Lubukbasung (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melalui Resor Agam mengimbau warga agar mengurangi aktivitas di sungai dan rawa agar tidak diserang buaya muara (crocodylus porosus) karena pada Januari-Juli merupakan masa kawin dan bertelurnya satwa itu.


"Menurut prilaku dan siklus hidup buaya muara, Januari sampai Juli merupakan musim kawin dan bertelurnya satwa itu," kata Kepala Resor Balai Konservasi Sumber Daya Alam Agam, Ade Putra di Lubukbasung, Selasa.


Ia mengatakan, buaya yang akan kawin dan bertelur cenderung akan mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya.


Terutama induk buaya yang sedang menunggui sarang telurnya, akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan mahkluk lain termasuk manusia.


"Seperti yang ditemukan di Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, Senin (25/1), dimana di lokasi tersebut ditemukan sarang telur buaya yang dijaga oleh induknya," katanya.


Sedangkan di Kabupaten Pasaman Barat, dalam dua minggu terakhir dilaporkan terjadi serangan satwa buaya terhadap manusia di Ujung Gading, Sasak dan terakhir di Kinali.


Meningkatnya interaksi antara manusia dan satwa buaya muara beberapa waktu belakangan disebabkan oleh beberapa hal.


BKSDA menyimpulkan beberapa faktor meningkatnya interaksi manusia dan buaya selain disebabkan karena lagi musim kawin dan bertelur. Beberapa faktor itu adalah adanya penyempitan habitat.


Hampir di seluruh lokasi terjadinya serangan buaya, kondisi alamnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan lahan budidaya lainnya.


Bahkan sepanjang pinggiran aliran sungai sampai dengan muara sudah ditanami dan akhirnya memaksa buaya untuk berada sepanjang waktu di dalam air.


"Tentunya hal ini mengakibatkan semakin seringnya tingkat perjumpaan buaya dengan manusia," tegasnya.


Kebiasaan manusia yang membuang sisa bahan olahan rumah tangga ke sungai dan pinggir pantai atau muara juga diduga ikut berperan menyebabkan buaya muncul.


Adanya pakan yang tersedia berasal dari sisa bahan olahan manusia seperti sisa potongan ayam, sapi, kambing lainnya yang dibuang ke dalam air menyebabkan buaya terpancing untuk muncul.


"Kejadian seperti ini ditemukan terjadi di Muara Sasak dan Muara Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat," katanya.


Selain itu aktivitas mencari ikan dengan menggunakan racun atau bius juga dapat menyebabkan buaya menjadi terganggu.


Beberapa upaya mitigasi dalam rangka pencegahan telah dilakukan seperti sosialisasi, edukasi bagi masyarakat sekitar sungai, pemasangan papan peringatan termasuk pemantauan.


Upaya itu dilakukan bersama-sama dengan pemerintah daerah dan pihak perusahaan yang berdekatan atau berbatasan dengan habitat buaya muara.


Mengantisipiasi terjadinya serangan buaya, BKSDA mengimbau warga untuk waspada dan hati-hati ketika beraktivitas di dalam sungai atau muara, tidak beraktivitas pada malam hari karena buaya merupakan satwa yang aktif pada malam hari, selain itu menghindari sungai dengan arus tenang serta tidak beraktivitas sendirian.


BKSDA mengajak warga agar mau berbagi ruang tempat hidup dengan buaya mengingat habitatnya yang semakin menyempit.


Buaya merupakan jenis satwa yang dilindungi oleh peraturan perundangan di Indonesia. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.


Perburuan oleh manusia dan serangan dari predator lainnya maupun sesama buaya merupakan ancaman terhadap kelestariannya.


Hasil pemantauan BKSDA, dari jumlah telur yang ada di alam, tingkat keberhasilan hidupnya ketika menetas hanya 25 persen, dan paling banyak hanya lima persen yang mencapai dewasa. ***2***


 

Pewarta : Yusrizal
Editor : Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2024