Semalam Suntuk dengan Randai, Salawat Dulang dan Saluang Dendang

id Semalam Suntuk dengan Randai, Salawat Dulang dan Saluang Dendang

Semalam Suntuk dengan Randai, Salawat Dulang dan Saluang Dendang

Kaum ibu dengan pakaian bundo kanduang berarak membawa nasi dan penganan menuju arena perkaulan. Fhoto Efriwan

KABUPATENSijunjung selain memiliki keindahan alam dengan panorama alam kawasan Musiduga(Muaro, Silokek, dan Durian Gadang), ternyata juga memiliki beragam khas budayayang tersebar disetiap nagari. Sebut saja budaya baarak kubua (ziarah kubur),baombai maupun budaya bakaua adat (berkaul adat).

Khusus budaya bakaua adat, umumnya setiap nagari diKabupaten Sijunjung hingga saat ini masih tetap melaksanakannya. Dan biasanyabakaua adat ini dilaksanakan setelah selesai masa panen dan hendak menjelangmusim tanam di tahun berikutnya.

Biasanya pelaksanaan bakaua adat ini diawali terlebihdahulu dengan musyawarah di tingkat nagari, yang dihadiri seluruhpetinggi-petinggi nagari, mulai dari ninik mamak, alim ulama, cerdik pandaiserta wali nagari dan lembaga-lembaga yang ada di nagari.

Setelah didapat kata sepakat, bulek alah sagolek, picak alahsalayang, maka ditentukanlah hari pelaksanaan bakaua, termasuk berbagaijenis hiburan yang akan ditampilkan pada malam bajago-jago gunamenyemarakkan alek anak nagari tersebut. Misalnya penampilan kesenian randai,selawat dulang, saluang dendang, rabab maupun yang lainnya.

Penampilan kesenian ini pada malam bajago-jago, selainbertujuan untuk menghibur kaum ibu yang menyiapkan berbagai peralatan bumbudapur, juga sebagai media hiburan bagi anak nagari sekaligus untuk melestarikankesenian tradisional yang saat ini terancam lengser dari singgasananya akibatterpaan dan serbuan musik-musik modern beraliran keras dan bukan berakar daribudaya Minangkabau.

Hiburan yang diperuntukkan buat anak nagari itu akanberlangsung hingga masuknya waktu subuh, setelah selesai shalat subuh makakegiatan dilanjutkan dengan menyemblih kerbau yang telah dipersiapkan untukpesta adat ini. Penyemblihan dilakukan kaum laki-laki yang telah ditugaskanuntuk pekerjaan tersebut.

Kemudian setelah kerbau disemblih dan dipotong sedemikianrupa, maka tugas pun kembali beralih pada kaum ibu, dimana daging kerbau yangtelah disembelih dan dibersihkan akan dimasak oleh kaum ibu secarabersama-sama.

Selain memasak daging kerbau yang nantinya akan disajikanpada saat acara makan bajamba, kaum ibu juga diberi tanggung jawab menyediakannasi serta sambal dan penganan lainnya untuk disajikan kepada para tamu danundangan yang hadir pada kegiatan berkaul.

Setelah semuanya selesai, maka tibalah saat untukmelaksanakan kegiatan berkaul, danbiasanya dilaksanakan setelah selesai shalat Zuhur. Saat itu kaum ibu akandatang ke lokasi perkaulan dengan membawa makan dengan cara dijujung, makananyang dibawa ini diletakkan pada sebuah dulang yang kemudian ditutupi dengantudung saji lengkap dengan penutupnya berupa kain beludru. Ibu-ibu yang membawamakanan ini datang dengan cara berarak, namun ada juga yang datang secarasendiri-sendiri.

Sementara itu, para ninik mamak juga akan datang secarabersamaan lengkap dengan pakaian kebesaran masing-masing. Para pucuk adat inidatang dengan diiringi musik talempong yang merupakan musik tradisional Minang.

Setelah seluruhnya lengkap hadir termasuk dari instansipemerintah, maka acara berkaulpun dilaksanakan. Disinilah kita dapat melihat kekompakandari suatu nagari dalam menggelar sebuah alek besar. Sebab seluruh anak nagari diberitanggung jawab sesuai perannya masing-masing.

Kemudian, pada kesempatan ini kita juga akan mengetahuitata cara pelaksanaan alek nagari, khususnya dalam pelaksanaan berkaul. Dimanakita juga akan disuguhi pepatah petitih adat, sekaitan dengan kegiatan yangdilaksanakan, termasuk saat pelaksanaan makan bersama.

Tak hanya sampai disana, kegiatan berkaul ini jugasekaligus sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai aturan nagari tentangaturan pataunan (musim tanam) yang telah disepakati olehpetinggi-petinggi, yang intinya meminta seluruh anak nagari untuk dapatmelaksanakan musim tanam secara serentak, termasuk dalam membenahi saranapengairan yang ada, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk mengairi sawah selamamusim tanam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, berkaul adatyang dilaksanakan setiap tahun itu tidak hanya sebagai wujud rasa syukurterhadap Allah SWT yang lebih memberikan rahmat dan karunianya terhadap umatmanusia, tapi juga sebagai media tempat menyampaikan informasi, bermufakatsekaligus untuk berbagai suka atas nikmat yang diperoleh selama ini.

Disini seluruh anak nagari, baik tua maupun muda tumpahruah memenuhi arena perkaulan, mereka bergembira ria memeriahkan alek nagarisambil menikmati sajian secara bersama yang datangnya hanya satu kali dalamsetahun. Dan hendaknya ini dapat dimanfaatkan pemerintah dalam memacupertumbuhan ekonomi masyarakat melalui sektor pertanian, sekaligus mengangkatsektor pariwisata dengan menggali dan mengembangkan kearifan lokal yang selamaini telah terbangun ditengah-tengah masyarakat. Kalau Pariaman terkenal dengantabuiknya dan telah sukses menggaet wisatawan baik domestik maupun mancanegara,maka Sijunjung mungkin saja populer dengan bakaua adatnya. Akankah itu bisaterwujud ? (*)