Menurut guru besar Sosiologi Unand ini solusi penyelesaian konflik agraria

id konflik agraria

Menurut guru besar Sosiologi Unand ini solusi penyelesaian konflik agraria

Guru besar Sosiologi Universitas Andalas (Unand) Padang Prof Afrizal (tengah) Dosen Administrasi Publik Fisip Unand Dr Syamsurizaldi (kiri), Dosen Antropologi Unand Fajri Rahman MA (kanan) pada bedah buku dan diskusi publik dengan tema Meretas Konflik dan Pemanfaatan Tanah Ulayat di Sumatera Barat digelar oleh Rumah Kajian Perencanaan dan Kebijakan Publik di Padang, Kamis (28/2)(Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)

Padang (ANTARA) - Guru besar Sosiologi Universitas Andalas (Unand) Padang Prof Afrizal menilai reformasi hukum nasional menjadi solusi untuk menyelesaikan berbagai konflik agraria yang terjadi di Tanah Air.

"Kalau ingin mengubah orang maka ubahlah peraturan, bukan memberikan nasihat dengan demikian konflik akan dapat dikurangi," kata dia di Padang, Kamis.

Ia menyampaikan hal itu pada bedah buku dan diskusi publik dengan tema Meretas Konflik dan Pemanfaatan Tanah Ulayat di Sumatera Barat digelar oleh Rumah Kajian Perencanaan dan Kebijakan Publik.

Menurut dia konflik agraria harus dianalisis dengan meletakan konteks relasi negara dengan masyarakat karena itu telaah hukum menjadi penting.

"Konflik agraria mulai dari penyebab, dinamika, eskalasi hingga resolusi tidak akan dapat dipahami kalau tidak diletakan dalam konteks relasi negara dengan masyarakat," ujar dia.

Sejalan dengan itu Dosen Administrasi Publik Fisip Unand Dr Syamsurizaldi menyampaikan jika ingin sukses berinvestasi pada suatu daerah maka yang harus diperhatikan adalah pelibatan masyarakat.

"Apalagi jika menggunakan tanah ulayat yang merupakan aset penting bagi masyarakat adat di Sumbar," kata dia.

Sementara Direktur Walhi Sumbar Uslaini menyebutkan saat ini lebih dari 310 ribu hektare kawasan di Sumbar dijadikan perkebunan sawit.

Terkait dengan konflik lahan ia menyampaikan ada perusahaan yang menguasai lahan cukup luas di Sumbar berlokasi di Dharmasraya dan Solok Selatan.

"Pada tahap awal ada masyarakat melakukan penolakan, akan tetapi pemerintah berubah menjadi agen pembebasan lahan," kata dia.

Akan tetapi ia melihat salah satu model yang digunakan perusahan dan negara dalam menyelesaikannya adalah dengan menghadirkan militer di tengah masyarakat dengan menjadikan lokasi yang akan digarap sebagai tempat pelatihan militer sehingga orang takut. (*)