Pengukur Hujan Otomatis Untuk Deteksi Bencana Hidrometeorologis
Hujan deras yang terjadi pada Senin sejak 10 Desember 2018 u telah menimbulkan kerusakan yang besar dengan banyaknya jalan dan jembatan yang rusak berat/ambruk.
Sedikitnya terdapat satu jembatan yang menghubungkan jalan nasional Padang ke Bukittinggi dan Jembatan Lubuk Napa yang menghubungkan antar kecamatan Sungai sariak ke Padang Sago di Padang Pariaman.
Beberapa penyebab utamanya hujan sangat lebat dalam waktu singkat dan daya dukung lahan yang rendah dengan adanya risiko kerawanan ekologis dan kondisi konstruksi bangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan teknologi informasi cuaca dan iklim yang cepat tepat akurat luas dan mudah dipahami sesuai dengan moto BMKG sejak 2013 Stasiun Klimatologi BMKG Padang Pariaman telah memiliki alat iklim otomatis dengan berbasis web digital.
Stasiun Klimatologi terus untuk meningkatkan ketersediaan kualitas dan kuantitas data real time dengan rutin memeliharanya.
Salah satu alat otomatis untuk mengetahui jumlah dan intesitas hujan dalam satuan waktu biasa digunakan ARG, alat ini berguna dikarenakan data yang lebih detil persepuluh menit dan dapat digunakan lebih mudah.
Tinjauan Iklim ekstrem tentang hujan tinggi yang merusak penghubung transportasi jembatan bisa dijelaskan sebagai berikut hujan yang terjadi sejak pukul 16.00 WIB sore hari mulai sangat lebat pada pukul 16.40 WIB selama 40 menit hingga pukul 17.20 WIB .
Kemudian hujan tetap lebat dan pada pukul 18.00 WIB kembali sangat lebat hingga pukul 18.30 WIB. Hujan terus berlangsung hingga pukul 21.00 WIB. Puncak hujan terjadi pada pukul 17.10 WIB dengan intensitas 9.6 mm/10 menit.
Selama 5 jam hujan yang terjadi dengan 3 jam diawal mengalami sangat lebat, maka jika daya dukung vegetasi/lingkungan yang mulai rusak maka bencana hidrometeorologis sangat berpotensi terjadi. Jumlah hujan yang terjadi dalam periode 5 jam tersebut 88.7 mm dengan durasi sangat lebat diawal.
Data curah hujan di dua lokasi terdekat BMKG dan pos Kandang Ampek didapatkan selama sepuluh hari hujan terjadi berturut-turut dengan jumlah curah hujan yang sangat tinggi 434 mm dan 419 mm.
Hal ini berada diatas normal curah hujan Desember dasarian pertama. Faktor yang menjadi penyebab peningkatan curah hujan adanya tekanan rendah di perairan barat Mentawai yang mendorong terbentuknya pertumbuhan awan-awan hujan di Sumatera Barat.
Dengan pola angin musim asia yang mengakibatkan musim hujan yang sedang terjadi. Fenomena Osilaasi Maden Julian (MJO) di bulan Desember 2018 berada pada fase 3 (Samudera Hindia) yang juga memicu curah hujan peningkatan hujan dengan nilai 1.5.
Daerah Kayu Tanam secara historis dahulunya sudah menjadi daerah dengan curah hujan tertinggi di Sumatera Barat dengan jumlah tahunan 5.000 - 5.400 mm.
Curah Hujan ekstrem selama 2018 telah menyisakan banyak dampak yang harus diatasi dengan cara-cara yang juga ekstrim. Jika di lihat dari durasi waktu maka hujan sangat lebat dalam 3 jam dapat berdampak besar dengan terjadinya banjir bandang tidak menimbulkan korban jiwa.
Di Lubuk Sikoci Sicincin Padang Pariaman banjir setinggi 50 centimeter yang menimbulkan rusaknya jalan desa dan jembatan yang menghubungkan Nagari. dilaporkan warga mengalami kerugian ternak hanyut dan satu sepeda motor.
Sebagian besar tebing sungai batang Ulakan dari hulu hingga hilir dihantam banjir bandang dan pondasi jembatan Ladang Laweh Sicincin terkikis hampir ambruk dari lokasi banjir tersebut.
Berdasarkan penuturan orang tua di sekitar bendungan ini yang sebagian masih peninggalan bangunan Belanda yang baru pertama dihantam banjir.
Prakiraan curah Hujan berpeluang besar (> 90 persen ) curah hujan pada periode dua dasarian Desember 2018 sebagian besar daerah Sumatera Barat curah hujan 50 - 100 mm, daerah yang berpotensi curah hujan > 150 mm (tinggi) di Pasaman Barat (Sei Beremas, Parit, dan Ranah Batahan) dan Kab Solok.
BMKG tetap mengingatkan warga bahwa Desember 2018 curah Hujan masih tinggi dan khususnya daerah Kayu Tanam dan Solok Selatan. Untuk Januari 2019 curah hujan Sumatera Barat berpotensi menengah hingga tinggi dengan daerah yang yang perlu waspada Padang Pariaman, Limapulih Kota dan Pesisir Selatan.
