Padang, (Antara Sumbar) - Siang itu, kumandang adzan zuhur terdengar mengalun di tengah rimbunnya puluhan ribu hektare kebun kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat.
Sementara anak-anak Sekolah Dasar Anwar Karim III Kecamatan Sungai Aur terlihat riang berlarian saling kejar sambil sesekali tertawa dan menyapa guru mereka yang melintas.
Tak lama berselang, mereka yang beragama Islam segera meyucikan diri atau berwudu dan shalat berjamaah di mushalla sekolah.
Di daerah yang berlokasi sekitar 250 kilometer dari Kota Padang itu, kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam perkebunan sawit tersebut cukup beragam, berasal dari berbagai daerah, seperti Nias Sumatera Utara dan Jawa.
Mereka hidup berdampingan antaragama dengan penuh toleransi. Seluruh anak-anak pekerja perkebunan sawit itu disekolahkan di SD Anwar Karim III.
Selain sekolah, mereka juga disediakan rumah petak yang berjejer di tengah-tengah perkebunan sawit. Kemudian juga terdapat sebuah klinik untuk berobat dan bersalin, warung, masjid dan air bersih.
Di sekolah yang terletak di tengah perkebunan kelapa sawit itu, murid belajar mencintai alam, merawat dan melestarikannya.
Dari jendela sekolah yang lingkungannya dipenuhi pohon sawit, sesekali truk pengangkut hasil panen lewat membawa hasil panen menuju pabrik.
Di sekolah kecil itu, siswa diajarkan bercocok tanam, membuat kebun sekolah dan memanfaatkan barang-barang bekas untuk kerajinan tangan sehingga dapat mempercantik sekolah.
Oleh sebab itu pada 2016 sekolah tersebut mendapatkan adiwiyata tingkat provinsi, sebagai apresiasi pemerintah terhadap apa yang sudah dibudayakan oleh guru dan murid untuk menjaga kelestarian alam.
Sejak mendapatkan penghargaan itu, SD Anwar Karim yang jauh dari lingkungan kota maupun keramaian bermimpi mampu meraih yang lebih tinggi lagi, yakni Adiwiyata tingkat nasional.
"Kami sudah menyiapkan dari lama dan menanamkan apa itu adiwiyata kepada anak-anak, hingga mendapatkan penghargaan dari provinsi pada 2016," kata Kepala SD Anwar Karim, Herman.
Saat ini tim verifikasi dari provinsi sudah mulai melakukan peninjauan lapangan, yang nantinya berkasnya akan dikirim ke pusat. "Kami berharap berkas yang dikirim itu salah satunya adalah SD Anwar Karim," katanya.
Menurutnya pihaknya sudah melakukan upaya-upaya untuk menerapkan adiwiyata di sekolah.
"Kami lakukan penghijauan di sekolah, membuat kompos cair, kantin sehat dengan koordinasi dari puskesmas, tanaman obat keluarga, green house, kerajinan dari barang bekas. Semua itu tidak hanya untuk memperindah dan menjaga lingkungan namun juga sebagai media untuk siswa belajar," ujarnya.
"Kami juga sudah menjual kerajinan tangan siswa kepada orang tua siswa juga," lanjutnya.
Ia berharap apa-apa yang dilakukan seluruh warga sekolahnya dapat membuahkan hasil yang pantas untuk mereka raih.
Di sekolah dengan jumlah siswa 540 orang itu mereka menanam tanaman yang bermanfaat mulai dari jahe, kunyit, empedu tanah, lengkuas, lidah buaya.
"Ada juga buah-buahan seperti mangga dan jambu biji yang sudah bisa dipetik," katanya.
Dengan menerapkan program adiwiyata, jelasnya, sekolah dapat meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan operasional sekolah dan penggunaan berbagai sumber daya, terjadi penghematan sumber daya dan energi, menciptkan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif bagi semua warga sekolah.
Kemudian menciptakan kondisi kebersamaan bagi semua warga sekolah, salah satu upaya menghindari berbagai risiko dampak lingkungan negatif pada masa yang akan datang, menjadi tepat pembelajaran bagi generasi muda tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan benar.
"Sejak membudayakan program adiwiyata, begitu banyak perubahan yang kami rasakan," kata Herman.
