Kejagung: performa penindakan kasus sejalan dengan tindakan humanis

id Kejaksaan Agung RI,Burhanuddin ST ,Kejari Padang,Berita sumbar,Berita padang

Kejagung: performa penindakan kasus sejalan dengan tindakan humanis

Jaksa Agung RI Burhanuddin ST saat melakukan kunjungan kerja ke Kejari Padang, Sumbar, Kamis (28/7). ANTARA/FathulAbdi

Padang (ANTARA) - Kejaksaan Agung RI menyatakan performa penindakan kasus-kasus dugaan korupsi yang dilakukan pihaknya belakangan ini hingga berhasil menarik apresiasi publik, tetap dibarengi dengan tindakan-tindakan humanis terhadap masyarakat.

"Kejagung terus mengungkap serta memroses kasus-kasus dugaan korupsi yang telah merugikan negara, namun demikian tindakan humanis juga tetap kami laksanakan terhadap masyarakat," kata Jaksa Agung Burhanuddin ST melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, dihubungi dari Padang, Jumat.

Ia mengatakan beberapa kasus yang telah diungkap serta ditangani pihaknya saat ini adalah dugaan korupsi terkait lahan sawit PT Duta Palma di Kabupaten Indragiri Hulu dengan dugaan kerugian negara Rp 78 triliun, dugaan korupsi pengadaan pesawat Garuda Indonesia.

Kemudian dugaan korupsi terkait pengadaan tower transmisi oleh PT PLN pada 2016, dan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng periode tahun 2021-2022.

"Kasus-kasus yang sedang ditangani terus kami proses untuk dituntaskan hingga nanti berkekuatan hukum tetap (inkrah), beberapa kasus telah sampai ke pengadilan" tegasnya.

Sedangkan di samping pengungkapan-pengungkapan kasus, lanjutnya, Kejagung juga terus melaksanakan penghentian penuntutan kasus tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

Hingga akhir Juli 2022, tercatat setidaknya ada 1.400 perkara pidana yang telah dihentikan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Ketentuan tersebut diharapkan dapat digunakan Jaksa untuk melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai.

Ia menjelaskan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif bisa dilaksanakan selagi memenuhi syarat dan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020.

Beberapa di antaranya adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun.

Kemudian tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000.

"Dalam menghentikan penuntutan kami juga memerhatikan kepentingan korban, penghindaran stigma negatif bagi pelaku, respons masyarakat dan kepatutan, serta ketertiban umum," jelasnya.

Ia menegaskan bahwa Kejagung akan terus meningkatkan kinerja yang tengah dilakukan pihaknya, termasuk jajaran di Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) yang ada di daerah.

Jaksa Agung juga telah mengarahkan agar setiap jajaran meningkatkan kinerjanya dimana Kejati diminta untuk mengungkap lima kasus dugaan korupsi dalam satu tahun, sedangkan Kejari tiga kasus.

"Arahan ini akan menjadi bahan evaluasi pada akhir tahun nanti untuk mengukur kinerja para Kajati serta Kajari di seluruh wilayah Indonesia," jelasnya.