BPK "wasit" yang harus dikawal dan didukung, agar independensinya tetap kokoh

id BPK,undang undang,KPK,OTT

BPK "wasit" yang harus dikawal dan didukung, agar independensinya tetap kokoh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (FOTO ANTARA/Andika Wahyu)

Bila diibaratkan dalam suatu pertandingan, sebagai penentu terjadi pelanggaran tentulah wasit,
Padang (ANTARA) - Peran dan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sangat penting dan strategis sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Fungsinya sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan RI, punya kewenangan melakukan pemeriksaan, menilai dan penghitungan kerugian negara.

Bila diibaratkan dalam suatu pertandingan, sebagai penentu terjadi pelanggaran tentulah wasit. Dalam menjalankan tugas, sang wasit berpedoman pada rambu-rambu yang dimiliki. Sejalan dengan itu, hal yang terpenting adalah integritas, konsisten, adil dan bertanggungjawab.

Kendati sudah berada pada rambu-rambu yang tepat, akan tetap saja ada yang ingin mempengaruhi atau mengganggu atas keputusan sang wasit.

Bahkan tidak jarang pula ada yang kurang senang ketika wasit bertindak sesuai ketentuan.

Mengapa hal itu bisa terjadi?. Tentu faktor terganggunya cara, tindakan dan perbuatan orang tertentu atau sekelompok pemain atau "tim". Karena itu, pengaruh datang baik saat berada di lapangan maupun di luar lapangan, termasuk ada yang mau mengobrak abrik aturan main yang ada.

Sebab, masih tak senang dengan wasit yang punya integritas dan bertanggungjawab menegakkan aturan yang ada.

Begitu pulalah halnya dengan BPK RI yang hingga kini masih bisa memosisikan diri sebagai lembaga negara yang independen dan kokoh dengan integritas dimiliki aparaturnya. Buktinya, hal terbaru itu dalam penentuan kerugian negara pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Asuransi Jiwasraya.

Sebelum adanya pengumuman oleh Ketua BPK Dr. Agung Firman Sampurna di Kejaksaan Agung, masih penuh dengan teka-teki dan polemik meramaikan ruang publik. Para elit dan pakar saling melontarkan komentar yang tak memberi jawaban ke publik. Hanya melontarkan terkaan dan persepsi untuk mengisi ruang publik.

Namun setelah adanya pengumuman oleh pimpinan BPK RI bersama Kajagung terhadap kerugian negara atas kasus Asuransi Jiwasraya, yang nilai capai belasan triliun rupiah. Pengumuman ke publik oleh orang nomor satu di BPK RI bersama dengan Jaksa Agung, jelaslah ada yang tak senang meski tak mencuat kepermukaan.

Buktinya tak satu pun yang bisa membantah pengumuman BPK dalam kasus Jiwasraya itu, meskipun ada yang mengaku punya sekarung data. Bagaimana harus membantah dan berkilah, karena selama bertahun-tahun lamanya hampir tidak ada yang meleset perhitungan kerugian negara oleh BPK.

Sebab, tugas BPK sebagaimana pada pasal 10 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan RI menyebutkan: (1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.

(2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan dengan keputusan BPK.

(3) Untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau:

a. penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain;

b. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; dan

c. pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.(sumber. www.bpk.go.id).

Tujuan Pemeriksaan Laporan Kerugian oleh BPK menyimpulkan terjadinya kerugian negara/daerah, meliputi nilai kerugian, perbuatan melawan hukum dan penanggung jawab.

Melihat pada kewenangannya, maka pastilah kiranya lembaga penilai pelaporan keuangan negara ini laksana wasit yang masih tetap berpegang teguh dengan integritas. Meskipun ketika BPK dalam menjalankan tugasnya ada pihak-pihak atau kelompok yang ingin mempengaruhi.

Keindependenan BPK bisa-bisa diguncang dan digoyahkan serta diganggu oleh banyak pihak, terutama oleh tarik ulur kepentingan politik. Sampai sekarang keindependenan BPK RI masih berdiri lurus sebagaimana diamanahkan konstitusi bangsa ini.

Tentulah patut untuk disyukuri masih sebagai posisi lembaga tinggi negara yang bebas dan mandiri sebagaimana dalam UUD 1945. Karena hingga kini masih tetap terjaga dan berada sesuai konstitusi dan belum terusik kepentingan politik. Semua kita elemen masyarakat patut untuk turut serta dan bersinergitas mengawal "penyelamat aset negara" itu.

Milenial, mengenal dan mengawal BPK

Sesuai kemajuan dan dinamika demokrasi bangsa ini belakangan, generasi milenial mesti mengenal lebih dalam tentang tugas, fungsi dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Bahkan tak kalah pentingnya kaum milenial harus ikut peduli dalam penyelamatan aset negara. Salah satu caranya, mengetahui peran BPK dalam pelaksaan tugas dan kewenangannya.

Sebaiknya jangan diberi ruang terhadap pihak-pihak yang ingin melemahkan regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan BPK. Termasuk mewaspadai kemauan sekelompok elit yang ingin amandemen konstitusi.

Ketika terbuka ruang untuk amandemen konstitusi, bisa-bisa saja menyasar ke pasal yang berkaitan dengan BPK ingin diutak-atik dalam UUD tersebut. Pasal pasal 23 ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945, bisa dikatakan pondasi yang menjadi pengokoh regulasi tentang lembaga pemeriksa keuangan itu.

Maka salah satunya pasal ini yang mesti dijaga dan dicegah agar tak ada yang berkeinginan mengubah redaksional atau menguburkannya.

Pengalaman menunjukkan, ketika UU Pemberantasan Korupsi direvisi, apa jadinya?. Sudah menjadi rahasia umum. Mengalami perubahan cara kerja terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dari sebelumnya.

Taring lembaga KPK seakan sudah "tumpul" karena ada kewenangan urgen ditarik ke domainnya pengawas. Tidak bisa lagi langkah cepat untuk mengeksekusi Operasi Tangkap Tangan (OTT).

OTT baru bisa berjalan atau dieksekusi oleh tim penyidik KPK, apabila sudah dapat izin para pengawas. Selama izin tidak kunjung diberi atau diterbitkan, jelas tidak bisa bertindak.

Bisa saja dalam perjalanan pengawas tidak menerbitkan izin untuk OTT, bila sasaran atau obyek eksekusi tangkap tangan kolega atau politisasi simpatisannya. Bukan tidak mungkin pula pengawas KPK dapat tekanan politik sebelum menerbitkan izin OTT.

Pelajaran berharga bagi kaum milenial di negeri ini terkait lembaga KPK yang mendapat tempat di hati publik, namun sejak revisi UU mengalami berkurang. Justru itu, pandangan penulis hal serupa jangan sampai terjadi pula pada BPK yang masih sebagai lembaga tinggi negara yang bebas dan mandiri masih menjadi harapan publik.

Manakala regulasi dan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan BPK diutak atik, wasit yang punya integritas bisa juga terpedaya atau dilemahkan melalui pondasinya yang diretakkan, bahkan ekstremnya bisa saja dialih posisi. Hendaknya jangan sampai terjadi.

Selama berbagai elemen generasi milenial selalu turut mengawal dan berperan dalam menjaga dan mengenali pentingnya kehadiran lembaga yang mandiri dalam pemeriksaan keuangan negara. Tujuannya agar negara ini bisa mencapai cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya.***