Ahli Psikososial UNP : Masyarakat harus objektif menilai vaksin COVID-19
Kalau mau mencerdaskan ayo adakan diskusi ilmiah tentang apa dampak baik dan buruknya dari vaksin itu dengan mempelajari secara ilmiah,
Padang (ANTARA) - Ahli Psikososial Universitas Negeri Padang (UNP) Dr Mardianto mengajak masyarakat bersikap objektif menyikapi isu yang beredar di media sosial mengenai vaksin COVID-19 agar tidak timbul keraguan.
"Masyarakat perlu menyikapi secara lebih objektif, tidak perlu stres dan cemas karena ada jaminan dari pemerintah," kata dia saat dihubungi dari Padang via telepon, Selasa.
Ia menilai terjadinya kontroversi mengenai vaksin ini salah satunya juga disebabkan oleh media sosial. Jika dulu informasi terbatas dari media mainstream saja namun sekarang banyak media sosial yang membuat informasi beragam dan memberikan peluang orang semakin bingung untuk menilai mana yang benar dan salah.
Untuk mendapatkan pemahaman yang bebas dari hoax maka masyarakat bisa membaca artikel tentang vaksin yang memang berasal dari situs milik kesehatan dan tidak memprovokasi masyarakat untuk tidak mau divaksin karena hal itu tidak mencerdaskan.
"Kalau mau mencerdaskan ayo adakan diskusi ilmiah tentang apa dampak baik dan buruknya dari vaksin itu dengan mempelajari secara ilmiah," kata dosen yang menamatkan S3 Psikologi Pendidikan di Universitas Negeri Malang itu.
Dalam hubungan internasional maka sikap pemerintah untuk melakukan vaksin, menurutnya sudah benar namun jika menerapkan denda maka hal itu akan berkenaan dengan HAM.
Ketika masyarakat tidak setuju dengan vaksin maka akan ada masalah juga dengan HAM jadi pemerintah tidak bisa memaksakan tapi disisi lain pemerintah juga perlu melakukan ini dalam kaitan hubungan internasional.
Ia menambahkan solusinya adalah pemerintah harus bisa membangun kepercayaan pada masyarakat dan transparan mengenai kandungan, dan dampak dari vaksin itu, jangan sampai masyarakat takut dengan vaksin hanya karena isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut dia, pemerintah ingin menunjukkan pada masyarakat internasional bahwa Indonesia serius menangani pandemi ini. Tidak hanya Indonesia, masing-masing negara berusaha menunjukkan upayanya dalam penanganan pandemi ini.
"Di satu sisi pemerintah memaksa tapi disisi lain takut ada HAM maka pilihan terbaik untuk masyarakat adalah menerima saja selama ada jaminan dari pemerintah baik dari BPOM dan MUI serta bersikap transparan," ujarnya.
Selain itu, para tokoh masyarakat seperti presiden dan gubernur juga sudah melakukan vaksin dan masyarakat tidak perlu menolak dan tidak perlu juga euforia bahwa dengan adanya vaksin masalah akan selesai, cukup disikapi dengan tenang saja.
Ia menyebutkan pemberian vaksin ini juga ada yang menyebutkan hanya efek plasebo atau obat semu saja. Akan tetapi hal itu kembali pada daya tahan tubuh, ada obat yang menyembuhkan ada yang tidak.
"Ada fenomena bahwa yang disuntikkan bukan vaksin tapi obat semu yang memberikan efek plasebo, menyebabkan orang percaya diri dan yakin bahwa orang yang sudah divaksin tidak akan terserang COVID-19," ujarnya.
Pesan yang ia maksud adalah orang yang di vaksin jangan terlalu euforia dan menganggap tidak akan tertular COVID-19 sebab itu hanya efek plasebo dan meningkatkan daya tahan tubuh.
"Secara psikologis orang yang percaya diri, tenang, dan bahagia imunnya akan semakin kuat. Saya minta masyarakat cerdas secara psikologi tidak emosional menanggapi vaksinasi," tambahnya.
"Masyarakat perlu menyikapi secara lebih objektif, tidak perlu stres dan cemas karena ada jaminan dari pemerintah," kata dia saat dihubungi dari Padang via telepon, Selasa.
Ia menilai terjadinya kontroversi mengenai vaksin ini salah satunya juga disebabkan oleh media sosial. Jika dulu informasi terbatas dari media mainstream saja namun sekarang banyak media sosial yang membuat informasi beragam dan memberikan peluang orang semakin bingung untuk menilai mana yang benar dan salah.
Untuk mendapatkan pemahaman yang bebas dari hoax maka masyarakat bisa membaca artikel tentang vaksin yang memang berasal dari situs milik kesehatan dan tidak memprovokasi masyarakat untuk tidak mau divaksin karena hal itu tidak mencerdaskan.
"Kalau mau mencerdaskan ayo adakan diskusi ilmiah tentang apa dampak baik dan buruknya dari vaksin itu dengan mempelajari secara ilmiah," kata dosen yang menamatkan S3 Psikologi Pendidikan di Universitas Negeri Malang itu.
Dalam hubungan internasional maka sikap pemerintah untuk melakukan vaksin, menurutnya sudah benar namun jika menerapkan denda maka hal itu akan berkenaan dengan HAM.
Ketika masyarakat tidak setuju dengan vaksin maka akan ada masalah juga dengan HAM jadi pemerintah tidak bisa memaksakan tapi disisi lain pemerintah juga perlu melakukan ini dalam kaitan hubungan internasional.
Ia menambahkan solusinya adalah pemerintah harus bisa membangun kepercayaan pada masyarakat dan transparan mengenai kandungan, dan dampak dari vaksin itu, jangan sampai masyarakat takut dengan vaksin hanya karena isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut dia, pemerintah ingin menunjukkan pada masyarakat internasional bahwa Indonesia serius menangani pandemi ini. Tidak hanya Indonesia, masing-masing negara berusaha menunjukkan upayanya dalam penanganan pandemi ini.
"Di satu sisi pemerintah memaksa tapi disisi lain takut ada HAM maka pilihan terbaik untuk masyarakat adalah menerima saja selama ada jaminan dari pemerintah baik dari BPOM dan MUI serta bersikap transparan," ujarnya.
Selain itu, para tokoh masyarakat seperti presiden dan gubernur juga sudah melakukan vaksin dan masyarakat tidak perlu menolak dan tidak perlu juga euforia bahwa dengan adanya vaksin masalah akan selesai, cukup disikapi dengan tenang saja.
Ia menyebutkan pemberian vaksin ini juga ada yang menyebutkan hanya efek plasebo atau obat semu saja. Akan tetapi hal itu kembali pada daya tahan tubuh, ada obat yang menyembuhkan ada yang tidak.
"Ada fenomena bahwa yang disuntikkan bukan vaksin tapi obat semu yang memberikan efek plasebo, menyebabkan orang percaya diri dan yakin bahwa orang yang sudah divaksin tidak akan terserang COVID-19," ujarnya.
Pesan yang ia maksud adalah orang yang di vaksin jangan terlalu euforia dan menganggap tidak akan tertular COVID-19 sebab itu hanya efek plasebo dan meningkatkan daya tahan tubuh.
"Secara psikologis orang yang percaya diri, tenang, dan bahagia imunnya akan semakin kuat. Saya minta masyarakat cerdas secara psikologi tidak emosional menanggapi vaksinasi," tambahnya.