Sawahlunto Berjuang Menuju Pengakuan Kota Pusaka Dunia

id Sawahlunto Berjuang Menuju Pengakuan Kota Pusaka Dunia

Sawahlunto Berjuang Menuju Pengakuan Kota Pusaka Dunia

Dirjen Penataan Ruangan Kementerian PU M.Basuki Hadimuljono (kiri) Walikota Sawahlunto Ali Yusuf (kanan) berbincang saat meninjau Bangunan tua yang bernilai sejarah usai membuka Workshop Kesiapan Kota

Anggapan sebagai "kota mati" tersingkir sudah dari Sawahlunto dengan kebangkitan sektor pariwisata dan sektor riil sejak sepuluh tahun terakhir.

Tentu bukan hal mudah pula bagi pemangku kepentingan kota ini menggerakan potensi yang ada untuk bisa mengajak masyarakat bangkit lagi.

Puluhan tahun masyarakatnya hanya semata mengandalkan sektor pertambangan, hal wajar banyak pandangan dan anggapan sebagai "kota mati" setelah berakhirnya aktivitas pertambangan batu bara pada awal tahun 2000.

Betapa tidak, aktivitas ekonomi masyarakat semakin meredup. Rasa pesimistis untuk pemenuhan kebutuhan hidup kian kelam. Tak ada pekerjaan yang jelas sebagai tumpuan hidup. Kenyataan itu, membuat sebagian besar penduduknya ada yang eksodus ke sejumlah daerah di wilayah Sumatra dan pulau Jawa.

Pandangan sebagai kota mati dari pihak luar dan berbagai pemangku kepentingan semakin nyata dengan berakhirnya aktivitas pertambangan PT. Bukit Asam Unit Penambangan Ombilin (PT.BA UPO) sejak sepuluh tahun silam. Kondisi itu, tentu tidak terlepas makin menipisnya deposit "arang bumi" tersebut, dan kerugian belasan miliaran yang dialami perusahaan itu.

Berjuang untuk bangkit dan penataan kehidupan masyarakat kembali, bukan persoalan mudah yang dihadapi pemerintah setempat. Sektor perkebunan, pertanian dan perikanan selama berjalan aktivitas pertambangan bukan jadi titik perhatian. Apalagi, sektor kepariwisataan jauh dari bayangan di kalah tahun 1980-1990-an itu.

Kemauan politik, kebersamaan semua pemangku kepentingan dan keterbukaan untuk menerima banyak pandangan dari berbagai pihak membuat fakta sebagai "kota mati" dapat dibalikan secara berlahan bagi masyarakat dan pemerintah kota setempat, yang kini sebagai daerah kunjungan.

Kini Sawahlunto sudah merupakan kota destinasi wisata di Provinsi Sumatera Barat, karena punya potensi dan nilai khas keunikan tersendiri sebagai obyek bagi wisatawan. Bangunan-bangunan tua peninggalan kolonial bukan berdiri sunyi tanpa aktivitas lagi, semua sudah berubah dengan adanya aktivitas yang menghidupkan.

Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf mengatakan, menghilangkan stigma sebagai kota mati bukan pula sama dengan membalikkan telapak tangan. Perjuangan ini, bukan karena pemerintah saja tetapi bersama masyarakat yang ingin melakukan perubahan.

Masyarakat juga tak ingin larut dengan serba ketiadapastian hidup pada sepuluh tahun silam, dan pemerintah daerah tidak pula tegah membiarkan kenyataan hidup yang sedang menimpa warga. Makanya, pemerintah kota berupaya mencari formula aktivitas ekonomi yang dapat menggairah masyarakat kembali.

Salah satunya pada tahap awal kampanye untuk mengembangkan sektor perkembunan karet dan kakao (cokelat) digalakan sejak kepemimpinan Amran Nur. Hamparan tanah-tanah terbentang bekas tambang harus dimanfaatkan untuk bernilai guna dengan ditanami pohon karet dan kakao. Pemkot memberikan bibit dan pupuk secara cuma-cuma, yang penting masyarakat mau menanamnya.

Perlahan, masyarakat mulai yakin dan terbangun rasa optimistisnya dengan sumber pendapatan baru itu. Namun, meyakinkan masyarakat pada tahap awal itu bukan pula urusan mudah, karena masyarakat sudah terbiasa tergantung dengan batu bara.

"Pasca meredupnya aktivitas tambang batu bara, diakui penduduk Sawahlunto dikala itu eksodus ke berbagai daerah. Penduduk Sawahlunto sebelum tahun 2000, berjumlah 55.090 jiwa dengan cakupan wilayah yang bertambah dari 778 hektare menjadi 27.344 ha. Namun, pada 2000, jumlah penduduk Sawahlunto berkurang sekitar delapan persen menjadi 50.668 jiwa" ujarnya.

