Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, pada Selasa pagi, tak bergerak alias stagnan meski diperkirakan menguat seiring membaiknya sentimen pasar terhadap aset berisiko sejak semalam.
Rupiah tak bergerak stagnan dari posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya, yakni Rp14.360 per dolar AS.
"Penurunan harga minyak mentah memperbaiki sentimen pasar menjadi lebih positif terhadap aset berisiko," kata Analis Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Adapun penurunan harga minyak meredakan kekhawatiran terhadap inflasi yang tidak terkendali.
Ariston menilai lockdown kota Shanghai, Tiongkok karena COVID-19 membantu penurunan harga minyak mentah karena potensi penurunan permintaan komoditas tersebut.
Selain itu, pasar juga menantikan perundingan perdamaian antara Ukraina dan Rusia di Istanbul, Turki, hari Selasa ini.
"Ukraina sudah menyiapkan proposal perdamaian. Pasar menunggu penawaran dari Rusia," katanya.
Bila hasil perundingan mendekati ke arah perdamaian, ia memperkirakan harga aset berisiko bisa menguat lagi.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah dan emerging markets masih dalam tekanan dari prospek kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat yang agresif, sehingga bisa menahan penguatan mata uang Garuda terhadap dolar AS hari ini.
Hal tersebut didukung dengan belum adanya sentimen baru dari dalam negeri dan pelonggaran aktivitas ekonomi serta prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mendukung penguatan rupiah.
Dengan demikian, Ariston memprediksikan rupiah berpotensi menguat ke arah Rp14.320 per dolar AS sampai Rp14.330 per dolar AS hari ini, dengan potensi pelemahan ke kisaran Rp14.380 per dolar AS.
Pada Senin (28/3) lalu, rupiah ditutup melemah 14 poin atau 0,1 persen ke level Rp14.360 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.346 per dolar AS.