Gorontalo, (ANTARA) - Bacharuddin Jusuf Habibie adalah salah satu kenangan terbaik bagi orang Gorontalo. BJ Habibie adalah simbol. Simbol kecerdasan dan simbol kesuksesan.
Habibie yang jenius hidup dalam ingatan, doa dan harapan orang Gorontalo, terutama kepada generasi penerusnya. Seringkali orang tua di Gorontalo memakai Habibie sebagai standar sebuah pencapaian.
Nama Habibie disebut setiap kali orang tua melontarkan asa dan memilihkan cita-cita untuk anaknya. Kebiasaan itu sudah ada sejak dulu, jauh sebelum Habibie menjadi presiden. Kendati tak semua orang Gorontalo benar-benar paham seluk beluk perjuangannya.
"Belajar yang rajin, supaya pintar seperti Habibie," kalimat seperti itu lazim terdengar sebagai nasihat di dalam kehidupan orang Gorontalo.
Bonggulo adalah sebutan dalam Bahasa Gorontalo yang juga melekat pada sosoknya, setidaknya bagi orang Gorontalo.
"Tidak apa-apa bonggulo, itu artinya pintar seperti Habibie," ujar Kadrina Rauf warga Gorontalo, menirukan kata orang tuanya dulu.
Bonggulo berarti dahi atau jidat yang lebar. Barang siapa yang berdahi lebar atau ukuran kepalanya besar, akan pintar seperti Habibie. Begitu kira-kira.
Demikian halnya dengan minggulo, yang artinya mata besar. Bola mata yang lincah dan sorot yang tajam, juga dianggap sebagai ciri orang cerdas. Lagi-lagi rujukannya adalah Habibie.
Simbol lain
Habibie sendiri bukan orang yang sering bertatap muka dengan masyarakat Gorontalo. Perjumpaan dengannya adalah momen yang langka terjadi.
Terakhir kalinya Presiden ke-3 Republik Indonesia itu datang ke Gorontalo tahun 2014. Dia meresmikan dua jalan yang dibangun Pemprov Gorontalo di Kabupaten Bone Bolango.
Jalan tersebut adalah Jalan Alwi Abdul Jalil Habibie yang merupakan nama ayah kandungnya. Terletak di Desa Pouwo Kecamatan Kabila dengan panjang tiga kilometer.
Jalan lainnya diberi nama B.J Habibie, panjangnya 9 kilometer di Desa Toto Selatan Kecamatan Tilongkabila.
"Saya memiliki banyak kenangan di Gorontalo, bapak saya asli Gorontalo dan ibu saya Yogyakarta. Saya dulu di khitan di Gorontalo saat usia 9 tahun," ungkap Habibie kala itu.
Gara-gara perpaduan Jawa dan Sulawesi itu, Habibie diakui sebagai putra daerah di banyak tempat. Dia adalah kebanggaan banyak orang, dicintai segala lapisan.
Habibie masih ingat masa kecilnya yang singkat di Gorontalo, misalnya naik kuda saat prosesi adat khitan dan bermain air di Sungai Bone.
Khitan itu digelar di rumah kakeknya, yang berada di Kelurahan Tamalate Kota Gorontalo dan menggunakan adat daerah itu.
Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang merupakan sepupu B.J Habibie, pernah menggagas rumah tua yang terbuat dari kayu itu menjadi sebuah museum.
"Rumah itu berusia sekitar 200 tahun. Kayunya masih utuh dan kuat. Saya sudah pernah membahas soal museum kepada Habibie sendiri. Dia setuju dan menyerahkan pada kami. Jadi pemerintah provinsi yang akan mengurusnya," ungkap Rusli.
Selain museum dan jalan, sosok Habibie juga diabadikan dalam sebuah patung yang baru berdiri Januari 2019.
Boleh dikata, patung yang kokoh menjulang di jalan masuk menuju Bandara Djalaluddin itu adalah yang paling megah di Gorontalo.
Patungnya berbahan perunggu, memiliki tinggi tujuh meter, lebar dua meter, dan berat empat ton.
Patung dikerjakan di Yogyakarta oleh pematung Lutse Lambert Daniel Morin dan Soewardi, yang menelan dana sekitar 1,7 miliar rupiah.
Patung Habibie dirancang menggunakan baju takowa, salah satu pakaian adat Gorontalo dan memegang sebuah miniatur pesawat.
Ada senyum khasnya tersemat di sana, membuat patung itu tampak ramah bagi siapa pun yang melintasinya. Persis seperti Habibie yang asli.
Simbol Habibie lainnya di Gorontalo adalah sekolah.
Suami Hasri Ainun Besari itu mengagas dan merintis Sekolah Menengah Umum (SMU) Insan Cendekia, yang kini menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cendekia.
Kala itu, Habibie menginginkan tak ada jurang pemisah antara Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta Iman dan Taqwa (IMTAQ). Dia mengagungkan sebuah keseimbangan.
Sekolah pesantren yang berada di Kabupaten Bone Bolango itu menerima siswa dari Gorontalo dan daerah lain sejak tahun 2000.
Berkat Habibie, sekolah ini menjadi impian bagi banyak orang tua dan siswa untuk mengenyam pendidikan.
Pada tahun 2017, rapat senat tertutup memutuskan usulan pergantian nama Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjadi Universitas B.J Habibie (UBJH).
Usulan pergantian nama tersebut telah diwacanakan sejak 2013. Gubernur, rektor dan puluhan orang lainnya juga meminta restu langsung kepada Habibie dan ia menyetujuinya.
Habibie juga menghibahkan tanah seluas 50 hektare untuk pembangunan kampus baru UNG di Bone Bolango.
Tak hanya itu, nama istrinya Hasri Ainun Habibie digunakan sebagai nama rumah sakit yang kini dikelola Pemprov Gorontalo.
Jalan, patung, sekolah, kampus, hingga rumah sakit menggenapi kenangan orang Gorontalo pada Habibie.
Kemarin, Habibie telah tutup usia. Menyudahi segalanya di bumi ini. Dia adalah teladan, yang tak akan tergantikan bagi orang Gorontalo.
Pagi ini, doa dipanjatkan, tikar zikir bersama dibentangkan, himbauan shalat gaib digaungkan masjid-masjid di kampung halamannya. Karena mereka tidak bisa berdiri langsung di pusara Habibie.
Semua orang kehilanganmu, tak terkecuali. Bersenang-senanglah di sana Habibie. (*)