Pertemuan Forum Kerjasama Perdagangan Ekonomi Asia Pasifik (APEC) tahun ini pada 8-9 September 2012 di Vladivostok, Rusia masih meragukan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang diproduksi oleh Indonesia sebagai produk ramah lingkungan (green product). Ada 54 jenis produk yang dianggap masih meragukan dan keputusan akhir akan diambil ditingkat pemimpin-pemimpin Negara anggota APEC. Ini adalah salah satu bukti begitu besar hambatan non tariff yang harus dihadapi oleh Indonesia sebagai produsen terbesar CPO di dunia. Sebagai Negara produsen CPO terbesar di dunia, produksi Indonesia selalu mendapatkan hambatan politik ekonomi atau non tarif dari beberapa negara. Pada dasarnya, isu produk ramah lingkungan ini dilontarkan oleh negara-negara yang memproduksi produk pesaing dari CPO.Sebagaimana diinformasikan dalam berita online www.indonesiafinancetoday.com, misalnya Australia yang menetapkan Undang-Undang Food Standards Amandment (Truth in Labeling - Palm Oil) tahun 2011. Ekspor minyak kelapa sawit ke Australia pada tahun 2010 hanya 80 ton, sedangkan total keuntungan ekspor diperkirakan 73 ribu dolar. Dengan adanya kebijakan tersebut maka minyak kelapa sawit Indonesia akan sulit masuk ke Australia. Kondisi seperti ini dapat dianalisis dampak strategis dan taktis bagi sebuah perusahaan dengan bantuan sistem kecerdasan yang akan dirancang dalam penelitian ini.Selain itu, Kompas on line juga memberitakan bahwa Kementerian Pertanian melakukan kampanye green product (produk ramah lingkungan) CPO kepada dua negara Eropa yakni Spanyol dan Perancis guna mengantisipasi isu negatif tentang komoditas tersebut terkait dengan lingkungan. Spanyol menargetkan untuk memenuhi 7 persen kebutuhan energi dengan biofuel mulai 2017, sehingga membutuhkan negara pemasok energi mengingat ketiadaan bahan baku biofuel di negara tersebut. Selama ini Spanyol mengimpor CPO dan kedelai dari Argentina. Ekspor CPO Indonesia ke Uni Eropa, pada 2008 mencapai 4,36 juta ton (US$2,73 miliar) kemudian naik menjadi 4,79 juta ton (US$2,16 miliar) pada 2009 dan 4,06 juta ton pada 2010 (US$2,61 miliar). Salah satu hambatan ekspor ke Spanyol adalah penerapan EU Renewable Directive yang berpotensi sebagai Non-Tarif Barrier dalam perdagangan. Indonesia sangat berkepentingan untuk menjaga agar CPO tidak dikategorikan produk tidak ramah lingkungan. Nilai ekonomi CPO bagi Indonesia sangat besar. Menurut Jiwan (2011) dari Sawit Watch, kapasitas yang dimiliki Indonesia antara lain produktivitas CPO adalah 3,37 juta per ha, izin lokasi pada tahun 2010 sebesar 26,7 juta ha dan target CPO pada tahun 2020 sebesar 40 juta ton. Data ini menunjukkan bahwa perekonomia Indonesia akan didorong oleh sektor ini selain komoditas strategis lainnya. Pemerintah juga berkepntingan bahwa kelapa sawit adalah sector ekonomi yang membuka lapangan pekerjaan yang sangat besar. Jadi, Presiden SBY adalah benar telah memberikan perhatian serius untuk memperjuangkan CPO masuk dalam kategori produk ramah lingkungan pada pertemuan tingkat tinggi APEC di Rusia tahun ini.Pada prinsipnya, Indonesia telah mendorong dan menjaga isu ramah lingkungan dari produksi CPO ini dengan menerapkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Standar kelestarian minyak sawit Indonesia ISPO secara resmi diluncurkan Maret 2011 bersamaan dengan peringatan 100 tahun komersialisasi minyak sawit Indonesia. Sebelumnya, pemerintah telah melakukan notifikasi publik dan menggelar workshop dua kali pada bulan Februari 2011, untuk memberikan pemahaman dan mekanisme pelaksanaan kebijakan baru ini kepada pemerintah daerah, swasta maupun LSM. ISPO akan diujicobakan pada 10-25 perusahaan di Indonesia. Selanjutnya, hasil uji coba dievaluasi untuk melihat implementasinya. Ancaman-ancaman hambatan non tariff perdagangan CPO perlu diantisipasi dengan berbagai kebijakan. Soetrisno (2008) merumuskan konsep kebijakan pertumbuhan partisipatif berkelanjutan untuk industri kelapa sawit. Ada tiga ide yang diusulkan, yaitu model perusahaan, model infrastruktur pasar, dan keseimbangan konsumsi domestik dan ekspor.Model