Pewaris Adat Kinali Blokade Jalan Masuk PT PANP

id Blokade Jalan

Pewaris Adat Kinali Blokade Jalan Masuk PT PANP

Blokade jalan ke perkebunan sawit. (Ilustrasi)

Simpang Ampek, (Antara) - Puluhan masyarakat yang tergabung dalam tiga kaum pewaris pemangku adat di Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, memblokade jalan masuk ke perusahaan kelapa sawit PT Perkebunan Anak Nagari Pasaman (PT PANP) dengan portal, Rabu.

Tuntutan ketiga pewaris kaum adat yang terdiri dari adat Dt Majo Indo, Dt Rangkayo Basa, Dt Itam Putiah adalah realisasi untuk kewajiban plasma 20 persen kepada masyarakat.

Menurut Waris Kaum Dt Rangkayo Basa, Katik Munir, aksi ini sebagai bentuk protes terhadap perusahaan yang tidak menepati janji.

Massa itu merupakan kaum waris yang ada di sekitar PT PANP.

Sebelum aksi, berbagai upaya sudah dilakukan untuk dicarikan solusinya, namun tuntutan masyarakat sampai saat ini tidak digubris oleh perusahaan.

"Kami sebagai ahli waris pemangku adat Dt Majo Indo, Dt Rangkayo Basa, Dt Itam Putiah Wilayah Anam Koto Selatan akan terus menuntut agar perusahaan merealisasikan plasma 20 persen," katanya.

Sebelumnya, kaum waris sudah mengirimkan surat tuntutan rampas hak plasma kaum tiga ninik mamak Anam Koto Selatan PT PANP ke perusahaan pada 12 Mei 2014 disusul dengan surat 3 Juni 2014.

Tetapi sampai hampir setahun tidak mendapat tanggapan serius dari perusahaan, maka kaum waris yang tergabung dari tiga ninik mamak tentu menganggap perusahaan sudah memandang sebelah mata.

Bahkan, sebelum dilakukan aksi pemortalan jalan itu, pewaris kaum sudah menyurati pihak Pemda, DPRD, Polres setempat dan lainnya untuk penyelesaian plasma ini.

Namun, tidak ada penyelesaian yang memihak kepada kaum waris, maka untuk itulah kaum waris mengambil kebijakan untuk membuat aksi.

Tujuannya sebagai bentuk protes kepada perusahaan, agar mereka memberikan hak-hak dari kaum waris tiga ninik mamak.

Kalau seandainya tidak ada penyelesaian, maka ke depan akan terus dilakukan upaya menuntut ke perusahaan. Karena plasma itu sesuai dengan aturan perundang-undangan.

"Kami sebagai kaum waris akan terus menuntut perusahaan hingga permasalahan yang merugikan masyarakat ini tuntas," kata Katik Munir.

Ia menjelaskan dalam hal ini kalau seandainya sudah ada sertifikat hak guna usaha (HGU) perusahaan tentu harus ada plasma bagi masyarakat.

"Jadi, sesuai aturan, sekitar 400 hektare adalah lahan plasma hak kaum kami sesuai surat penyerahan tahun 1988. Tapi selama ini tetap dinikmati perusahaan. Kami juga akan menuntut dana kompensasi," tegasnya.

Salah satu warga, Munar, menyampaikan sesuai informasi saat pertemuan dengan DPRD Pasaman Barat diperoleh lahan yang sudah diolah saat ini mencapai 1.840 hektare dari 2.000 hektare yang diserahkan kepada PT Pasaman Permai yang saat ini sudah beralih manajemen ke PT PANP.

Penyerahan lahan melalui pemerintah daerah tingkat II itu dilakukan di Kinali pada tanggal 28 September 1988.

Rencana awal lahan itu akan dipergunakan sebagai lahan perkebunan cokelat dengan ketentuan perusahaan akan melakukan atau memenuhi ketentuan silih jariyah atau adat diisi "limbago dituang" (uang pengganti) sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik ulayat.

Tetapi, di pertengahan jalan pengolahan kebun dijadikan kebun sawit dengan mengesampingkan program pemerintah dan perundang-undangan yang berlakum sehingga sampai sekarang kaum waris pemangku adat tidak ada yang mengetahui status izin kebun sawit perusahaan tersebut.

Bahkan masyarakat masih ragu terkait kepemilikan yang dikelola oleh PT PANP, karena PT PANP ini membeli tanah kaum ulayat kepada siapa.

Secara terpisah, pihak manajemen PT PANP belum berhasil dihubungim sebab saat aksi itu pimpinan perusahaan tidak berada di tempat.

Namun, menurut salah satu staf atau karyawan PT PANP Efta kepada wartawan, pimpinan sedang berada di PT AMP Agam untuk mengurus warga yang juga sedang demonstrasi di sana.

"Saya tidak bisa berkomentar pak, pimpinan tidak ada. Mereka di PT AMP Agam Kabupaten Agam mengurus orang yang demo juga," kata Efta.

Sementara itu, Kapolsek Kinali Iptu Nasrul mengatakan saat ini aksi blokade jalan dengan portal itu sudah dibubarkan, sebab jalan yang diberi portal oleh masyarakat itu memang merupakan jalan umum.

"Ke depan, kami akan melakukan musyawarah dengan mengundang pihak yang terkait persoalan itu," katanya. (*)