Arus banjir yang sudah menggenangi jalan menghadang sepeda motornya. Dalam setengah menggigil akibat hujan dan dingin malam pukul 22.00 WIB, Bustanul (45) terus mengulir gas untuk mengalahkan banjir berlumpur pada Kamis (13/12) malam itu.

         Kedua kakinya menepak aspal untuk menjaga keseimbangan sambil terus mengulir gas mencoba mengalahkan banjir. Namun deras air tak mampu dia tahan. Dia bersama sepeda motornya hanyut sekitar sepuluh meter dari depan Kantor Urusan Agama Pakan Rabaa hingga SMAN 5 Solok Selatan sebelum beberapa warga memberikan pertolongan.

         "Untung ada beberapa warga menolong saya. Kalau tidak, mungkin saya bersama sepeda motor telah hanyut di sungai Batang Suliti yang saat itu sedang meluap," kata warga Sungai Pangkau ini, Minggu (17/12).

         Dibantu beberapa warga, Bustanul menepikan sepeda motor dan menaruh di tempat yang aman di MTsN Pakan Rabaa. Dia terpaksa meninggalkan sepeda motornya di sekolah tersebut karena tidak mungkin mampu melawan arus yang kian kencang dengan bersepeda motor. Ketika akan melangkahkan kaki untuk pulang, niatnya tertahan oleh banjir yang kian bertambah dan kuat.

          Dia teringat anak lelakinya, Heru (10), yang di rumah sendirian. Dengan arus yang deras, mustahil air tidak masuk ke dalam rumahnya yang berada tepat di tepi Sungai Pangkau, pikirnya.

         Setelah menunggu air surut sekitar setengah jam, Bustanul kemudian menapakan kaki menembus dingin malam dalam guyuran hujan serta air yang masih tinggi. Merabah sambil beberapa kali menghindari material yang diseret air seperti batu, kayu-kayu serta lumpur pekat, dia terus melawan arus untuk segera sampai di rumah.

         Di tengah perjalanan, sebut dia, para ibu-ibu dan anak-anak serta beberapa lelaki dengan memikul bungkusan mulai mengungsi ke masjid Sungai Pangkau. Pucat dan ketakutan tampak jelas dari wajah mereka.

         "Kalau tidak banjir, untuk sampai ke rumah dengan jalan kaki memerlukan waktu sekitar lima menit. Sementara waktu air masih naik, kira-kira setengah jam saya sampai di rumah setelah melawan deras arus banjir," ujar dia.

         Sesampainya di rumah, pintu sudah terbuka karena diterjang banjir. Air bah yang berasal dari bukit, langsung menerjang rumahnya yang terletak tepat di kelokan sungai. Kira-kira tingginya mencapai pinggul. Bustanul melihatnya terperangah. Dengan tenaga yang tersisa, dia bergegas lari untuk mencari Heru. Selamat atau tidak.

         "Heruuuu...." panggilnya saat sampai di depan pintu.

         Namun tak ada sahutan.

         "Heruuuu... Dima waang (dimana kamu)," panggilnya lagi, tapi tetap tak ada sahutnya.

         Dia masuk ke rumah dengan perasaan campur aduk antara was-was, takut, sedih dan bingung karena mendapati lumpur telah memenuhi ruang tengah, kamar serta dapur. Semua perlengkapan rumah hanyut dan tertimbun lumpur, termasuk sepeda motornya serta komputer, pakaian, televisi. Isi rumah seluruhnya tertimbun lumpur dan sudah ada satupun yang bisa diselamatkan lagi. Dan Heru masih tidak terlihat.

         Dicarinya ke atas rumah, Heru tak jua ada. Dia tanya ke tetangganya, mereka mengaku tidak melihatnya. Ditatapnya arus sungai yang kian bertambah tinggi dan deras menghanyutkan kayu-kayu gelondongan dan bebatuan.

         Tak terbayangkan olehnya jika Heru terseret arus sungai. Dengan arus sungai yang sekuat itu, mungkingkah Heru akan selamat? Bustanul terus melantunkan doa agar tidak terjadi apa-apa pada si buah hati. Seiring hujan yang masih membasahi bumi, pedih hatinya menciptakan air mata.

         "Saya tak tahu lagi mesti mencarinya kemana. Karena waktu itu air belum surut dan masih kencang. Sementara material yang dibawa banjir kian banyak. Perasaan saya campur aduk antara sedih, bingung, takut," ungkapnya.

         Ketika dia di dalam ketidakberdayaan, tiba-tiba terdengar suara panggilan begitu dikenalnya. Sangat dekat sekali. Saat itu, sebut dia, dia masih belum merasa bahwa itu suara Heru karena ketakutan yang masih membelenggu. "Sehingga yang ada antara ada dan tiada," sebut dia.

         Dia kembali mendengar suara panggilan itu. Setelah mencari-cari, Bustanul yang mendapati Heru sudah di seberang sungai dengan kondisi basah kuyup. Melihat Heru selamat, dia bergegas lari ke arah anaknya.

