Jalan Berliku Mewujudkan Perda Kawasan Tanpa Rokok

id Kawasan Tanpa Rokok

Jalan Berliku Mewujudkan Perda Kawasan Tanpa Rokok

Ilustrasi - Ruangan khusus perokok. (ANTARA)

Suasana gedung bundar sawahan tempat 45 wakil rakyat di Kota Padang Sumatera Barat berkantor pada Rabu (27/12) cukup ramai, karena berlangsung paripurna tentang penetapan revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok setelah beberapa kali tertunda.

Namun lagi-lagi paripurna tidak membuahkan hasil karena mengalami jalan buntu. Dari sembilan fraksi yang ada, tujuh fraksi menolak disahkanya Perda Kawasan Tanpa Rokok dan hanya dua fraksi yang menyetujui.

Tujuh fraksi yang menolak antara lain , Golkar, Demokrat, PPP, PDIP, Nasdem, Gerindra dan Hanura. Sedangkan fraksi yang menerima yaitu PAN dan PKS.

Akibatnya pengambilan putusan harus ditunda sampai waktu yang belum ditentukan sembari menunggu jadwal dari Badan Musyawarah.

Perda Kawasan Tanpa Rokok di Padang sudah hadir sejak 2012 dan membuahkan tujuh kawasan dilarang merokok. Pada 2017 Pemkot Padang berinisiatif merevisi Perda Kawasan Tanpa Rokok dengan memasukan pasal pelarangan iklan rokok di ruang publik.

Untuk itu telah dibentuk Pansus yang bertugas menghimpun masukan dari berbagai pihak hingga menggelar studi banding ke daerah yang telah menerapkannya.

Revisi tersebut bertujuan melindungi masyarakat dan meningkatkan kualitas kesehatan warga Padang.

Salah satu poin yang diatur dalam perda tersebut adalah pelarangan iklan rokok di ruang publik termasuk aktivitas sales promotion girl.

Ternyata pelarangan iklan rokok tersebut menuai pro dan kontra karena ada sejumlah pihak yang terkena imbas seperti para pengusaha advertising yang terancam kehilangan pendapatan dari iklan.

Tidak hanya itu dari sisi pendapatan asli daerah kota Padang juga akan berkurang karena salah satu sumber pemasukan adalah pajak iklan rokok yang terpasang lewat baliho, bilboard hingga videotron.

Anggota Pansus Perda Kawasan Tanpa Rokok DPRD Padang Muharlion perda yang sedang dirancang bukan untuk membatasi orang merokok karena hal itu jelas tidak mungkin dilakukan.

"Yang ingin diatur itu adalah kawasan dilarang merokok, beberapa tempat seperti sekolah, tempat ibadah, kantor dan lainnya adalah wilayah yang harus dilarang usebagai tempat untuk merokok," katanya.

Dalam merancang perda ia sudah menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pengusaha iklan, Dinas Kesehatan hingga studi banding ke daerah yang telah menerapkan pelarangan iklan rokok.

Ia mengatakan semangat yang ada dalam perda ini adalah untuk melindungi warga dari bahaya rokok.

Terkait dengan konsekuensi berkurangnya pendapatan kota Padang akibat pelarangan Iklan Badan Pendapatan Daerah Kota Padang memastikan akan ada pengurangan penerimaan pajak dari reklame rokok sekitar Rp2 miliar hingga Rp3 miliar per tahun.

Pendapatan pasti berkurang sekitar 30 persen dari total penerimaan namun hal itu bisa ditutupi dari iklan lain, kata Kepala Bidang Penagihan dan Pemeriksaaan Bapenda Padang Budi Payan.

Menurutnya belajar dari Bogor yang telah memberlakukan pelarangan iklan rokok di media luar ruangan pada awalnya memang banyak titik iklan yang kosong namun lama-lama akan terisi.

"Jadi kekhawatiran hilangnya pendapatan bisa diatasi dari iklan lain, apalagi saat ini sedang gencarnya produk telepon seluler," katanya.

