Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Sumatera Barat untuk memajukan pariwisata karena dari sektor jasa tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Ranah Minang itu.
Semangat pemerintah dalam memajukan pariwisata bukan tidak beralasan, apalagi daerah itu memang memiliki modal keindahan alam yang dapat menggoda setiap orang untuk mengunjunginya.
Salah satu objek wisata yang cukup menarik dikunjungi wisatawan di Ranah Minang adalah kawasan Mandeh atau populer disebut "Raja Ampat"-nya Sumatera Barat.
Bahkan, menjelang kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulazis Al Saud ke Indonesia, beberapa waktu lalu sempat tersiar bahwa investor dari negara kerajaan itu berencana berinvestasi di kawasan wisata Mandeh.
"Optimistis jika kawasan Mandeh dilengkapi infrastruktur pendukung, seperti ruas jalan menuju lokasi, perhotelan dan sarana penunjang lainnya maka akan mampu menyedot banyak kunjungan wisatawan, termasuk wisman," kata Fandi, warga Padang.
Luasnya bentangan pasir putih sepanjang pantai dan birunya air laut serta gugusan pulau-pulau kecil melengkapi Mandeh sebagai "sorga" wisata dunia.
Mandeh merupakan kawasan wisata di Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kota Padang.
Kawasan wisata Mandeh atau berjarak sekitar 56 kilometer dari Kota Padang itu memiliki areal seluas sekitar 18 ribu hektare.
Kawasan wisata Mandeh dikelilingi tujuh kampung di tiga nagari (desa adat) dengan latar belakang mata pencarian penduduknya adalah nelayan, petani dan peternak.
Bahkan, kawasan Mandeh telah menjadi tujuan utama kebijakan sektor pariwisata kebaharian yang dimasukkan ke dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) bersama Biak dan Bunaken.
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan menyediakan anggaran Rp14 miliar, kemudian Pemerintah Provinsi Sumbar juga menganggarkan dana pendamping sebesar Rp32,5 miliar untuk pembebasan lahan seluas 400 hektare.
Wagub Sumbar Nasrul Abit menyebutkan Kawasan Wisata Terpadu Mandeh dinilai paling siap untuk diajukan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sumbar karena memenuhi syarat ketersediaan lahan seluas 400 hektare dalam satu hamparan.
"Kami akan fokus menyiapkan daerah ini agar benar-benar bisa menjadi salah satu KEK di Indonesia," katanya.
Terkendala Regulasi
Pengembangan KWT Mandeh, terkendala regulasi pembebasan lahan sehingga investor belum bisa menanamkan modal di kawasan yang mirip dengan "Raja Ampat" di Papua itu.
"Anggarannya sudah tersedia Rp15 miliar dari Pesisir Selatan dan Rp35 miliar dari Sumbar. Namun tidak bisa kita lakukan pembebasan lahan karena terkendala aturan," kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit.
Menurutnya hal itu pula yang menyebabkan rombongan Raja Salman batal berinvestasi di Mandeh, karena untuk pembebasan lahan mereka memang tidak mau berurusan dengan orang-per orang.
Kepala Dinas Pariwisata Sumbar Oni Yulfian menjelaskan aturan yang menyebabkan pembebasan lahan itu terkendala adalah Undang-undang No 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
"Dalam Undang-Undang itu disebutkan hanya 18 item jenis lahan yang dapat dibebaskan pemerintah untuk kepentingan umum. Dari 18 item itu, kebetulan tidak ada lahan untuk pariwisata," katanya.
Artinya, menurut Oni, kalau Pemprov Sumbar dan Pesisir Selatan tetap berkeras untuk membebaskan lahan, bisa menjadi temuan dan ujung-ujungnya berurusan dengan hukum.
Solusi terhadap hal itu, sesuai Peraturan Menteri Agraria No 6 tahun 2015 terkait pengadaan lahan di luar 18 item tersebut.
"Kami sedang upayakan hal itu. Namun ada syarat yang harus dipenuhi yaitu harus menjadi program prioritas pemerintah pusat," ujarnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang saat ini sedang merevisi terhadap kawasan strategi nasional.
Ia berharap Sumbar bisa masuk dalam kawasan itu sehingga bisa segera memproses pembebasan lahan KWT Mandeh dengan tetap sesuai aturan.
KWT Mandeh yang akan dikembangkan saat ini adalah kawasan Bukik Ameh seluas 400 hektare. Proses pembebasan telah dimulai sejak tahun lalu, namun terhenti karena terkendala aturan.
Sementara anggota Komisi V DPRD Sumbar Saidal Musfiyuddin mengusulkan agar KWT Mandeh, Pesisir Selatan, masuk ke dalam program prioritas pembangunan pariwisata pemerintah pusat.
"Pengembangan KWT Mandeh saat ini terkendala regulasi pembebasan lahan sehingga investor belum bisa menanamkan modal di sana," katanya.
"Kami menilai pemerintah selama ini telah fokus untuk pembenahan pariwisata dapat melakukan pendekatan ke Kementerian Pariwisata membicarakan hal ini," ujarnya.
Jika hal itu tidak bisa diberlakukan, kata Saidal, Pemprov Sumbar bisa mencoba cara alternatif, yakni mengajak masyarakat yang memiliki tanah di sekitar objek wisata Mandeh untuk berinvestasi langsung kepada pemerintah setempat.
"Masyarakat yang ingin menginvestasikan tanahnya kepada pemprov, jadi sama-sama memiliki keuntungan dan mereka langsung berkontribusi di dalamnya," katanya.
Itu merupakan cara alternatif yang mungkin bisa diambil oleh Pemprov Sumbar, dan tentu harus dengan pendekatan yang baik kepada masyarakat.
Yang jelas, masyarakat Ranah Minang dan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terus bertekad mewujudkan Mandeh sebagai kawasan wisata andalan nasional dimasa mendatang. (*)