Kala rindu berlomba datang menggebu, jagat virtual pun jadi arena

id Atletik,Renaud Lavillenie,Mondo Duplantis,lomba virtual,andy murray

Kala rindu berlomba datang menggebu, jagat virtual pun jadi arena

Dalam tangkapan layar video dari saluran YouTube, World Athletics pada 3 Mei 2020 ini, atlet lompat galah Prancis Renaud Lavillenie sedang beraksi dalam turnamen daring "The Ultimate Garden Clash" di taman belakang rumahnya di Clermont-Ferrand, Prancis, menyusul pandemi penyakit virus corona (COVID-19).  (YouTube/World Athletics)

Jakarta, (ANTARA) - Yang dua ada di Amerika Serikat. Satunya lagi di Prancis. Tetapi ketiganya bertarung dalam satu kesempatan, satu durasi, dan satu ruang virtual di saluran YouTube badan atletik internasional World Athletics.

"Saya benar-benar rindu rasanya berlomba," kata atlet lompat galah Renaud Lavillenie, seusai menuntaskan kompetisi virtual dengan dua lawannya pada 3 Mei 2020.

Lavillenie yang asal Prancis dan pernah dikalungi medali emas Olimpiade 2012 itu bertarung melawan si pemegang rekor dunia lompat galah putra dari Swedia Mondo Duplantis dan juara dunia 2017 dari Amerika Serikat, Sam Kendricks.

Mereka adu daya tahan selama 30 menit di rumahnya masing-masing yang terkerangkeng lockdown dan social distancing, untuk melompati mistar setinggi 5 meter. Siapa yang paling sering melompati mistar itu, maka dialah pemenangnya.

Lavillenie melompat di taman belakang rumahnya di Clermont-Ferrand, Prancis. Kendricks di taman rumahnya di Oxford, Mississippi, AS. Sedangkan Duplantis melompat di Lafayette, Louisiana.

Ketiganya bolak balik melompat di taman rumahnya sehingga tak heran lomba virtual yang diorganisir badan pengelola atletik internasional World Athletics ini dinamai Ultimate Garden Clash.

Ketiganya tak bisa bertemu langsung di lintasan atletik seperti biasa, akibat lockdown pandemi virus corona yang diterapkan hampir seisi Bumi demi membendung COVID-19, penyakit yang diakibatkan virus corona baru.

Lavillenie dan Duplantis dinobatkan sebagai pemenang bersama karena keduanya sama-sama 36 kali melompati mistar 5 meter itu dalam waktu 30 menit. Sedangkan Kendricks hanya bisa 26 kali.

Duplantis mengulang apa yang disampaikan Lavillenie bahwa dia kangen sekali berada di arena lagi.

Atletik di mana lompat galah menjadi salah satu cabangnya, seperti seluruh cabang olah raga lainnya, terpaksa menghentikan kompetisi dan turnamen karena pandemi.

Tiga hari sebelumnya, Andy Murray dari Inggris dan Kiki Bertens dari Belanda masing-masing dinobatkan sebagai juara sektor putra dan putri turnamen tenis virtual Mutua Madrid Open.

Seperti Ultimate Garden Clash, hadiah Mutua Madrid pun dipersembahkan untuk orang-orang yang berjuang di garis depan melawan pandemi atau pihak yang paling terhimpit oleh dampak krisis virus.

Turnamen virtual ini diadakan oleh panitia penyelenggara Madrid Open yang dibatalkan karena pandemi.

Gairah berkompetisi

Murray, Bartens, dan petenis-petenis yang menjadi lawan-lawannya, bertanding lewat video game Tennis World Tour dengan menggunakan PS4, sedangan Stadion Manolo Santana ditetapkan sebagai venue virtualnya.

Murray menang tiebreak 7-6 atas petenis Belgia David Goffin, sedangkan Bartens menaklukkan petenis Prancis Fiona Ferro 6-1.

Ternyata, sama dengan Lavillenie dan Duplantis, Murray juga mengungkapkan kerinduannya bertanding di lapangan nyata.

"Menyenangkan bisa menghabiskan secuil waktu guna bercengkerama dengan beberapa pemain. Sesuatu yang saya rindukan selama periode ini dan biasanya saya alami selama 12 sampai 14 tahun terakhir dalam hidup saya," kata Murray.

Ya, semua kangen lapangan, rindu lapangan, dan tak tahan merasakan lagi adrenalin dipacu dari satu arena ke arena lainnya.

Tidak cuma atletik dan tenis, banyak cabang olah raga lainnya yang beralih online, termasuk otomotif, karena pandemi jelas tak bisa membunuh gairah berkompetisi.

Setelah semua arena balap baik Formula 1 maupun balap otomotif lainnya tutup akibat pandemi, event-event esport seketika mengisi kevakuman di sirkuit-sirkut.