Kepala sekolah tamatan Teknik Elektro Universitas Andalas itu mengemukakan, dengan menjalankan program adiwiyata anak-anak juga nyaman belajar karena banyak pohon-pohon di sekitar sekolah.
Apalagi, katanya, banyak debu dari perkebunan sawit di sekitar sekolah yang mengganggu pernafasan. Dengan adanya budaya menjaga lingkungan ini, debu-debu tersebut ridak terlalu banyak di sekitar sekolah.
Sementara, Kepala Seksi Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup Sumbar, Dasril mengatakan, pihaknya memverifikasi 40 sekolah untuk dikirim berkasnya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) sebagai bahan penilaian guna mendapatkan penghargaan adiwiyata nasional.
"Dalam verifikasi ini, kami langsung meninjau ke seluruh sekolah tersebut dan melakukan penilaian secara langsung kemudian baru diajukan ke Kementerian LHK," katanya.
Salah satu sekolah yang diverifikasi tersebut, yakni SD Swasta Anwar Karim III dan proses peninjauan lapangannya sudah selesai dilakukan oleh tim.
Ia menjelaskan tujuan dari program adiwiyata ialah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah.
Sehingga kemudian, katanya, sekolah tersebut turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup serta pembangunan berkelanjutan.
Menurutnya secara umum ada empat kriteria yang dinilai pada sekolah adiwiyata, yaitu kebijakan sekolah yang berwawasan lingkungan, kurikulum yang mengaitkan antara mata pelajaran dengan lingkungan.
Selanjutnya partisipasi sekolah dalam mengikuti kegiatan lingkungan hidup dan sarana prasarana yang ada di sekolah seperti tempat sampah pilah, alat pengomposan, apotek hidup, taman sekolah.
Ia berharap sekolah yang mendapatkan adiwiyata juga tidak boleh berpuas diri sebab program adiwiyata tidak hanya diterapkan ketika penilaian saja namun sepanjang sekolah itu beroperasi.
Sekolah adiwiyata yang ikut pada tingkat provinsi, ujarnya terlebih dahulu harus lolos pada tingkat kabupaten/kota dengan nilai 56 untuk provinsi 64, selanjutnya untuk tingkat nasional passing grade yang harus dilewati adalah 72.
Salah seorang tim verifikasi, yakni dosen dari Universitas Bung Hatta Salman Assahary mengatakan mengharapkan sekolah yang telah dan akan mendapatkan penghargaan adiwiyata provinsi dapat terus menerus menjalankan programnya.
"Jangan hanya ketika penilaian saja program sekolah berbasis lingkungan diterapkan namun harus terus menerus," ujarnya.
"Pendidikan karakter merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang mendidik dan diperuntukkan untuk generasi selanjutnya," kata Kepala Sub Bidang Pendidikan Formal Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan (Puslatmas dan PGL) Kemen LHK, Windarti.
Sedangkan tujuan dari program Adiwiyata, ujarnya ialah menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah agar menjadi tempat pembelajaran serta turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Secara umum, katanya program Adiwiyata dan pendidikan karakter memiliki kesamaan dalam pelaksanaannya. Contohnya, pada Adiwiyata dibudayakan gotong royong yang dapat membentuk rasa kebersamaan, berbagi, dan tolong menolong.
Kegiatan lainnya seperti memanfaatkan sampah plastik untuk barang berguna yang dapat membentuk karakter cinta lingkungan dan mengurangi sampah plastik di masa sekarang dan masa depan serta mengasah kreatifitas anak, ujarnya.
"Banyak contoh-contoh lainnya mulai dari hal kecil yang dapat membangun pendidikan karakter," sebutnya.
Untuk itu ia berharap sekolah yang belum menerapkan program Adiwiyata agar segera melaksanakannya dengan berkonsultasi bersama dinas lingkungan hidup setempat.
Kemudian bagi yang telah mengikuti dan meraih penghargaan agar terus membudayakan program Adiwiyata dan menjadikannya sebagai media pembelajaran oleh siswa, katanya.
Ia menambahkan ke depan pihaknya akan terus mengembangkan dan menyosialisasikan penerapan adiwiyata ke seluruh sekolah yang ada di Indonesia.
"Hal itu agar pendidikan karakter yang dicanangkan pemerintah benar-benar terwujud dan program Adiwiyata memiliki andil di dalamnya," ujar dia.