Padang, (ANTARA) - Sidang beragendakan penuntutan terhadap Rusma Yul Anwar yang merupakan terdakwa kasus dugaan pengrusakan lingkungan dan mangrove di Kawasan Wisata Bahari Terpadu (KWBT) Mandeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat diundur karena ketua majelis hakim sakit.
"Sidang pembacaan tuntutan memang diagendakan hari ini, namun Ketua Majelis Gustiarso sedang sakit sehingga sidang terpaksa diundur," kata Panitera Pengganti sekaligus Koordinator Keamanan Pengadilan Negeri Padang, Harry Yurino di Padang, Kamis.
Ia mengatakan sidang terhadap terdakwa yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Pesisir Selatan akan dilanjutkan pada pekan depan, Kamis (23/1).
Saat ditanyai tentang unjuk rasa oleh dua kelompok masyarakat di halaman kantor pengadilan, ia mengatakan itu hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
"Mereka ingin menyampaikan aspirasi dan kami berikan tempat, namun hal itu tidak akan berpengaruh pada putusan pengadilan, karena patokan dari putusan jelas yakni fakta serta bukti yang ada di persidangan," katanya.
Pantauan di lapangan unjuk rasa dilakukan oleh Forum Masyarakat Pecinta Lingkungan (FMPL) dan Aliansi Mahasiswa Pecinta Lingkugan Hidup Sumatera Barat.
Selain berorasi pengunjuk rasa juga menyuarakan berbagai tuntutan melalui tulisan yang isinya mendorong penerapan sanksi hukum bagi terdakwa sehingga kegiatan yang dilakoninya tidak kembali terulang.
Orator dari FMPL Davitra menegaskan, idealnya bakau tidak dibabat karena memiliki fungsi ekologis dan ekonomis bagi nelayan sehingga hakim mesti menerapkan hukum yang memberikan efek jera.
Unjuk rasa yang dikawal puluhan polisi dari Polresta Padang tersebut berakhir sekitar pukul 11.20 WIB setelah pengunjuk rasa membubarkan diri.
Persidangan yang melibatkan Rusma Yul Anwar merupakan dugaan pengrusakan hutan lindung dan perusakan mangrove di kawasan Mandeh pada 2016.
Dalam dakwaan kesatu ia dikenakan pasal 98 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara dakwaan kedua pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (*)
"Sidang pembacaan tuntutan memang diagendakan hari ini, namun Ketua Majelis Gustiarso sedang sakit sehingga sidang terpaksa diundur," kata Panitera Pengganti sekaligus Koordinator Keamanan Pengadilan Negeri Padang, Harry Yurino di Padang, Kamis.
Ia mengatakan sidang terhadap terdakwa yang juga menjabat sebagai Wakil Bupati Pesisir Selatan akan dilanjutkan pada pekan depan, Kamis (23/1).
Saat ditanyai tentang unjuk rasa oleh dua kelompok masyarakat di halaman kantor pengadilan, ia mengatakan itu hak masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
"Mereka ingin menyampaikan aspirasi dan kami berikan tempat, namun hal itu tidak akan berpengaruh pada putusan pengadilan, karena patokan dari putusan jelas yakni fakta serta bukti yang ada di persidangan," katanya.
Pantauan di lapangan unjuk rasa dilakukan oleh Forum Masyarakat Pecinta Lingkungan (FMPL) dan Aliansi Mahasiswa Pecinta Lingkugan Hidup Sumatera Barat.
Selain berorasi pengunjuk rasa juga menyuarakan berbagai tuntutan melalui tulisan yang isinya mendorong penerapan sanksi hukum bagi terdakwa sehingga kegiatan yang dilakoninya tidak kembali terulang.
Orator dari FMPL Davitra menegaskan, idealnya bakau tidak dibabat karena memiliki fungsi ekologis dan ekonomis bagi nelayan sehingga hakim mesti menerapkan hukum yang memberikan efek jera.
Unjuk rasa yang dikawal puluhan polisi dari Polresta Padang tersebut berakhir sekitar pukul 11.20 WIB setelah pengunjuk rasa membubarkan diri.
Persidangan yang melibatkan Rusma Yul Anwar merupakan dugaan pengrusakan hutan lindung dan perusakan mangrove di kawasan Mandeh pada 2016.
Dalam dakwaan kesatu ia dikenakan pasal 98 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara dakwaan kedua pasal 109 Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (*)