All-Star Esport Battle yang diadakan akhir Maret silam misalnya, diikuti dengan gairah tinggi oleh para pebalap terbaik dunia, mulai dari pebalap Formula Satu Red Bull Max Verstappen sampai jagoan Indy 500 Simon Pagenaud.

Di saluran YouTube, All-Star Esport Battle menggebrak dengan 12,1 juta menit waktu tayang, ditambah 30.000-an komentar. Bahkan daya tariknya melintasi dunia balap karena atlet lintas cabang pun tersedot mengikutinya, salah satunya bintang kriket Inggris, Ben Stoke.

Tentu saja tidak sama dengan dunia nyata, tetapi adrenalin tetaplah terpacu, setidaknya digambarkan oleh pebalap Formula 1 Charles Leclerc dari Ferrari ini, "Memang tak membuat otot-otot luka, tetapi konsentrasi menjadi segalanya. Saya banyak keluar keringat dan sulit sekali."

Sepak bola juga tak ketinggalan. Klub-klub lintas negara seperti Red Bull Salzburg dari Austria, Derby County dan Wolverhampton Wanderers dari Inggris, RKC Waalwijk dari Belanda, dan para pemain seperti bek kanan Liverpool Trent Alexander-Arnold, turut mengikuti kompetisi virtual. Bahkan gelandang Marco Asensio turut mengantarkan Real Madrid memenangkan kontes virtual All-Spanish FIFA.

Sementara dari triathlon, mantan juara dunia triathlon jarak jauh, Mirinda Carfrae, gagal menjuarai kompetisi virtual Ironman VR Pro Challenge, gara-gara suaminya yang juga atlet triatlon, Tim O'Donnell, tersandung kabel yang terhubung ke sepeda fitnesnya di rumah mereka.

Insentif beraktivitas

Dari balap sepeda, ketika Tour of Flanders edisi tahun ini dibatalkan oleh pandemi virus corona, 13 pebalap sepeda profesional serempak bertarung virtual untuk mengayuh sepeda sejauh 30 km di dalam rumah mereka masing-masing.

Distreaming di YouTube lengkap dengan live footage masing-masing pebalap, turnamen virtual ini sukses besar. Pemenangnya adalah juara road race Olimpiade asal Belgia, Greg van Avermaet.

Sebenarnya NBA adalah salah satu yang pertama menengok ke virtual ketika point guard Phoenix Suns Devin Booker menjuarai NBA 2K Players Tournament setelah mengalahkan rekannya sesama pemain Phoenix Suns Deandre Ayton dalam final 11 April 2020.

Menempati unggulan kelima, Booker yang memenangkan hadiah 100.000 dolar AS yang dia sumbangkan untuk bantuan dampak virus corona, mengalahkan pemain Denver Nuggets Michael Porter Jr pada laga pertama, kemudian Rui Hachimura dari Washington Wizards dan Montrezl Harrell dari Los Angeles Clippers untuk bertemu Ayton di final.

Mereka serius mengikuti kompetisi virtual ini karena mungkin sudah memanggul rindu terlalu berat untuk bisa berkompetisi lagi.

Keinginan mereka sejalan dan bahkan tak terpisahkan dari sponsor dan pemegang hak siar yang terlihat agresif di belakang layar.

Menjadi penjamin aliran urat nadi finansial olah raga profesional --khususnya klub dan pemain-- keduanya adalah faktor terkuat lainnya dalam tekad keras melanjutkan lagi berbagai kompetisi olah raga yang terhenti oleh pandemi.

Langsung maupun tidak langsung, positif maupun kurang positif, mereka pula yang turut membuat industri olahraga berpaling ke esport di tengah lockdown pandemi virus corona yang merusak agenda olahraga seisi dunia ini.

Di luar keinginan atlet untuk bisa memacu lagi adrenalin di arena nyata, beralih ke kompetisi virtual di esport membuat olahraga tetap terhubung dengan penggemar, pemilik hak siar dan sponsor, serta setidaknya menambal bolong besar kerugian akibat tiadanya tayangan langsung olahraga.

Bahkan Liga Premier Inggris dan La Liga Spanyol turut mengakrabi esports, lewat Fifa 20 dan Fifa 20 La Liga Santander.

Dengan online, mengutip direktur pengembangan bisnis Twitch, Jane Weedon, olahraga dan liga sepakbola mendapatkan insentif untuk terus beraktivitas yang memang relatif mudah didapatkan ketika separuh penduduk Bumi dipaksa untuk terus berada di dalam rumah atau menghindari kerumunan besar yang mungkin bertahan sampai beberapa bulan ke depan.

Namun begitu normalitas kembali hadir dalam kehidupan manusia sejagat, semua itu bisa terlupakan lagi karena orang akan beralih ke gelanggang nyata.

Kompetisi virtual memang menjadi jawaban untuk rindu menggebu guna bertarung lagi di arena, namun manakala rindu terbayar lunas oleh arena-arena olahraga yang buka kembali, maka yang virtual tak lagi menjadi pilihan. (*)