Mahasiswa Asing Pun Jatuh Cinta Pada Minangkabau

id kesenianminang

Mahasiswa Asing Pun Jatuh Cinta Pada Minangkabau

Sejumlah peserta program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) Kementerian Luar Negeri, mempelajari alat musik tradisional Minang, talempong dan suling di sanggar Syofiani Padang, Sumatera Barat. (Antara Foto/Iggoy El Fitra)

Padang, (Antara) - Pagi itu alunan alat musik pukul tradisional Minangkabau talempong terdengar gegap gempita memenuhi bangunan berlantai dua di Jalan Nuri Air Tawar Barat, Kota Padang, Sumatera Barat.

Sebanyak 12 orang mahasiswa asing peserta program Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) Kementerian Luar Negeri terlihat serius mempelajari cara memainkan talempong di Sanggar Tari dan Musik Sofyani Padang.

"One.. two..one...two.. three... four...," ucap Fauzi Akbar salah seorang pengajar memandu mahasiswa yang duduk di lantai memainkan talempong.

Alat musik yang menyerupai bonang dalam permainan gamelan itu terbuat dari kuningan berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 17 centimeter yang dimainkan dengan menggunakan sepasang kayu sebagai alat pukul.

Salah seorang peserta Nurhasanah Haji Mohd Salleh asal Brunei Darusalam terus menyimak arahan dari instruktur sembari tangannya tetap memegang alat pukul.

"Ayo kita ulangi lagi ikuti saya ya, satu.. dua... tiga...," lanjut instruktur memberi arahan.

Nurhasanah tampak kepayahan mengikuti arahan instruktur namun tetap berupa memainkan talempong sesuai instruksi.

Sesekali ia terlihat mengusap dahi sembari menghela nafas di sela-sela latihan. "Sulit juga , tapi tak ape saya akan coba terus sampai bisa," katanya yang merupakan mahasiiswi Jurusan Bisnis Universiti Brunei Darussalam.

Sosok yang akrab disapa Lena itu mengaku amat tertarik dengan kebudayaan dan kesenian Minang karena memiliki karakter yang unik dengan orang-orang yang ramah.

"Saya bukan seorang penari, juga bukan musisi dan tidak punya basis soal kesenian, tapi saya akan belajar pelan-pelan sampai mahir," lanjutnya.

Setelah satu bulan berada di Padang ia mengaku takjub dengan Padang terutama budaya, keindahan alam hingga makanannya karena baru pertama kali berkunjung.

"Ini pengalaman berharga dalam hidup saya, apalagi ketika belajar tari para pelatih dengan sabar melatih saya sampai bisa," ujarnya.

Lena berencana mempromosikan tari tradisional Minang dan alat musik di kampusnya ketika program berakhir. "Saya benar-benar jatuh cinta dengan Padang dan usai program ini rencananya akan kembali berkunjung ke sini," katanya.

Sementara Jack asal New Zeland memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap talempong hingga berhasil menyusun komposisi baru lagu-lagu terkenal menggunakan alat musik pukul itu.

Sebanyak 12 mahasiswa yang berasal dari Brunei Darusalam, Vietnam, Rusia, Azerbaizan, Fuji, New Zeland hingga Papua Nugini itu mulai berlatih sejak pukul 08.00 WIB dan baru akan selesai pukul 17.00 WIB dengan jeda satu jam setiap hari selama tiga bulan,

Pelatih talempong Muhammad Regan Nazir menceritakan kesulitan mengajar peserta adalah melatih tempo dan beat yang kadang terlalu cepat dan adakalanya lambat karena belum semua kenal musik.

"Ada yang cepat pandai, sekali diajarkan langsung bisa, ada juga yang lambat, target kami tidak sampai mahir tapi minimal bisa membawakan musik tari pasambahan," katanya.

Pelatih Sanggar Sofyani Andre Pradipja mengaku senang pihaknya dipercaya oleh pengelola program untuk melatih 12 mahasiswa tersebut kesenian tradisional Minang.

Ia menceritakan mahasiswa asing tersebut diwajibkan belajar kesenian tradisional mulai dari tari piring yang musik pengiring juga dimainkan sendiri hingga alat musik talempong, suling dan gendang.

"Ada di antara mereka yang sudah punya dasar soal tari, namun ada juga yang masih awam, tapi semangat belajar tinggi," kata dia.

Menurutnya kesulitan yang dijumpai adalah bahasa karena ada istilah dalam kesenian Minang yang khas sehingga sulit menjelaskan dalam bahasa Inggris.

Malah ada yang belum mengenal tari dan musik sehingga perlu dikenalkan dasar-dasarnya, katanya.

Apalagi, lanjut dia, untuk tari tradisional Minang basisnya adalah silat, jangankan orang luar orang Minang sendiri cukup sulit untuk mempelajari.

Ia melihat animo mahasiswa tersebut luar biasa bahkan pernah suatu ketika terlambat mulai dan mereka malah bertanya ke instruktur kapan akan mulai latihan.

Selain itu 12 mahasiswa tersebut juga belajar atraksi pertunjukan randai yang memadukan gerakan silat Minang dengan kesenian tradisional serta dendang Minang.

Ia menyebutkan sebanyak lima pelatih dilibatkan untuk melatih tari dan empat orang pelatih musik serta dua pelatih randai.

Setiap selesai diajarkan satu materi akan dilakukan tes dan pada akhir program 12 mahasiswa ini akan ditampilkan unjuk kebolehan bermain kesenian Minang.

Ia menambahkan selain belajar kesenian mahasiswa tersebut juga belajar bahasa Minang dan telah menguasai beberapa kosa kata.

Andre mengisahkan yang paling berkesan saat melatih peserta adalah mereka juga mau belajar bahasa Minang serta bagaimana kegigihan untuk terus mencoba sampai mahir walaupun sulit.

Sedangkan peserta program BSBI asal Universitas Nusa Cendana Kupang Nusa Tenggara Timur, Dianti Koroh mengaku senang belajar seni Minang karena berbeda dengan daerahnya.

"Sebenarnya tidak sulit, saya merasa tertantang menyelesaikan materi musik dan tari yang diajarkan," katanya.

Ia memandang seni adalah identitas sebuah bangsa dan Indonesia memiliki kesenian yang sangat unik dan dipastikan akan menyesal kalau tidak mengenalnya.

Sebelumnya Wakil Menteri Luar Negeri, AM Fachir sebagaimana dikutip dari laman www.kemlu.go.id menyebutkan pada 2016 sebanyak 60 pemuda dari 41 negara mengikuti kegiatan ini untuk belajar dan tahu lebih banyak tentang Indonesia.

Sebanyak 60 peserta yang berasal dari negara-negara di kawasan Asia, Pasifik, Afrika, dan Eropa tersebut merupakan hasil saringan lebih dari 300 orang pendaftar program BSBI 2016 dari 46 negara, katanya.

Ia menyampaikan pada awal penyelenggaraan program BSBI ditujukan bagi negara anggota South West Pacific Dialogue (SWPD) seperti Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, Filipina, dan Timor Leste, dengan Indonesia sebagai tuan rumah.

Seiring perkembangan, peserta diperluas ke negara-negara ASEAN+3, PIF, dan dari berbagai penjuru dunia lainnya, katanya.