Jakarta, (Antara) - Ikatan Perusahaan Kapal Nasional dan Lepas
Pantai Indonesia (Iperindo) mengeluhkan persaingan industri galangan
kapal swasta nasional dengan pelaku usaha yang berada di dalam Free
Trade Zone di Batam. 

 Dewan Penasehat Iperindo Tjahjono
Roesdianto dalam dialog pengembangan sektor perkapalan di Jakarta,
Senin (6/7), mengatakan industri galangan kapal di FTZ Batam yang sedianya
diperuntukkan untuk ekspor, kini telah mengambil pangsa pasar galangan
kapal swasta nasional.

     
  "Batam adalah 'nightmare' (mimpi buruk) untuk industri perkapalan
karena Batam awalnya diciptakan untuk tujuan ekspor, yang terjadi
akhirnya malah memindahkan lokasi industri perkapalan," katanya.

        Karena statusnya yang FTZ, kapal-kapal yang dibangun di Batam terbebas dari sejumlah pajak. 
 
  Akibatnya, saat wilayah tersebut tak lagi hanya menjadi lokasi
industri perkapalan berorientasi ekspor, maka galangan kapal swasta
nasional kehilangan daya saing.

        Ditambah
lagi, saat ini hampir semua lembaga termasuk sejumlah kementerian dan
TNI memiliki kapal untuk kegiatan masing-masing.

     
  "Disparitas harganya dengan Batam itu bisa 17-20 persen. Padahal
kalau kapal itu mau dipakai di dalam negeri, harus bayar semua pajak
komponen yang dibeli dan dibangun di situ," ujarnya.

        Tjahjono menambahkan, industri perkapalan di FTZ Batam dinilai berpotensi menambah limbah dari Singapura ke Indonesia. 
 
  Pasalnya, yang terjadi saat ini adalah banyak kapal yang belum
selesai dibangun di Batam, sudah bisa mendapatkan sertifikat dari
Singapura.

     
  "Dianggapnya itu kapal dari Singapura, nantinya itu mereka minta izin
impor kapal bekas dari Singapura, padahal kapalnya belum jadi, baru
seminggu," katanya.

     
  Lebih lanjut, Tjahjono menuturkan, dua aturan tersebut dinilai tidak
sinkron sehingga timbul celah pelanggaran seperti itu.

     
  Menurut dia, hal tersebut membuat kompetisi antara galangan kapal
swasta nasional dan galangan kapal di FTZ Batam tidak adil.

     
  Oleh karena itu, Tjahjono berharap pemerintah bisa mendalami dampak
peraturan-peraturan tersebut guna mendukung perkembangan industri
perkapalan nasional.

     
  "Regulasi untuk pemberi 'order' (pesanan) harus diatur. Misal juga
ada keistimewaan harga antara Batam dan non-Batam dari sisi tender.
Tentu itu bisa lebih adil. Masalahnya yang di Batam itu bisa lebih cepat
dan murah, kita (swasta nasional) kalah saing," katanya. (*)

Pewarta : Ade Irma Junida
Editor :
Copyright © ANTARA 2024