Kenyataan pengurangan penduduk harus dihadapi, seiring dengan pemerintah kota terus berbenah mencari formula-formula untuk mengembalikan gairah ekonomi di Sawahlunto.

Karenanya pemerintah kota membuka diri untuk bekerjasama dengan berbagai pihak, di antaranya perguruan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pembuatan perencanaan pengembangan dunia kepariwisataan.

Kemudian dijalin kerja sama dengan PT. BA UPO dan Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, dalam membuat masterplan resort wisata Danau Kandi, guna meningkatkan pemahaman dan manfaat dari warisan sejarah pertambangan di Sawahlunto.

Kini danau gandi menjadi obyek yang mendapat perhatian wisatawan lokan dan manca negara, karena di kawasan itu, juga terdapat kebun binatang.

Bahkan, kata dia, pada 2004 atas kerja sama dengan Programma Uitzending Managers (PUM) dan beberapa lembaga lainnya untuk melakukan penelitian. Akhirnya menghasilkan upaya revitalisasi kawasan historis pusat kota lama Sawahlunto.

Hasil kajian itu, telah mendorong pemerintah kota untuk melakukan banyak perubahan terhadap pengembangan dan pelestarian bangunan peninggalan kolonial itu. Sampai pada 2013 sebanyak 74 bangunan sudah masuk daftar cagar budaya (CB).

Dari data, setidaknya sekitar 20 bangunan lagi dapat masuk ke daftar cagar budaya sehingga akan menambah pembendaharaan cagar budaya yang ada di Sawahlunto.

Bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda dipugar kembali dan hidupkan akativitas sehingga dapat mendatang banyak orang dari luar mengunjunginya. "Saat itu, tak ada pilihan selain memanfaatkan cagar budaya yang ada untuk dapat berdampak ekonomi dan bernilai bagi masyarakat," katanya.

<b>Kota Pusaka Dunia</b>

Potensi bangunan-bangunan tua yang berkaitan dengan warisan sejarah dan budaya itu, pelestarian dan pengelolaannya dikuatkan dengan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Wali Kota.

Wali Kota Sawahlunto Ali Yusuf mengatakan, pemerintah daerah Sawahlunto untuk pelestarian warisan sejarah dan budaya sudah melakukan revitalisasi dan konservasi bangunan masa kolonial tersebut.

Bahkan, pengaturan tata ruangnya dituangkan dalam regulasi Perda Nomor 6 tahun 2007 tentang Penetapan Bangunan, Gedung, Kompleks Bangunan, Situs dan Fitur sebagai Benda Cagar Budaya. Juga Perwako dimana yang boleh dibangun dan berapa tingkat tinggi gedung yang izinkan.

Di kawasan kota tua Sawahlunto, hanya tiga tingkat bangunan yang dibolehkan, ketentuan itu supaya tidak menghambat pemandangan bangunan - bangunan bersejarah yang ada dan selama ditaati masyarakat maupun pengusaha.

"Komitmen pelestarian dan pemanfaatan terus diperkuat dan mudah-mudahan bisa meraih anugerah cagar budaya yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kita juga berharap, Sawahlunto punya peluang besar untuk ikut dalam kompetisi masuk sebagai kota pusaka warisan dunia," kata dia.

Justru itu, berbagai upaya terus dilakukan supaya semakin cepat proses melengkapi persyaratan yang diberikan UNESCO. Bahkan mulai 2014 dengan diberlakukan kurikulum 2013, maka seluruh pelajar sekolah dasar harus mempelajari sejarah Kota Sawahlunto karena sudah dimasukan muatan lokal.

Jadi, beberapa tahapan untuk memenuhi persyaratan UNESCO sudah diimplementasikan, mulai dukungan Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) dan dukungan Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, serta lintas menteri, termasuk komunitas-komunitas dan media massa akan dapat mempercepat.

"Beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi lagi. Bukan pula urusan mudah tetapi dengan banyak dukungan dari berbagai pihak diharapkan dapat cepat pencapaian. Kapan tahunnya dapat diakui UNESCO tentu tidak bisa ditargetkan," katanya.

Namun, komitmen pemerintah kota dan kerja keras komponen masyarakat untuk mendukung menuju impian itu, mudah-mudahan dapat terwujud. Bila tercapai kelak jelas menimbulkan multi dampak dalam kehidupan masyarakat baik secara sosial ekonomi, dan budayanya.

Kini kunjungan wisatawan ke Sawahlunto baru mencapai 750 orang per bulan, ke depan kalau sudah mendapat pengakuan meningkatnya bisa mencapai 100 persen.

