawan senior-maksudnya)," sapa Taufiq Kiemas sambil tersenyum.
Hal itulah yang tidak akan terlupakan. Wakil Ketua MPR Hajriyanto yang selama ini intensif mendampingi menilai sosok Taufiq Kiemas selalu menjadi rujukan para politisi Indonesia dari partai politik mana pun. Apakah parpol berdasar agama ataukah parpol nasionalis-kebangsaan: semuanya menjadikan Taufiq Kiemas sebagai seniornya, kakaknya, ayahnya, bahkan rujukannya.
"Pak TK yang punya ide, kami-kami ini yang pontang-panting menjelaskan. Tapi karena beliaulah Empat Pilar ada," kata Hajriyanto.
Bagi Taufiq Kiemas, Empat Pilar: Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan harga mati.
"Di MPR tak ada fraksi-fraksi yang ada satu fraksi yakni fraksi MPR, fraksi Empat Pilar," kata Taufiq Kiemas pada pidato terakhirnya di Ende, NTT 1 Juni 2013, pada Peringatan Hari Lahir Pancasila. (*)