         Saat banjir baru datang, kata dia, Heru bersama kawannya Alim menyelamatkan diri ke sawah di seberang sungai yang tidak diterjang banjir.

         "Biarlah isi rumah hanyut, yang penting anak saya selamat," tukasnya.

         Bustanul menyebutkan, air bah Sungai Pangkau tertahan oleh tumpukan kayu gelondongan serta batu-batu besar yang dibawa banjir yang tersangku jembatan utama, yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya.

         "Seandainya air tidak tertahan oleh tumpukan kayu dan bebatuan yang tersangkut jembatan, mungkin rumah saya hancur oleh batu-batu sebesar kerbau serta kayu-kayu besar yang dibawa banjir," ujarnya.

         Akibat banjir tersebut ratusan rumah di Sungai Pangkau Nagari Pakan Rabaa Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh terendam lumpur. Tinggi lumpur mencapai satu meter lebih.

         Banjir bandang tidak saja melanda Sungai Pangkua, tetapi juga Jorong Manggih, Pinti Kayu Nagari, Nagari Pakan Rabaa Timur yang berjarak sekitar setengah jam.

         Di Pinti Kayu, dua orang dinyatakan hilang terseret arus sungai Ngalau Bawah atas nama Sansinan (75) dan Muwarni (38), yang merupakan ibu dan anak.

         Mereka hanyut saat akan memberitahu menantunya, Amra, kalau banjir sudah meninggi. Namun sayang, sebelumnya mereka sampai di rumah Amra, banjir menyeret mereka.

         Pada hari Sabtu (15/12) pagi, jasad Muwarni ditemukan oleh seorang warga yang akan pergi ke ladang dalam kondisi tidak bernyawa lagi dengan posisi telungkup. Dia ditemukan dalam jarak enam jam dari lokasi hanyutnya dengan berjalan kaki atau sekitar 17 kilometer. Sementara jasad Sansinan masih dalam pencarian.

         Banjir yang terjadi pada Kamis (13/12) malam sampai Jumat (14/12) dini hari itu merusak 56 hektare tanaman padi yang baru berumur sekitar 7 sampai 25 hari sehingga tidak bisa dipanen atau puso.

         Sekretaris Dinas Pertanian Peternakan Perikanan Kabupaten Solok Selatan Del Irwan, menyebutkan, tanaman padi yang puso terdapat di tiga lokasi di Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh yakni Sungai Pangkua seluas 50 hektare, Sapan Salak lima hektare dan Panduang satu hektare.

         Sawah yang puso terbenam lumpur mencapai 50 centimeter dan terjangan bebatuan serta kayu-kayu gelondongan.

         Selain mengalami puso, setidaknya 30 hektare lebih sawah tergenang air dan lumpur. Sawah-sawah yang terkena dampak banjir tersebut dikelola oleh 10 kelompok tani.

         Banjir akibat hujan deras yang terjadi sejak Kamis (13/12) sore itu merusak lima jaringan irigasi desa di Pakan Rabaa dengan kondisi rusak parah dan satu hektare kolam ikan masyarakat serta juga sungai dan jalan.   

Penebangan Hutan 

    Banjir yang menimbulkan kerugian lebih dari Rp9 miliar itu, menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Solok Selatan Fachril Murad akibat penebangan hutan yang terjadi puluhan tahun yang lalu. Pernyataan ini dibuktikan dengan banyaknya kayu gelondongan yang terseret banjir dengan kondisi sudah lapuk kendati masih terlihat utuh.

         Berbeda dengan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Solok Selatan Tri Handoyo Gunardi. Dia membantah kalau banjir bandang itu karena pembalakan liar.

         "Memang banyak kayu yang terbawa oleh banjir bandang, tetapi sekalian dengan akarnya dan bukan karena pembalakan liar," sebut dia.

         Dia mengatakan, berdasarkan analisa sementara, banjir bandang tersebut terjadi karena hujan lebat terus menerus di hulu sungai yang menyebabkan tanah tidak mampu lagi menyerap air.

         Akibat besarnya volume air yang tidak mampu diserap, tanah runtuh dan otomatis kayu termasuk yang berukuran besar tumbang ke arah sungai. Hal itu mengakibatkan terjadinya danau-danau kecil di bagian hulu.

         "Karena hujan lebat terus menerus, reruntuhan tanah dan kayu tidak bisa menahan air dan hanyut sehingga terjadi banjir bandang," jelasnya.

         Meskipun demikian, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria meminta warga melaporkan jika melihat adanya pembalakan liar.

         "Jika memang ada warga yang melihat (pembalakan liar), segera laporkan ke saya atau ke kanto polisi terdekat," tukasnya.

         Dia pun mengajak warga setempat untuk menjaga dan melestarikan hutan agar anak dan cucu tidak menerima musibah dari kerakusan kita saat ini.

         "Mari kita jaga dan lestarikan hutan, agar anak dan cucu tidak menerima musibah bencana alam," ajak Bupati. (*)


Pewarta : 172
Editor :
Copyright © ANTARA 2024