Kiara: Sinergi Pusat-Daerah Efektifkan Pemberantasan Pencurian Ikan

id Abdul Halim

Kiara: Sinergi Pusat-Daerah Efektifkan Pemberantasan Pencurian Ikan

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Abdul Halim. (Antara)

Jakarta, (Antara Sumbar) - Sinergi yang lebih baik antara pemerintah pusat dengan pemerintahan di tingkat daerah merupakan syarat penting guna mengefektifkan pemberantasan pencurian ikan yang terjadi di kawasan perairan Republik Indonesia, kata satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Abdul Halim ketika dihubungi di Jakarta, Selasa, sepakat bahwa masih ditemukannya kasus kapal eks-asing di sejumlah daerah dapat menandakan pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal yang belum memberikan efek jera.

"Bisa juga (kurangnya efek jera itu) disebabkan oleh tidak tersambungnya upaya penegakan hukum di tingkat nasional dan daerah," kata Abdul Halim.

Untuk itu sinergi yang baik antara nasional-lokal perlu diwujudkan secara bersama-sama agar penerapan suatu kebijakan bisa berlangsung lancar hingga ke daerah.

Sedangkan kepada sejumlah kapal eks-asing yang diduga diubah menjadi kapal lokal tanpa aturan yang semestinya, Abdul Halim mengatakan perlunya tindakan yang tepat.

"Pulangkan kapal-kapal eks-asing setelah pengadilan memutuskan," kata Sekjen Kiara.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyoroti persoalan sejumlah kapal penangkap ikan di Teluk Benoa, Provinsi Bali, yang ditengarai tidak memiliki perizinan sebagaimana aturan yang berlaku.

"Kami juga sedang menyelidiki persoalan-persoalan yang ada di Teluk Benoa," kata Menteri Susi di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Jakarta, Rabu (5/10).

Menurut Susi, di kawasan tersebut diduga sudah ada lebih dari 30-an kapal ikan eks-Taiwan yang "berganti baju" menjadi kapal dalam negeri.

Padahal, Menteri Kelautan dan Perikanan mengingatkan bahwa kapal itu seperti manusia yang tidak semudah itu bergonta-ganti kewarganegaraan.

Sebagaimana diketahui, ada ratusan kapal nelayan anggota Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) dari Benoa-Bali yang memilih berhenti beroperasi mulai 1 Oktober.

Hal tersebut dilakukan antara lain karena tidak tahan dengan sejumlah aturan-aturan yang menyulitkan operasi untuk penangkapan ikan seperti larangan "transshipment" (alih muatan di tengah laut) dan lamanya menunggu perpanjangan perizinan. (*)