Dampak Iklan

LSM Ruandu Foundation yang fokus mengampanyekan pelarangan iklan rokok menilai materi yang ditayangkan dalam berbagai iklan rokok saat ini di ruang publik hingga media bertujuan menyasar pelanggan baru khususnya pada remaja.

"Dalam iklannya rokok digambarkan sebagai produk yang normal, padahal rokok adalah barang abnormal karena mengandung banyak zat berbahaya bagi kesehatan," kata Ketua Ruandu Foundation Muharman.

Menurutnya di era digital saat ini negara-negara maju tidak lagi mengkaji rokok dari segi kesehatan saja tetapi juga meneliti apa strategi yang dilakukan produsen menjaring perokok pemula sebagai pelanggan tetap mereka.

"Jelas upaya tersebut melalui iklan, promosi dan sponsorship rokok, tujuan dari iklan rokok adalah untuk menawarkan dan mendapatkan pelanggan baru," katanya.

Menurut dia hal ini terlihat jelas karena materi iklan rokok membawa kesan gaul, keren dan sporty dan ternyata berdasarkan hasil penelitian Komnas Perlindungan Anak 2012 ternyata 99,6 persen remaja terpapar iklan rokok luar ruang.

Ia menyampaikan dalam teori komunikasi cara produsen rokok beriklan menggunakan teori subliminal message yaitu memberikan pesan ke alam bawah sadar dengan menampilkan tokoh anak muda, gaya hidup sporty dan objek yang disukai remaja dengan desain sedemikian rupa untuk melewati batas normal persepsi.

Kemudian iklan tersebut dipasang ditempat strategis terutama tempat berkumpul anak-anak muda seperti sekolah, tempat bermain anak, kawasan wisata daerah dan kawasan olahraga daerah.

Oleh sebab itu pihaknya mendukung Perda Kawasan Tanpa Rokok untuk melarang iklan promosi dan sponsor rokok di kota Padang pada 2018 sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya rokok.

Pada sisi lain menyikapi Perda KTR tersebut Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mengingatkan hingga saat ini rokok merupakan produk legal dan yang perlu dilakukan adalah melokalisasi kawasan merokok.

"Kami mengapresiasi dan mendukung perda ini, AMTI tidak anti regulasi, justru dengan regulasi kami ada kepastian hukum sekaligus kepastian usaha," kata Ketua AMTI Budidoyo.

Ia melihat perda ini semangatnya bagus untuk menghormati orang yang tidak merokok namun pada sisi lain ia menyarankan agar juga dilakukan edukasi kepada pelajar supaya tidak merokok.

Budi menyampaikan saat ini ada enam juta orang yang bergantung hidup dari industri rokok dan ratusan triliun yang disumbangkan ke negara dalam bentuk cukai.

Sejalan dengan itu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P31) Sumbar menyampaikan saat ini ada 200 perusahaan yang mengantungkan nasib pada iklan luar ruangan termasuk rokok.

"Secara prinsip kami mendukung Perda KTR namun yang perlu dilakukan adalah pembatasan iklan dan larangan merokok," kata Pengurus P3I Sumbar Adek.

Pada sisi lain Pengamat Kebijakan Publik Universitas Andalas Padang Edi Indrizal melihat perlu diidentifikasi terkait dengan perda ini apakah masalah rokoknya, tempat merokok, atau iklan rokok.

Ia menilai perlu studi lebih banyak melihat persoalan ini karena bicara pelarangan iklan rokok, berarti ada industri iklan yang akan terdampak.

Akan tetapi ia melihat angka prevalensi perokok di Indonesia cukup tinggi dan sejauh ini tidak ada pengaruhnya dengan keberadaan iklan.

"Bisa dilihat bungkus rokok ada gambar yang mengerikan tapi perokok tetap tinggi dan 1 dari 3 orang pernah merokok bukan karena iklan namun 70 persen ditawari teman," katanya.

Tentunya ketika Perda KTR disetujui diharapkan bisa mengakomodasi semua pihak untuk mewujudkan hadirnya kota Padang yang lebih sehat dan menyelamatkan generasi muda dari dampak rokok. (*)