Kominfo tunda cabut izin Bolt dan First Media

id Kominfo,First Media

Kominfo tunda cabut izin Bolt dan First Media

First Media (firstmedia.com)

Jakarta, (Antaranews Sumbar) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menunda surat keputusan (SK) untuk mencabut izin penggunaan frekuensi 2,3 GHZ milik First Media dan Internux atau Bolt, yang tersangkut kasus karena tidak melunasi kewajiban Biaya Hak Penggunaan (BHP).

"Jam 12 siang tadi Kominfo menerima proposal dari First Media dan Internux, mereka mengajukan restrukturisasi model pembayaran pelunasan utang," kata Plt Kepala Biro Humas Ferdinandus Setu, saat ditemui di Kominfo, Senin.

Ferdinandus menjelaskan surat tersebut menyatakan paling lambat kedua anak perusahaan Grup Lippo tersebut akan melunasi semua tunggakan mereka paling lambat hingga 2020.

Semula, Kominfo berencana untuk mengeluarkan SK pencabutan izin menggunakan frekuensi 2,3 GHz kedua perusahaan tersebut hari ini. Saat ini, Kominfo sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk menindaklanjuti proposal tersebut, termasuk skema pembayaran.

Ferdinandus mengaku SK pencabutan izin hingga saat ini masih dalam proses dan akan menunggu hasil diskusi Kominfo dengan Kemenkeu hari ini. Kominfo menjanjikan keputusannya hari ini.

Menurut Ferdinandus, hanya Internux dan First Media yang mengirimkan surat, sementara Jasnita Telekomindo tidak mengirimkan surat kepada mereka.

Sementara itu dihubungi terpisah, Direktur Enterprise Jasnita Telekomindo, Welly Kosasih menyatakan mereka hari ini mengirimkan surat pengembalian izin ke Kominfo dan akan melunasi kewajiban pembayaran.

"Kewajiban pembayaran akan tetap kami lunasi, hari ini kami hanya mengirimkan surat pengembalian izinnya," kata Welly.

Jasnita sudah tidak melanjutkan layanan Broadband Wireless Access (BWA) sejak ada rencana konsolidasi dari Kominfo, dengan pertimbangan bisnis tersebut tidak bisa berkompetisi dengan operator nasional.

"Pelanggan pun sudah kami migrasikan menggunakan frekuensi unlisenced," kata dia.

Sebelumnya, ketiga perusahaan tersebut belum melunasi Biaya Hak Penggunaan untuk tahun 2016-2017 yang jumlahnya mencapai miliaran, yang tanggal jatuh tempo pada 17 November 2018 lalu. (*)