Beberapa Kiat Dalam Mendidik Anak

id Beberapa Kiat Dalam Mendidik Anak

Memiliki anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Setiap orang yang berkeluarga, umumnya mendambakan mempunyai anak. Semua itu merupakan rahasia Allah SWT dan bisa atau tidaknya seseorang memiliki anak, tidak terlepas dari rezeki yang diberikan Allah SWT kepadanya. Mempunyai anak atau tidak, setiap pasangan suami istri hanya bisa berusaha. Sedangkan penentu akhir adalah Allah SWT. Kita sebagai umatnya, di samping berikhtiar semaksimal mungkin, tentunya setiap saat perlu berdoa agar Allah SWT memberikan yang terbaik kepada kita sebagai hamba-Nya. Untuk mendapatkan anak tidak mudah. Namun lebih sulit lagi adalah setelah memiliki anak yakni mendidiknya menjadi anak yang soleh dan solehah. Sehingga kehadiran anak benar-benar dapat membantu mewujudkan rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Apakah kita sudah mendidik anak-anak kita dengan benar? Marilah kita para orangtua mengevaluasi sendiri, karena apa yang kita lakukan terhadap anak-anak kita sejak mereka bayi akan terlihat hasilnya setelah mereka menjelang dewasa. Apakah mereka menjadi anak yang pribadinya tangguh, apakah mereka menjadi anak yang cerdas, pandai, sopan, bertanggung jawab ataukah malah menjadi anak yang penakut, malas, terkadang kurang ajar dan lain sebagainya? Idealnya setiap keluarga mendidik anak-anaknya secara bersama-sama. Dengan begitu anak akan merasakan kasih sayang yang lengkap dan sempurna dari kedua orangtuanya. Semua keluarga mendambakan hal yang demikian, namun tidak semua pasangan suami isteri bisa mewujudkannya. Karena panggilan tugas negara, sehingga sering terjadi sang ibu harus mendidik anak-anaknya sendiri tanpa didampingi ayahnya. Walaupun ayah tidak berada di tempat secara fisik, tetapi tetap dapat dihadirkan baik melalui foto ataupun cerita-cerita mengenai ayahnya. Sehingga pada saat ayahnya kembali dari tugas negara, anak tetap mengenali ayahnya. Sebab tidak menutup kemungkinan, setelah ayahnya pulang, anaknya memanggil Oom kepada ayahnya karena tidak mengenali ayahnya lagi. Itu terjadi terutama pada anak-anak balita. Beberapa hal yang penting dalam mendidik anak. Pertama adalah memberikan contoh atau teladan. Orangtua harus mengingat betul bahwa Anak adalah peniru-peniru yang hebat. Siapakah orang yang akan ditiru anak? Tentu adalah orang-orang yang sehari-hari berada di dekat anak yaitu ayahnya, ibunya dan orang-orang di sekeliling anak, bisa om, tante, eyang atau pun pengasuhnya. Karena anak adalah peniru-peniru yang hebat maka anak-anak ini membutuhkan contoh yang baik, baik melalui ucapan atau pun tingkah laku. Kadang-kadang sebagai orangtua kita lupa bahwa ucapan atau pun perilaku kita diperhatikan anak-anak kita. Orangtua yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT dengan rajin beribadah dan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan, akan membuat anak-anaknya belajar bahwa sebagai manusia tolong-menolong adalah hal yang wajib dilakukan. Di samping itu, anak-anak tidak akan berkata kasar pada orang lain bila orang-orang di sekeliling anak senantiasa berkata santun. Televisi juga sangat besar pengaruhnya pada anak. Sebaiknya dampingi anak balita kita saat menonton televisi. Hal itu penting, sebab belum tentu film kartun itu baik untuk anak-anak. Melalui televisi, kita juga bisa mengajarkan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan anak-anak. Jangan sampai terjadi setelah menonton sebuah film, kemudian anak-anak balita kita mau ikut-ikutan terbang dari jendela seperti yang baru saja dilihatnya di televisi. Kedua adalah intensif berkomunikasi. Faktor komunikasi sangat penting dalam kehidupan manusia. Dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi, manusia paling dominan berkomunikasi. Setiap harinya, dari seluruh aktivitas manusia, 80 persen adalah kegiatan komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting terutama bagi anak. Hal itu penting agar anak tidak merasa sendirian dan terasing di lingkungannya. Di samping itu, sekaligus juga untuk memberikan rasa aman, nyaman dan tenang pada anak. Setiap ada sesuatu yang