Phnom Penh, (ANTARA) - Pemimpin oposisi Kamboja Kem Sokha, Jumat, divonis 27 tahun hukuman penjara karena tuduhan pengkhianatan, sehingga merupakan pukulan lagi kepada kekuatan prodemokrasi negara tersebut yang sudah tersudut.
Mantan Ketua Partai Penyelamat Nasional Kamboja yang sekarang sudah bubar itu, ditangkap aparat pada September 2017 di rumahnya di Phnom Penh.
Penangkapan tersebut dilakukan dengan tuduhan bahwa pria berusia 69 tahun itu berusaha menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Hun Sen, yang telah berkuasa sejak 1985.
Kem Sokha menyangkal tuduhan tersebut, mengatakan bahwa ia tidak berkonspirasi dengan kekuatan asing.
Persidangannya dimulai pada 15 Januari 2020, dan memerlukan waktu lebih tiga tahun bagi Pengadilan Kota Phnom Penh dengan melewati puluhan sesi sidang sebelum hakim ketua Kouy Sao menjatuhkan putusan tersebut.
"Saya harap pengadilan akan membatalkan dakwaan terhadap saya sehingga kita bisa mencapai rekonsiliasi nasional dan persatuan nasional," kata Kem Sokha sebelumnya.
Jaksa mengajukan klip video pendek sebagai bukti dugaan kolusi Kem Sokha dengan kekuatan asing.
Klip video itu memperlihatkan Kem Sokha yang berkata pada pendukung partai di Australia pada 2013 bahwa ia telah menerima saran dari Washington tentang membangun gerakan oposisi.
Kem Sokha dan tim pembelanya berulang kali berargumen bahwa bukti rekaman video seharusnya ditampilkan secara lengkap, bukan klip yang diedit.
Mengenai kasus tersebut, Dubes Amerika Serikat untuk Kamboja Patrick Murphy mengatakan bahwa ia "terganggu" dengan tuduhan yang dibuat terhadap Washington.
Jaksa dan pengacara yang mewakili pemerintah tidak menyebutkan nama negara asing yang diduga terlibat.
Menyusul penangkapannya, partai oposisi Kem Sokha dibubarkan paksa pada November 2017. Pada pemilihan majelis rendah bulan Juli 2018, Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa memenangkan semua 125 kursi, memungkinkan Hun Sen untuk memperpanjang kekuasaannya selama lima tahun lagi. (*)