Bukittinggi, (Antara Sumbar) - Presiden Direktur PT Supreme Energy Supramu Santosa menyebutkan ada dua langkah yang mesti ditempuh pemerintah agar investor bersedia berinvestasi di bidang geothermal atau panas bumi.

         "Yang pertama menaikkan harga jual listrik atau pemerintah yang melakukan eksplorasi," katanya di Bukittinggi, Selasa.

         Menurut dia, nilai investasi proyek geothermal yang besar, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai pada tahap produksi dan memiliki risiko gagal yang tinggi.

         "Contohnya proyek geothermal di Solok Selatan, biaya eksplorasi murni dari Supreme Energy, sementara risiko gagal mencapai 50 persen. Kemudian, untuk mencapai pada tahap produksi membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun," katanya.

         Ia mengatakan, jika pemerintah yang melakukan eksplorasi maka swasta bisa masuk pada tahap eksploitasi.

         "Jika pola ini diterapkan, bisa saja nilai jual listrik lebih murah," ujarnya.

         Namun dengan kondisi keuangan negara saat ini hal tersebut mustahil akan bisa dilakukan pemerintah.

         "Pasti pemerintah akan mempertimbangkan, untuk kebutuhan lain, seperti membangun infrastruktur atau eksplorasi panas bumi?," ujarnya.

         Namun jika swasta yang melakukan eksplorasi harus diimbangi dengan harga listrik yang layak.

         Ia menyebutkan, sejak 2008 hingga sekarang, PT Supreme Energy Muaralabuh dengan wilayah kerja Liki Pinang Awan Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, sudah menghabiskan Rp2 triliun.

         "Jika ditotal, nilai investasinya lebih Rp7 triliun," ujarnya.

         Sementara itu, Asisten III Setdakab Solok Selatan Yul Amri mengapresiasi PT SEML sudah berinvestasi besar di Solok Selatan sehingga menggeliatkan perekonomian masyarakat setempat.

         "Kami berharap PLTP yang dikerjakan Supreme bisa mengatasi krisis listrik Solok Selatan," katanya.

         Untuk tahap awal, PT SEML menargetkan mampu memproduksi listrik sebesar 86 Mega Watt (MW). Listrik tersebut akan diproduksi pada 2019 dengan target commercial operation date pada Agustus 2019.

         Listrik sebesar 86 MW tersebut tidak seluruhnya dijual ke PLN, melainkan sebesar 6 MW akan digunakan PT SEML untuk memenuhi kebutuhan listrik mereka.  (*)
 


Pewarta : Joko Nugroho dan Erik Ifansya Akbar
Editor :
Copyright © ANTARA 2024