diinginkannya, dengan bahasa yang sederhana termasuk bahasa tubuh, anak menyampaikan kepada orangtua atau orang lain yang berada di dekatnya seperti menangis, merengek dan tertawa. Komunikasi dengan anak harus terus-menerus dilakukan. Dengan intensif berkomunikasi, membuat anak memiliki ketergantungan pada orangtuanya. Sehingga kalau ada sesuatu yang mengganjal pada dirinya, anak tidak mencari orang lain sebagai tempat untuk menyampaikan curahan hatinya, tetapi orangtua menjadi tempat curhatnya. Dalam komunikasi ini sebaiknya diusahkan menjadikan anak sebagai teman, meskipun secara usia antar orangtua dengan anaknya terpaut jauh. Namun itu bukanlah hal yang tabu menjadikan anak sebagai teman. Pengertian teman di sini adalah menunjukkan ke anak bahwa ada kesetaraan antara orangtua dengan dirinya. Jika itu dapat diwujudkan dengan baik, anak tidak akan pernah sungkan menyampaikan sesuatu termasuk hal yang sensitif sekalipun kepada orangtua. Terkait dengan menjadikan anak sebagai teman, sebaiknya perlu diimbangi dengan sikap orangtua yang demokratis. Jadilah orangtua yang menghargai keberadaan anak. Umumnya anak lebih senang memiliki dan berdialog dengan orangtua yang demokratis dibandingkan orangtua yang otoriter. Terhadap orang tua yang demokratis, umumnya anak merasa sungkan. Orangtua yang memiliki karakter seperti ini biasanya cukup berwibawa di mata anak-anaknya. Untuk mencapai pada tahap ini, dibutuhkan orangtua yang mau menerima dan menghargai pendapat anak-anaknya. Orangtua yang mau mendengarkan dan juga yang tidak menghakimi sehingga anak dapat bercerita dengan leluasa dan aman kepada orangtuanya tanpa takut ditertawakan, diledek, dilecehkan ataupun dimarahi, karena bila dimarahipun pasti ada alasannya. Sedangkan terhadap orangtua yang otoriter, umumnya anak-anak hanya merasa takut. Di depan orangtua anak-anak akan mengikuti perintahnya karena khawatir dimarahi. Namun di belakang orangtuanya, anak-anak tersebut tumbuh menjadi anak yang memberontak dan cenderung keras kepala atau sebaliknya, malah menjadi anak yang penakut dan menarik diri. Lebih parah lagi, bahkan ada orangtua yang mendidik anak-anaknya dengan menggunakan kekerasan. Selanjutnya adalah menghargai prestasi anak. Semua orang, termasuk anak-anak, sekecil apa pun prestasi atau keberhasilannya pastilah senang bila dihargai. Penghargaan ini tidak perlu berbentuk materi, misalnya uang atau barang, tetapi lebih baik bila dengan ucapan dan tingkah laku. Secara sederhana, penghargaan ini bisa diberikan ketika anak berhasil melakukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Misalnya, anak bisa menghabiskan makannya, kita katakan, Wah anak Mama hebat bisa makan sampai habis. Mama senang sekali melihatnya. Besok Mama masak lagi yang lebih enak untuk anak Mama ya, sambil ibunya mengusap-usap rambut anaknya dan tersenyum memandang si anak tersebut. Reaksi positif yang muncul atas hal tersebut adalah anak senang dan ibu pun ikut senang. Tingkah laku yang mendatangkan kepuasan akan cenderung diulangi lagi. Karenan si anak tahu bahwa hal tersebut mendatangkan rasa puas bagi dirinya. Ketiga, jangan memberikan cap atau label pada anak. Sebagai orangtua, usahakan untuk tidak melakukan hal tersebut. Misalnya jangan mengatakan, Ini anak saya memang nakal atau anak pemalu dan sebagainya. Jika diberi cap atau lebel seperti itu, anak nantinya malah akan bersikap atau berperilaku seperti yang dilabelkan itu. Ini akan membentuk konsep diri yang buruk bagi anak. Karena anak akan berpendapat bahwa dirinya tidak apa-apa nakal atau pun malas, sebab memang sudah dicap nakal dan malas. Ini merupakan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi masukan kita dalam mendidik putera-puteri kita. Paling penting adalah kita bisa menjadi contoh teladan yang baik bagi anak-anak kita, baik dalam beribadah, penanaman disiplin maupun berkomunikasi. Semoga kita semua bisa menjadi orangtua yang berhasil mendidik anak-anak kita dengan baik. Amin. (*)*Penulis adalah Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Daerah VII Wirabuana, Ketua Dharma Pertiwi Daerah G dan alumni Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.