Buku
tentang perjalanan menunaikan ibadah haji sudah banyak ditulis, salah
satu yang fenomenal adalah yang ditulis oleh Dr Ali Shariati. Banyak
artikel dan buku tentang perjalanan ibadah haji yang merujuk kepada buku
Haji karangan Dr Ali Shariati ini.
Selain
buku tentang perjalanan haji yang ditulis dengan serius dan mendalam,
buku perjalanan haji yang ditulis dengan ringan juga banyak bertebaran.
Daya
tarik sebuah buku perjalanan ada pada kejujuran dan spontanitas penulis
pada kesan yang ditangkapnya selama dalam perjalanan.
Salah satu buku perjalanan haji yang berkategori seperti itu adalah "Wartawan Naik Haji. Tersungkur di Gua Hira".
Buku
yang diterbitkan Antara Publishing dan ditulis oleh wartawan senior
Kantor Berita Antara, Akhmad Kusaeni itu memaparkan perjalanannya
berhaji.
Buku
ditulis penggal per penggal. Pada setiap bagian ditulis tuntas dan
tidak terkait langsung dengan penggalan berikutnya.
Namun
secara keseluruhan, isi buku adalah prosesi dan renungan dari makna
prosesi itu. Seperti mengapa harus wukuf, mengapa harus melempar jumrah
atau mengapa harus berqurban.
Buku yang bertebal 200 halaman dengan cover sang penulis berkafayeh itu berisikan 16 artikel.
Artikel
kedua, Tersungkur di Gua Hira dijadikan judul buku dan cukup menarik
karena di situ digambarkan kebimbangan penulis, apakah mampu mendaki
bukit setinggi 270 meter dari permukaan laut dengan jumlah anak tangga
600 lebih.
Di
sisi lain dia menggambarkan bagaimana peziarah lain yang lebih tua,
kakek dan nenek seusia ibunya mendaki dengan semangat.
Lebih
memalukan lagi, digambarkan bahwa Siti Khadijah, istri Nabi Muhammad
SAW, dalam usia 55 tahun setiap hari mengantarkan makanan untuk sang
suami.
Sementara penulis yang berusia 47 tahun (2011) tak mampu menapaki anak tangga (hal 42).
Dengan
memompa semangat dan teringat pada obsesinya saat anak-anak dahulu
tentang gua yang banyak diceritakan saat pengajian, maka akhirnya sampai
juga penulis di sana.
Di gua itu dia tersungkur (bersujud) mengenang perjuangan Rasulullah saat pertama kali menerima wahyu.
Kelebihan
dari 16 artikel dalam buku ini adalah gaya penulisannya yang ringan,
seperti laporan pandangan mata dan pemaknaan pada prosesi haji.
Sudut
pemaparan juga beragam, termasuk tentang doa cepat mendapat
jodoh (artikel ketiga, hal 47) atau Joki Hajar Aswad (artikel kelima,
hal 71).
Sisi ringan lainnya yang enak dibaca adalah Mati Ketawa Ala Jemaah Haji (artikel ke-12, hal 147).
Pada
artikel ini penulis mengutip "joke" dan pengalaman mantan Ketua
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), KH Hasyim Muzadi yang
menceritakan anggota jamaahnya yang tak kunjung mau naik bus umum karena
kondektur meneriakkan "Haram! Haram!".
Sementara
yang dimaksud adalah Masjidil Haram. Anggota jamaah mengira dirinya
haram sehingga tidak boleh naik bus (hal 151).
Pada
bagian lain diceritakan bagaimana KH Muzadi menggali pengakuan anggota
jamaah hajinya yang belum biasa menggunakan fasilitas sanitari
perkotaan.
Disebutkan,
muncul keluhan di pemondokan karena wastafel tempat cuci tangan berbau
pesing. Saat ditanya, tidak ada yang mengaku kencing di situ.