"Kalau suatu kota sudah mendapat pengakuan UNESCO, turis akan berdatangan dari belahan dunia ini. Jangka panjangnya ini yang diharapkan untuk menyejahterahkan masyarakat, maka berbagai program ke arah tujuan itu digencarkan pemerintah kota," katanya.

Direktur Eksekutif Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Asfarinal mengatakan, Kota Sawahlunto merupakan salah satu kota pusaka di luar Sumatra yang masuk nominasi untuk meraih anugrah Kota Cagar Budaya yang diselenggarakan pemerintah 2014.

"Ada lima kota masuk nominasi cagar budaya yang terpilih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dari sekian banyak kabupaten dan kota di Indonesia. Sawahlunto satu-satunya dari pulau Sumatra," katanya.

<b>Perjuangan</b>

Perjuangan Kota Sawahlunto cukup berat untuk bisa meraih nomor nominasi satu dan dua pada anugerah itu, tapi kalau mampu mendapatkan posisi dua saja menerima anugerah itu, tentu memberi dampak positif memotivasi kota-kota pusaka di wilayah Sumatra.

Kelima kota itu, selain Sawahlunto, Semarang, Solo, Yogyakarta dan Surabaya yang dalam waktu dekat akan diumumkan peraih anugerah cagar budaya nasional tersebut.

Founder Komunitas Historia Indonesia Asep Kambali dalam kegiatan media gathering di pelataran kediaman Wali Kota Sawahlunto menyampaikan, menjaga dan melestarikan cagar budaya yang ada, tergantung kemauan politik kepala daerah yang utama.

Menurut dia, tak ada kemauan politik sudah banyak cagar budaya yang punya nilai sejarah besar, tapi terabaikan begitu saja dan bahkan dijual karena tidak ada perhatian dalam pelestariannya.

Jika, kondisi kurang kepedulian terus berlanjut pada kabupaten dan kota pusaka yang ada di Indonesia, tentu di masa mendatang generasi akan kelam dengan nilai-nilai sejarah daerah dan bangsa sendiri.

"Kami mengapresiasi langkah dan komitmen yang terus ditunjukan pemerintah kota Sawahlunto, sehingga bangunan tua yang ada dapat kembali bernilai dan terpelihara serta mendatangkan multi efek terhadap kehidupan masyarakat," katanya.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, M. Basuki Hadimuljono mengatakan, komitmen kepala daerah yang jadi kunci utama dalam pengembangan kota pusaka.

Bagaimana mungkin akan banyak dukungan dari berbagai pihak dan Kementerian/Lembaga kalau kemauan politik kepala daerah, termasuk legislatifnya tidak terlihat dalam memelihara dan pelestarian cagar budaya baik benda maupun non benda yang terdapat di wilayah.

"Kami terus mendorong semangat kepala daerah yang memiliki komitmen. Yang prioritas untuk difasilitasi yang kemauan politik pemerintah daerahnya kuat dan serius," kata Basuki.

Ia menyebutkan sampai pada 2014 tercatat sebanyak 29 kota yang telah menyusun strategic plan dan menanda tangani piagam komitmen kota pusaka sebagai Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP).

Kota itu, Banda Aceh, Sawahlunto, Palembang, Semarang, Yogyakarta, Banjarmasin, Denpasar, Baubau, Pangkal Pinang, Bukittinggi, Medan, Tegal, Pekalongan, Salatiga, Surakarta, Malang, Blitar dan Ternate.

Selain itu, juga tercatat sejumlah kabupaten meliputi Karangasem, Bangka Barat, Brebes, Batang, Banjarnegara, Cilacap, Boyolali, Rembang dan Ngawi.

Ke depan, kata Basuki, kota dan kabupaten itu akan mendapat fasilitas untuk inventarisasi dan dokumentasi aset pusaka di wilayahnya.

Fasilitas dan dukungan yang diberikan nantinya oleh kementerian, lembaga, akademisi dan dunia usaha dipersiapkan untuk menjadi World Heritage City (WHC).

"Jadi, implementasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang efektif menjadi suatu tantangan tersendiri bagi kota-kota yang sarat dengan nilai pusaka. Kita melihat, ini suatu pekerjaan besar untuk mewujudkan kota-kota pusaka di Indonesia sebagai kota pelestarian peradaban," katanya.

"Kita selalu bangga dan takjub dengan kota pusaka dan budaya orang lain di luar, padahal yang kita punya tak kalah dibandingkan yang di luar negeri. Yang kurang kepedulian untuk menjaga dan melestarikannya," katanya. (*)