Sijunjung (ANTARA) - Mendung yang menggelayuti langit Nagari Solok Ambah Kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, Kamis (7/4) menjelang magrib, seakan tidak sabar untuk menurunkan hujan.
Saat bedug berbunyi dan adzan magrib berkumandang dibawa sayup-sayup angin dari pinggang perbukitan, rintik benar-benar runtuh membasahi tanah. Membasahi dahaga puasa Ramadhan 1443 Hijriah hari ke-6.
Hujan adalah rahmat, tentu saja. Tapi hujan hari ini membuat gamang, karena hari ini adalah hari bersejarah bagi masyarakat Solok Ampah. Hari ini gubernur akan mengunjungi daerah itu. Berbuka puasa bersama masyarakat. Sholat Isya dan Taraweh bersama warga nagari.
Kedatangan gubernur ke daerah sebenarnya bukan hal yang istimewa. Sebagai kepala daerah, gubernur berkewajiban melihat dan bersilaturahmi dengan masyarakatnya. Tapi bagi warga Solok Ambah, kedatangan seorang gubernur bukanlah hal yang biasa.
Sejak Indonesia merdeka, sejak nagari diteroka oleh nenek moyang mereka, baru kali ini tanah daerah itu diinjak oleh kaki seorang gubernur. Maka bagi mereka, hari itu adalah sebuah sejarah. Cerita yang tidak akan selesai untuk beberapa bulan ke depan. Dalam senda gurau lepau-lepau, bahkan saat lebaran menyambut pulang para perantau.
Malam itu rintik tidak menjadi hujan. Hanya meninggalkan kesiur angin yang gigil. Maka Masjid Baitul Karim yang dikunjungi gubernur bersama Tim Safari Ramadhan Sumbar penuh sesak. Jamaah melimpah ruah hingga luar masjid yang tengah dalam pemugaran. Sebagian malah tidak dapat tempat sekadar untuk sholat.
Begitulah. Semua seakan ingin menjadi saksi sejarah saat seorang pemimpin datang untuk pertama kali dan mungkin saja untuk terakhir kali ke nagari tempat tumpah darah mereka. Sejarah yang mungkin saja menyemai mimpi di dada anak-anak mereka. Mimpi yang tumbuh menjadi bara cita-cita, menjadi seorang pemimpin.
"Inilah Nagari Solok Ambah. Daerah dengan 3.351 jiwa, 995 Kepala Keluarga dan 351 KK miskin, Pak Gubernur," kata Wali Nagari Solok Ambah, Husni Thamrin.
Nagari dengan lima jorong tersebut memang agak tersuruk di dalam kawasan hutan lindung, yang membuatnya sulit berkembang. Ditambah lagi satu-satunya akses jalan keluar masuk bagi masyarakat Solok Ambah benar-benar tidak biasa.
Jalan itu mendaki bukit curam dengan jalan model zig zag sehingga terbentuk tiga tikungan sangat sempit dengan sudut 45 derajat. Setengah meter dari tikungan maut itu, jurang menunggu setinggi belasan meter. Jika sedang malang, mobil tidak sanggup mendaki dan menaklukkan tikungan dengan sudut sangat sempit itu, maut tantangannya.
Mobil 4 WD pun sulit melewati. Kesulitan itu akan bertambah beberapa kali lipat saat hujan. Jalan rabat beton itu menjadi licin sehingga potensi terguling ke jurang semakin besar.
Salah satu mobil rombongan gubernur merasakan ngerinya tikungan sempit dan mendaki curam itu. Beberapa kali upaya untuk bisa naik selalu gagal. Ban belakang mobil selalu menggasing. Beberapa kali mobil itu terpaksa harus mundur mencoba mencari momentum. Mencoba mendaki, tapi tidak sanggup, mundur lagi. Detak jantung sopir berpacu kencang. Adrenalin terperas hingga tetes terakhir karena di belakang tikungan itu adalah jurang belasan meter. Jika malang datang, nyawa tantangannya.
Hanya dengan bantuan sopir dari masyarakat setempat dan di dorong bersama-sama, mobil itu akhirnya bisa naik hingga sampai ke atas.