KH Hasyim putar otak, dia bertanya kepada anggota pemondokan bagaimana fasilitas kamar mandi, apakah sudah memadai?
Seorang kakek merespon dengan lugu, "Sebenarnya yang sekarang sudah
baik Pak Kyai, cuma terlalu tinggi. Tadi pagi saya kencing susah, karena
ketinggian saya bawa kursi ke kamar mandi." (hal 152).
Pada
sisi lainnya, penulis menguraikan mana lebih afdhol, tahalul dengan
memotong sebagian rambut, minimal tiga helai, atau gundul. Digambarkan,
banyak jamaah enggan mencukur rambut hingga gundul. Biasanya, alasan
yang dikemukakan sangat pribadi.
Dalam
artikel ke-13 tersebut, penulis menggambarkan proses pilihan mencukur
gundul rambut tersebut seakan pilihan pribadi, bahkan menanyakan kepada
teman-temannya di "facebook" apakah memotong atau mencukur gundul jadi
pilihan terbaik.
Namum,
secara halus penulis menggiring pembaca pada aturan yang sebenarnya,
mengapa lebih afdhol gundul bagi pria karena Rasulullah mencukur
rambutnya hingga gundul ketika berhaji.
Pada
suatu riwayat diceritakan bahwa Nabi Muhammad menghimbau hingga tiga
kali agar pria anggota jamaah haji memotong rambutnya hingga gundul,
tetapi tidak dituruti.
Istri
Nabi lalu memintanya agar mempraktikkan di depan pengikutnya, setelah
itu maka semua laki-laki mencukur habis rambutnya mengikuti perbuatan
Nabi, tanda sudah bertahalul.
Buku
yang diisi dengan kata pengantar Menteri Agama RI Suryadharma Ali itu
memuat foto-foto bagus yang terkait dengan ibadah haji.
Foto tersebut, sebagaian merupakan koleksi pribadi, sebagian lagi dari fotografer Antara yang pernah meliput di sana.
Jika
ada hal yang perlu diperhatikan adalah cukup dominannya foto penulis di
buku ini. Suryadharma menyinggungnya dalam kata pengantar dan penulis
menyadarinya sebagai bagian dari sikap narsisnya (Ucapan Terimakasih,
hal 23).
Hal
lain yang perlu diperbaiki adalah presisi penunjukan halaman pada
daftar isi dengan kenyataan di dalam buku. Secara keseluruhan, buku ini
layak dibaca karena artikelnya penuh warna dan enak dikunyah. (*/wij)
Berita Terkait
Kembangkan mobilitas pelayanan modern dan efisien, PLN gandeng GoTo dalam penyediaan kendaraan kedinasan
Minggu, 2 Juni 2024 14:28 Wib
Wako Solok: Pancasila harus senantiasa kita jiwai dan pedomani
Minggu, 2 Juni 2024 12:13 Wib
Mendag pastikan stok aman dan harga terkendali jelang Idul Adha 1445 H
Minggu, 2 Juni 2024 4:43 Wib
Silaturahmi Nasional Salimah Sumbar optimalkan peran pengurus dalam Perlindungan Anak, Perempuan dan Keluarga
Sabtu, 1 Juni 2024 22:21 Wib
Pilkada Pessel Makin Dekat, Welly Bernando Terus Jalin Silahturahmi dan Komunikasi
Sabtu, 1 Juni 2024 12:21 Wib
Esensi Hari Lahir Pancasila dan semangat kebangsaan yang egaliter
Sabtu, 1 Juni 2024 11:52 Wib
Pj Wako Andree Algamar Sidak SPPBE di Padang, Pastikan Kualitas dan Kuantitas LPG 3 Kg Sesuai Standar
Jumat, 31 Mei 2024 20:36 Wib
Pengusaha dan buruh minta pemerintah pertimbangkan ulang Tapera
Jumat, 31 Mei 2024 14:09 Wib