Penulis adalah Pengamat Meteorologi Geofisika Muda BMKG Pd Pariaman
Sedikitnya terdapat satu jembatan yang menghubungkan jalan nasional Padang ke Bukittinggi dan Jembatan Lubuk Napa yang menghubungkan antar kecamatan Sungai sariak ke Padang Sago di Padang Pariaman.
Beberapa penyebab utamanya hujan sangat lebat dalam waktu singkat dan daya dukung lahan yang rendah dengan adanya risiko kerawanan ekologis dan kondisi konstruksi bangunan.
Untuk memenuhi kebutuhan teknologi informasi cuaca dan iklim yang cepat tepat akurat luas dan mudah dipahami sesuai dengan moto BMKG sejak 2013 Stasiun Klimatologi BMKG Padang Pariaman telah memiliki alat iklim otomatis dengan berbasis web digital.
Stasiun Klimatologi terus untuk meningkatkan ketersediaan kualitas dan kuantitas data real time dengan rutin memeliharanya.
Salah satu alat otomatis untuk mengetahui jumlah dan intesitas hujan dalam satuan waktu biasa digunakan ARG, alat ini berguna dikarenakan data yang lebih detil persepuluh menit dan dapat digunakan lebih mudah.
Tinjauan Iklim ekstrem tentang hujan tinggi yang merusak penghubung transportasi jembatan bisa dijelaskan sebagai berikut hujan yang terjadi sejak pukul 16.00 WIB sore hari mulai sangat lebat pada pukul 16.40 WIB selama 40 menit hingga pukul 17.20 WIB .
Kemudian hujan tetap lebat dan pada pukul 18.00 WIB kembali sangat lebat hingga pukul 18.30 WIB. Hujan terus berlangsung hingga pukul 21.00 WIB. Puncak hujan terjadi pada pukul 17.10 WIB dengan intensitas 9.6 mm/10 menit.
Selama 5 jam hujan yang terjadi dengan 3 jam diawal mengalami sangat lebat, maka jika daya dukung vegetasi/lingkungan yang mulai rusak maka bencana hidrometeorologis sangat berpotensi terjadi. Jumlah hujan yang terjadi dalam periode 5 jam tersebut 88.7 mm dengan durasi sangat lebat diawal.
Data curah hujan di dua lokasi terdekat BMKG dan pos Kandang Ampek didapatkan selama sepuluh hari hujan terjadi berturut-turut dengan jumlah curah hujan yang sangat tinggi 434 mm dan 419 mm.
Hal ini berada diatas normal curah hujan Desember dasarian pertama. Faktor yang menjadi penyebab peningkatan curah hujan adanya tekanan rendah di perairan barat Mentawai yang mendorong terbentuknya pertumbuhan awan-awan hujan di Sumatera Barat.
Dengan pola angin musim asia yang mengakibatkan musim hujan yang sedang terjadi. Fenomena Osilaasi Maden Julian (MJO) di bulan Desember 2018 berada pada fase 3 (Samudera Hindia) yang juga memicu curah hujan peningkatan hujan dengan nilai 1.5.
Daerah Kayu Tanam secara historis dahulunya sudah menjadi daerah dengan curah hujan tertinggi di Sumatera Barat dengan jumlah tahunan 5.000 - 5.400 mm.
Curah Hujan ekstrem selama 2018 telah menyisakan banyak dampak yang harus diatasi dengan cara-cara yang juga ekstrim. Jika di lihat dari durasi waktu maka hujan sangat lebat dalam 3 jam dapat berdampak besar dengan terjadinya banjir bandang tidak menimbulkan korban jiwa.
Di Lubuk Sikoci Sicincin Padang Pariaman banjir setinggi 50 centimeter yang menimbulkan rusaknya jalan desa dan jembatan yang menghubungkan Nagari. dilaporkan warga mengalami kerugian ternak hanyut dan satu sepeda motor.
Sebagian besar tebing sungai batang Ulakan dari hulu hingga hilir dihantam banjir bandang dan pondasi jembatan Ladang Laweh Sicincin terkikis hampir ambruk dari lokasi banjir tersebut.
Berdasarkan penuturan orang tua di sekitar bendungan ini yang sebagian masih peninggalan bangunan Belanda yang baru pertama dihantam banjir.
Prakiraan curah Hujan berpeluang besar (> 90 persen ) curah hujan pada periode dua dasarian Desember 2018 sebagian besar daerah Sumatera Barat curah hujan 50 - 100 mm, daerah yang berpotensi curah hujan > 150 mm (tinggi) di Pasaman Barat (Sei Beremas, Parit, dan Ranah Batahan) dan Kab Solok.
BMKG tetap mengingatkan warga bahwa Desember 2018 curah Hujan masih tinggi dan khususnya daerah Kayu Tanam dan Solok Selatan. Untuk Januari 2019 curah hujan Sumatera Barat berpotensi menengah hingga tinggi dengan daerah yang yang perlu waspada Padang Pariaman, Limapulih Kota dan Pesisir Selatan.
Penulis adalah Pengamat Meteorologi Geofisika Muda BMKG Pd Pariaman