Saat menurun, kejadian horor terulang lagi. Putaran stir tidak cukup untuk menaklukkan tikungan 45 derajat itu. Kepala mobil tersangkut di pagar yang memisahkan jalan dengan jurang. Masyarakat setempat harus turun tangan lagi, mendorong mundur mobil sehingga putaran stir bisa untuk melewati tikungan. Kalau tidak ada pertolongan masyarakat, entah apa yang terjadi.
Tapi siapa yang menyangka di atas tanjakan yang merontokkan nyali itu ternyata terhampar sebuah nagari elok nan datar, hijau oleh hamparan padi yang membentang luas hingga ke pinggang perbukitan.
"Potensi nagari ini sebenarnya sangat besar Pak Gubernur. Tapi kami tidak punya akses jalan yang memadai. Satu-satunya jalan keluar sangat berbahaya untuk dilewati oleh kendaraan yang membawa hasil bumi. Ini membuat nagari ini sulit berkembang dan tingkat kemiskinan cukup tinggi," ungkap Wali Nagari.
Ia mengadukan nasib yang memasung masyarakatnya pada orang nomor satu di Sumbar itu. Aji mumpung. Entah kapan lagi Gubernur akan datang ke kampung mereka.
"Mimpi kami sederhana saja yaitu akses jalan yang "biasa". Yang bisa dilewati semua kendaraan terutama pembawa hasil bumi," katanya.
Mimpi pembangunan jalan "biasa" tersebut sudah seringkali diusulkan untuk dibuatkan jalur alternatif yang lebih ramah. Namun karena berada dalam kawasan hutan lindung, upaya itu selalu terbentur aturan.
"Jalur yang lebih landai sebenarnya ada. Jalur itu yang dilewati oleh orang-orang tua kami dulu dengan berjalan kaki. Tembus di Kecamatan Tanjung Gadang. Tapi jalur itu berada dalam kawasan hutan lindung," katanya.
Bupati Sijunjung Benny Dwipa Yuswir menyebut sekitar 70 persen wilayah Solok Ambah memang berada dalam kawasan hutan lindung. Hal itu dalam beberapa hal memang menjadi kendala dalam pengembangan nagari.
Namun dalam beberapa waktu terakhir dengan mekanisme perhutanan sosial, banyak kawasan yang sudah bisa dimanfaatkan. Ia berharap ke depan, jalan yang diidam-idamkan oleh masyarakat bisa terwujud.
Gubernur Sumbar Mahyeldi mengakui beratnya medan dari satu-satunya akses jalan keluar masuk Solok Ambah. Dari beberapa daerah terisolir yang ia kunjungi, jalan di situ adalah salah satu yang terberat. Bahkan sopir-sopir Pemprov Sumbar yang berpengalaman melintasi medan ektrem tidak hanya di Sumbar tetapi juga di Pulau Sumatera bahkan Jawa Bali dibuat keder oleh akses jalan Solok Ambah itu.
Namun alih fungsi hutan lindung menjadi jalan umum tidak bisa putus di tingkat provinsi saja, harus berkonsultasi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Ini menjadi salah satu catatan penting kita dalam kunjungan ini dan segera ditindaklanjuti karena akses jalan adalah urat nadi perekonomian. Tidak ada jalan yang layak, berarti menghambat perkembangan potensi nagari. Pada akhirnya akan berpengaruh pada tingkat kemiskinan," kata Mahyeldi.
Soal hutan, meskipun bisa menjadi kendala tetapi potensinya juga sangat besar untuk dikembangkan misalnya dengan skema perhutanan sosial atau Hutan Kemasyarakatan. Hutan bisa dimanfaatkan untuk peternakan lebah galo-galo yang bisa menghasilkan madu.
Bisa dimanfaatkan untuk potensi lain seperti pariwisata dan banyak lagi. Jadi hutan tidak harus dipandang sebagai penghalang tetapi malah sebuah kesempatan besar untuk mengembangkan nagari.
Kalau dilihat komposisi desa dan nagari di Sumbar, sekitar 81 persen berada di lingkungan hutan. Jika bisa memanfaatkannya, itu akan menjadi berkah yang tidak terhingga.
Dalam kunjungan itu Gubernur juga menyerahkan bantuan kepada Masjid Baitul Karim total Rp70 juta, diantaranya dari Bank Nagari, PT Semen Padang, Kanwil Kemenag dan Pemprov Sumbar.*