Padang (ANTARA) - Lembaga survei Sumatra Barat Leadership Forum (SBLF) merilis hasil survei elektabilitas calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah-Vasko Ruseimy dan Epyardi Asda-Ekos Albar, Kamis (21/11/2024). Berdasarkan hasil survei itu, elektabilitas Mahyeldi-Vasko 75,20 persen, sedangkan elektabilitas Epyardi-Ekos 19,38 persen. Adapun 4,97 persen responden belum menentukan atau masih merahasiakan pilihan.
Dikutip dari “SBLF rilis hasil survei, Mahyeldi-Vasko unggul jauh dari Epyardi-Ekos” (Sumbar.antaranews.com, 22 November 2024), SBLF melakukan survei itu pada 16-21 November 2024. Lembaga tersebut melakukan survei secara tatap muka dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan melibatkan 2.000 responden di 19 kabupaten dan kota di Sumbar. Margin of error survei itu sebesar 2,7 persen.
SBLF merilis survei tersebut pada 21 November 2024, sebagaimana yang terdapat dalam berita Antaranews.com tersebut: “Hasil survei seminggu jelang pencoblosan ini mengindikasikan pasangan Mahyeldi-Vasco berpotensi menyapu bersih kemenangan di seluruh Kabupaten Kota,” ujar Direktur Eksekutif SBLF, Edo Andrefson, Kamis (21/11).
Juru bicara tim pemenangan Epyardi-Ekos, Ade Edward, menyebut hasil survei tersebut tidak masuk akal dengan beberapa alasan. Pertama, survei tersebut melibatkan 2.000 responden, tetapi waktu mengumpulkan data lapangannya hanya lima hari (16-21 November 2024). Ade mengatakan bahwa lembaga survei yang kredibel dan valid selalu membutuhkan waktu mengumpulkan data lapangan minimal sepuluh hari.
“Untuk menjalankan satu kuesioner ke satu responden yang dipilih dengan mengikuti metodologi merupakan pekerjaan yang rumit. Jadi, kalau pengambilan sampel datanya cepat seperti itu, hanya lima hari, bisa saja surveyor mengisi kuesioner di kedai kopi,” ujarnya di Padang, Jumat (22/11/2024).
Kedua, tanggal 21 November hari terakhir data hasil surveinya masuk, tetapi SBLF langsung merilis beritanya. Ade mengatakan bahwa untuk memasukkan dan menganalisis data survei dibutuhkan waktu dan diskusi peneliti yang komprehensif. Karena itu, ia menganggap hasil survei tersebut tidak dapat dipercaya.
Selain itu, Ade meragukan bahwa SBLF menurunkan tim survei di 19 kabupaten dan kota di Sumbar. Pihaknya sudah memeriksa izin penelitian survei tersebut di portal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumbar, tetapi tidak menemukan izin penelitian survei tersebut. Ade menyebut bahwa informasi di portal dinas itu bisa diakses siapa saja yang ingin melakukan penelitian di Sumbar.
Terakhir, kata Ade, SBLF bukan anggota Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Ia menjelaskan bahwa Persepi adalah perkumpulan lembaga-lembaga survei ternama dan kredibel.
“Kelas lembaga surveinya tinggi-tinggi. Sulit bagi lembaga survei untuk bergabung dengan Persepi sebagai anggota. Selain itu, Persepi mengaudit hasil survei anggotanya melalui dewan etik dengan SOP yang ketat. Belum lama ini ada lembaga survei yang keluar dari Persepi setelah hasil surveinya diaudit, dan ada lembaga survei yang keluar dari Persepi ketika hasil surveinya akan diaudit. Di Sumbar hanya ada dua lembaga survei yang bergabung dengan Persepi, yaitu Polstra Research & Consulting dan Spektrum Politika Institute,” tutur Ade.
Ade percaya bahwa masyarakat Sumbar tidak percaya terhadap hasil survei SBLF tersebut karena masyarakat Sumbar sudah cerdas sehingga bisa menilai hasil survei yang masuk akal dan yang tidak masuk akal.*