Komnas HAM nilai kasus Meliana bukan penistaan agama

id komnas ham,kasus meliana,penistaan agama

Komnas HAM nilai kasus Meliana bukan penistaan agama

Fokus Grup Diskusi penguatan peran Komnas HAM perwakilan dipandu Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah di Padang, Jumat (24/8) . (Antara Sumbar/Ikhwan Wahyudi)

Itu bukan soal penistaan karena kasus ini tidak hanya menimpa Meilina saja ada kasus lain tapi tidak masuk ke ranah hukum
Padang, (Antaranews Sumbar) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai kasus yang menimpa Meiliana warga Tanjung Balai, Sumatera Utara yang divonis hakim satu tahun enam bulan penjara tidak masuk penistaan agama melainkan ketertiban umum.

"Itu bukan soal penistaan karena kasus ini tidak hanya menimpa Meilina saja ada kasus lain tapi tidak masuk ke ranah hukum," kata Wakil Ketua Komnas HAM Hairansyah di Padang, Jumat.

Ia menyampaikan hal itu usai memimpin fokus grup diskusi tentang penguatan peran Komnas HAM tingkat perwakilan diikuti paktisi, akademisi dan pemangku kewenangan terkait.

Menurutnya penistaan agama menjadi kasuistik pada level tertentu tergantung desakan publik kepada aparat keamanan.

"Harusnya aparat keamanan harus lebih jernih melihat kasus bukan melihat tekanan publik," ujarnya.

Pada sisi lain ia melihat terjadi ketidakpercayaan publik terhadap penegak hukum sehingga tidak merasa yakin kalau kasus hanya dilaporkan belum tentu akan ditindaklanjuti.

Oleh sebab itu akhirnya ada tekanan terhadap kasus dan kalau akhirnya jadi dasar penindakan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum karena hak keadilan melekat pada setiap orang, katanya.

Jadi tidak harus ada tekanan dulu terhadap penegak hukum setiap kasus yang dilaporkan bisa direspon secara baik dan benar oleh aparat berwenang, lanjut dia.

Ia menambahkan selama ini yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM adalah polisi dan tipologi pengaduan adalah soal kasus lamban ditangani sehingga ini jadi catatan besar mengapa publik tidak puas karena kasuslamban ditangani.

Meiliana divonis 18 bulan atau 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 KUHP tentang penghinaan terhadap suatu golongan di Indonesia terkait ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Kasus ini bermula pada Senin, 29 Juli 2016 setelah Meiliana menyampaikan protes terhadap suara azan yang menggema dari masjid yang pada akhirnya menimbulkan kekisruhan dengan warga setempat. (*)