Gelar Sangsako dan Eksistensi Limbago Tertinggi Pucuak Adat Alam Minangkabau

id Gelar Sangsako dan Eksistensi Limbago Tertinggi Pucuak Adat Alam Minangkabau

Gelar kehormatan baik berupa gelar sangsako maupun derjah yang dianugerahkan Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Pagaruyung (DYDRAP), H Sutan Muhammad Taufiq Thaib, SH melalui rekomendasi Limbago Tertinggi Pucuak Adat Alam Minangkabau (LTPAAM) dari waktu ke waktu, merupakan sebuah bentuk eksistensi dari kelembagaan adat tersebut.Meskipun pemberian gelar yang disematkan langsung pemangku Kerajaan Pagaruyung adalah bentuk eksistensi LTPAAM, namun Taufiq Thaib menampik kalau hal itu dikaitkan dengan keinginan untuk menegakkan kembali panji-panji Kerajaan Pagaruyung."Tak ada kaitannya dengan kembali membentuk pemerintahan kerajaan, namun hal ini murni dilakukan untuk menghormati tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun oleh Kerajaan Pagaruyung. Karena itu, saya berharap hal ini tidak disalah artikan," kata Taufiq Thaib.Kebisaan atau tradisi pemberian anugerah baik berupa gelar sangsako ataupun derjah, secara langsung menunjukkan tingginya perhatian dan penghormatan dari LTPAAM terhadap tokoh yang dianggap telah memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan. Dan tentunya juga membawa panji-panji kebesaran Minangkabau.Karena hal itu berkait dengan konstribusi dan nama besar sang tokoh, LTPAAM selaku lembaga pengusul dan juga pemutus, harus berupaya memberikan masukan, saran dan juga keputusan secara fair dan jujur.Selaku lembaga netral dan murni menghargai konstribusi serta perhatian kandidat penerima anugerah, dalam mengusulkan nama, LTPAAM sejauh ini telah mampu menunjukkan kedewasaannya. Dimana, para petinggi dan juga anggota LTPAAM tak hanya mengarahkan pandangan terhadap tokoh-tokoh besar yang lahir dan besar di Sumatera Barat saja.Namun tokoh lain yang berada di luar Sumatera Barat juga mendapat perhatian. Hal ini dibuktikan dengan masuknya nama Tuanku Hamid Ja'far dari Malaysia, Sultan Hamengku Buwono X dari Yogyakarta, Mr H Des Alwi dari Banda Neira (Maluku) dan lain sebagainya. LTPAAM sebagai lembaga penjaga kelestarian budaya Minangkabau dan juga pelaksana tradisi, tentu harus bisa mempertahankan eksistensi mereka di tengah serbuan kemajuan zaman. Salah satu hal yang harus mendapat perhatian penuh adalah mulai bergesernya paradigma masyarakat terhadap adat istiadat itu sendiri.Fenomena ini tentu tak bisa dihindari, karena pergeseran yang terjadi semakin besar dampaknya terhadap kelestarian adat. Apalagi pemerintah selaku pelaksana pemerintahan lebih memfokuskan pembangunan bangsa dan negara kepada program fisik. Akibatnya, nilai budaya dan tradisi leluhur pun ikut tergerus. Menyikapi hal tersebut, tak salah kiranya melalui tradisi penganugerahan gelar sangsako adat maupun derjah, LTPAAM bisa terus menancapkan budaya yang makin mengabur. Selain itu, bagi generasi penerus tentu bisa belajar akan kebesaran sejarah Minangkabau."Minangkabau tak hanya menyangkut kebesaran Kerajaan Pagaruyung semata, namun juga nilai-nilai budaya luhur, adat istiadat dan budaya," kata Sutan Muhammad Taufiq Thaib.Masyarakat Sumatera Barat meskipun tak seluruhnya memiliki etnis Minangkabau, sudah saatnya menyatukan tekad dan semangat untuk mendukung penuh setiap kegiatan ataupun tradisi yang diselenggarakan LTPAAM tersebut. Mudah-mudahan konstribusi tersebuat memberikan arti besar bagi Sumatera Barat dan juga semangat Minangkabau itu sendiri.Sementara bagi tokoh penerima anugerah, tentu harus pula mampu menjadikan diri mereka sebagai duta bagi pelestarian adat istiadat dan budaya Minangkabau. Sehingga pada akhirnya nanti, budaya Minangkabau tak hanya lestari di Sumatera Barat, namun juga berkembang di luar daerah. Kalau hal ini telah bisa dilakukan, tentu budaya dan adat istiadat Minangkabau nan indak lapuak dek hujan dan indak lakang dek paneh bisa terealisir.(***)