perusahaan yang dapat dikembangkan adalah mengembangkan industri pengolahan skala kecil yang dapt dimiliki oleh skala invidu maupun perusahaan dalam bentuk badan usaha perseroan. Konsep ini merupakan bentuk pengembangan konsep koperatif yang mengedepankan insentif partisipasi modal dan pembagian resiko bisnis. Kelebihan dari model ini adalah pendistribusian pendapatan yang adil kepada banyak pihak dan membatasi secara sistematis dominasi investor besar dalam penguasaan industri CPO nasional.Pada skala regional diperlukan instrumen untuk pengenalan modalitas infrastruktur pasar seperti sarana lelang. Pelelangan ini lebih terbuka bagi semua pelaku secara setara dan tidak didominasi oleh industri besar. Kelebihan dari konsep ini adalah menjamin stabilitas harga karena keterlibatan para pelaku adalah setara. Meskipun konsep ini sulit dalam praktiknya tetapi penting untuk mendorong perwujudannyan. Konsep terakhir adalah menjaga keseimbangan orientasi konsumsi domestik dan ekspor. Kelebihan dari konsep ini adalah mendorong pertumbuhan industry turunan berbahan baku CPO di dalam negeri. Besarnya nilai ekspor CPO menunjukkan bahwa permintaan dalam masih rendah. Pemeirntah harus mendorong pertumbuhan industri selain minyak goring untuk menyerap CPO dan memproduksi produk-produk bernilai tambah lebih tinggi dari CPO.Hadiguna (2012) telah melakukan studi pengembangan model penilaian risiko rantai pasok berkelanjutan untuk industri minyak sawit di Indonesia. Hasil penerapan model tersebut adalah beberapa rekomendasi yang perlu dipertimbangkan. Pada dasarnya, pilar kebijakan industry CPO adalah ekonomis, lingkungan fisik dan sosial budaya. Hasil penilaian resiko menunjukan bahwa beberapa indikator dari aspek ekonomis memberikan indikasi resiko cukup besar. Pengelolaan risiko untuk menjaga kinerja volume permintaan adalah pembentukan klaster industri kelapa sawit, pengembangan jaringan infrastruktur secara terintegrasi, insentif bea keluar untuk ekspor produk hilir dan produk samping, promosi, advokasi dan kampanye publik menggunakan ISPO.Pengelolaan risiko untuk menjaga kinerja kualitas CPO adalah penegakan hokum berupa disinsentif untuk pelanggar ISPO, kerjasama penelitian, diseminasi informasi yang komprehensif. Pengelolaan risiko untuk menjaga kinerja ketersediaan CPO adalah insentif kredit usaha kepada petani, diseminasi hasil inovasi teknologi, penyediaan lahan bagi petani sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, penguatan kelembagaan petani. Pengelolaan risiko untuk mengurangi dampak distorsi informasi permintaan CPO adalah penjaminan akurasi informasi melalui pendekatan berjenjang oleh lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah, respon kebijakan kontra kampanye negatif dengan memanfaatkan fakta dan hasil penelitian CPO. Pemilihan kelapa sawit sebagai komoditas strategis nasional adalah tepat dan perlu didukung bersama. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengeluarkan CPO dari daftar produk tidak ramah lingkungan perlu ditindak lanjuti dengan implementasi kebijakan ISPO yang konsisten. Dorongan untuk melakukan berbagai penelitian harus terus dilakukan untuk mendukung kebijakan kontra kapanye negative CPO Indonesia di Eropah dan Negara maju lainnya. (*) * Pusat Studi Inovasi, Universitas Andalas
Berita Terkait
PSSI tanggapi kabar penggantian Shin Tae-yong sebagai pelatih timnas
Minggu, 5 Januari 2025 13:59 Wib
Jelang Piala Asia U-20, pelatih panggil 34 pemain untuk TC di Jakarta
Minggu, 5 Januari 2025 13:56 Wib
Sabtu, mayoritas kota besar Indonesia diguyur hujan ringan-petir
Sabtu, 4 Januari 2025 7:31 Wib
Asisten pelatih respon kabar yang sebut PSSI akan ganti Shin Tae-yong
Jumat, 3 Januari 2025 13:46 Wib
Rapat Menteri BUMN dengan pimpinan sektor transportasi udara
Jumat, 3 Januari 2025 9:30 Wib
BMKG prakirakan sebagian besar Indonesia hujan ringan pada Jumat
Jumat, 3 Januari 2025 9:06 Wib
Erick sebut merger Garuda Indonesia-Pelita masuk peta jalan 6 bulan
Jumat, 3 Januari 2025 5:39 Wib
Dua maskapai milik BUMN tambah 26 pesawat di 2025
Jumat, 3 Januari 2025 5:39 Wib