Jakarta, (ANTARA) - Juru bicara (jubir) pemerintah pada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan sakit itu merupakan pilihan tetapi untuk sehat menjadi kewajiban terhadap masyarakat yang masih belum mematuhi protokol kesehatan pencegahan COVID-19.
"Harus diyakini sakit itu pilihan, karena yang wajib itu sehat," kata Achmad Yurianto saat berbincang dengan ANTARA di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis.
Menurut dia, karena jika ada yang memilih tidak mengikuti protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dan ternyata menjadi sakit itu menjadi wajar karena tidak patuh. Tertular virus corona tipe baru bukan takdir, tapi karena ada orang yang memilih cara hidup yang kemudian menyebabkan dia sakit.
"Dia milih enggak pakai masker, dia memilih enggak cuci tangan, dia memilih enggak jaga jarak. Karena seharusnya kita wajib pakai masker, wajib jaga jarak, wajib cuci tangan, karena kita menyadari kita wajib sehat," kata dokter yang akrab disapa Yuri itu.
Masyarakat, menurut dia, perlu menyadari jika tidak sehat maka hidup mereka menjadi tidak produktif. Dan bagi kepala keluarga tentu artinya tidak bisa menafkahi keluarganya yang seharusnya memang itu merupakan kewajiban.
"Oleh karena itu, mari kita pahami betul ini masalah bersama. Hanya kita yang bisa menyelesaikan masalah ini. Tidak sulit, patuhi protokol kesehatan," ujar Yuri.
Ia mengatakan tidak bisa berandai-andai kapan pandemi COVID-19 bisa mereda di Indonesia, karena tidak bisa pula berharap semua rakyat Indonesia langsung patuh.
Menurut Yuri, pembelajaran dari pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bisa didapat, di mata masyarakat upaya itu masih dianggap sebagai alatnya pemerintah untuk mengendalikan masyarakat. Yang terjadi ketika tidak ada yang mengawasi tidak ada masyarakat justru sembunyi-sembunyi melanggar.
"Yang kita inginkan sekarang, PSBB atau protokol kesehatan itu adalah alatnya masyarakat, orang per orang agar tidak sakit. Jadi saya pakai masker bukan karena takut didenda, pakai masker karena takut diawasi Pamong Praja, pakai masker itu memang karena kita butuh supaya tidak ketularan," kata Yuri.
Tidak pula orang berjauhan karena merasa takut didenda, bukan karena takut diawasi aparat, tetapi ia mengatakan karena memang menyadari tidak ingin tertular SARS-CoV-2 penyebab penyakit COVID-19.
Yuri yang juga merupakan Direktur Jenderal Pecegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan mengatakan Indonesia pernah punya pengalaman perubahan budaya pada waktu belajar antre. "Mungkin kalau dulu saya mulai antre duluan kawan saya bilang ngapain antre nanti enggak kebagian. Kan gitu. Tapi sekarang coba ada satu orang enggak antre pasti semua kan marah. Jadi memang perlu waktu berubah". (*)
Berita Terkait
Pasien COVID-19 yang sembuh 789 orang, positif bertambah 1.385 orang
Rabu, 1 Juli 2020 16:43 Wib
Juru bicara: 70 persen pasien COVID-19 miliki keluhan minimal
Sabtu, 20 Juni 2020 13:53 Wib
Update - Kasus positif COVID-19 tambah 1.241, pasien sembuh meningkat 715 orang
Rabu, 10 Juni 2020 16:26 Wib
Update - Pasien sembuh dari COVID-19 terus bertambah 471 jadi 8.406 orang
Rabu, 3 Juni 2020 16:56 Wib
Update - Pasien sembuh dari COVID-19 bertambah 329 orang
Senin, 1 Juni 2020 16:42 Wib
Kasus positif COVID-19 bertambah 678 jadi 25.216 orang, berikut lima provinsi terbanyak
Jumat, 29 Mei 2020 16:45 Wib
Pasien COVID-19 yang sembuh bertambah 192 orang menjadi 5.249
Sabtu, 23 Mei 2020 17:28 Wib
Update-Pasien sembuh dari COVID menjadi 4.838 orang
Kamis, 21 Mei 2020 16:15 Wib