Kupang, (ANTARA) - Ketika menggelindingnya wacana pendeklarasian Laut Sawu menjadi kawasan konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, khususnya paus dari kepunahan, maka para nelayan Lamalera di Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), justru merasa seperti tersambar petir di siang bolong.Wacana yang digelindingkan Direktur Konservasi dan Taman Nasional Laut Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Agus Dermawan itu, menyusul diterbitkannya UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.Laut Sawu dipilih menjadi kawasan konservasi nasional terhadap mamalia laut, karena wilayah laut yang letaknya antara Provinsi NTT dan Australia itu merupakan habitat terbesar ikan paus dan merukapan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk jenis langka, yakni ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (physeter macrocephalus).Masyarakat Lamalera di wilayah Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata di Pulau Lembata itu, sangat terkenal dalam tradisi memburu ikan paus sejak ratusan tahun lampau, dan telah menjadikan kegiatan berburu itu sebagai salah satu sumber kehidupan bagi mereka yang bermukim di wilayah tandus itu.Maka tidak mengherankan jika wacana konservasi Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut itu, membuat masyarakat setempat seperti dilanda mimpi buruk seolah mendengar sebuah kabar duka cita.Namun, kondisi tersebut mulai mencair ketika ahli mamalia laut, Dr Benjamin Kahn dari APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific memberikan pemahaman yang sesungguhnya dari niat baik pemerintah Indonesia melindungi mamalia laut tersebut.Kahn yang juga Direktur APEX Environmental Program Cetacean Laut Asia-Pasific itu sudah lama melakukan penelitian tentang migrasi mamalia laut, khususnya paus biru di Laut Sawu sejak 2001, dan melakukan studi khusus tentang pola perburuan ikan paus secara tradisional yang dilakukan nelayan Lamalera."Sudah ada hukum adat dalam tradisi masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap paus jantan besar dan paus yang sedang hamil. Hukum adat Lamalera ini sama dengan konsep pemerintah untuk melakukan konservasi terhadap mamalia laut di Laut Sawu nanti," katanya dalam suatu diskusi terbatas di Kupang, Senin (23/3).Berdasarkan hasil penelitiannya, maka paus jenis langka seperti "balaenoptera musculus" dan "physeter macrocephalus" jarang melintas di wilayah perairan sekitar Lamalera, sehingga bukan menjadi obyek buruan nelayan tradisional setempat seperti yang dikhawatirkan selama ini.Menurut dia, ada sekitar 32 jenis mamalia laut, paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi di wilayah perairan NTT sampai utara Australia.Dari jumlah tersebut, tercatat sekitar 14 jenis ikan paus dan lumba-lumba yang melakukan migrasi lewat Laut Sawu.Laut Sawu, menjadi wilayah migrasi mamalia laut langka, karena merupakan pusat tujuan arus dari berbagai benua yang nota bene sangat dikagumi dan disenangi mamalia laut.Oleh karena itu, kata Kahn, langkah yang diambil pemerintah Indonesia untuk menjadikan Laut Sawu sebagai konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut merupakan pilihan terbaik, karena banyak limbah industri seperti sampah plastik, serta penyebaran jaring raksasa di Laut Sawu untuk menangkap mamalia laut tersebut.Deklarasi Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional itu, menurut rencana akan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan "World Ocean Conference and Coral Triangle Initiative Summit" di Manado, Sulawesi Utara, Mei mendatang.Dalam forum diskusi terbatas dengan ahli mamalia laut itu, seorang warga Lamalera di Kupang, JB Kedang mengungkapkan, berkembangnya berita tentang Konservasi Nasional Laut Sawu untuk melindungi mamalia laut seperti paus yang menjadi sumber perburuan nelayan Lamalera selama ini, membuat nelayan Lamalera seperti mendengar "kabar duka"."Masyarakat Lamalera tidak pernah diberi pemahaman yang jelas soal makna konservasi tersebut, sehingga mereka merasa akan kehilangan mata pencaharian jika konservasi itu sebagai salah satu cara untuk melarang aksi perburuan yang sudah berlangsung ratusan tahun ini," katanya.Di Australia, kata Kahn mencontohkan, pemerintahan negeri Kanguru itu juga melakukan konservasi untuk melindungi mamalia laut, tetapi tidak melarang nelayan tradisional Aborigin untuk menangkap ikan paus."Ada jenis mamalia laut yang bisa ditangkap oleh nelayan Aborogin berdasarkan regulasi yang diatur pemerintah Australia. Hal yang sama juga diterapkan pemerintah Kanada kepada suku Eskimo yang suka berburu paus di wilayah kutub utara. Mamalia laut yang dilindungi tidak sembarang ditangkap oleh nelayan Aborigin dan suku Eskimo," katanya.Gubernur NTT, Frans Lebu Raya pada prinsipnya mendukung sepenuhnya rencana pendeklarasian Laut Sawu menjadi kawasan konservasi nasional untuk perlindungan mamalia laut, khususnya ikan paus."Saya setuju dan mendukung langkah tersebut, namun saya berharap agar konservasi laut untuk melindungi ikan paus itu jangan sampai mengorbankan masyarakat nelayan Lamalera di Pulau Lembata yang sudah ratusan tahun berburu ikan paus dengan cara tradisional," katanya."Tujuan konservasi Laut Sawu itu sangat bagus karena melindungi mamalia laut, terutama ikan paus dari kepunahan. Tetapi, saya harapkan jangan sampai melarang aktivitas nelayan Lamalera berburu ikan paus. Jika ini yang terjadi maka akan kita bicarakan di Manado nanti," tegasnya.Tidak punahMenurut dia, tradisi berburu ikan paus yang dilakukan nelayan asal Desa Lamalera di Pulau Lembata, sama sekali tidak akan membuat mamalia laut itu jadi punah, karena cara yang dilakukan amat sangat tradisional."Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang tidak dengan mudah dilarang hanya karena sebuah konservasi perlindungan terhadap mamalia laut. Konservasi boleh, tetapi jangan sampai melarang aktivitas nelayan Lamalera berburu ikan paus," katanya menegaskan.Benjamin Kahn dalam risetnya memaparkan, selama kurum waktu 48 tahun terakhir sejak 1959 hingga 2007, nelayan Lamalera sudah menangkap sekitar 838 ikan paus dengan cara tradisional.Dari jumlah tersebut, rata-rata tiap tahun nelayan Lamalera menangkap 20 ekor paus pada saat musim berburu antara bulan April sampai Oktober.Kahn yang sudah lama melakukan penelitian terhadap migrasi paus di Laut Sawu serta tradisi nelayan Lamalera dalam memburu ikan paus sejak 2001 itu mengatakan, tradisi nelayan Lamalera dalam memburu ikan paus itu, memiliki dampak yang sangat kecil terhadap kepunahan mamalia laut."Jika perburuan yang dilakukan oleh nelayan Lamalera tersebut menjadi sebuah ancaman terhadap mamalia laut maka ikan paus tidak akan bermuncunlan lagi di wilayah perairan sekitar Lamalera yang tak jauh dari Laut Sawu yang bakal dijadikan sebagai konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut tersebut," katanya.Berdasarkan hasil penelitiannya, ikan paus yang ditangkap nelayan Lamalera tersebut tidak masuk dalam kategori mamalia laut yang dilindungi karena ada aturan adat dalam masyarakat Lamalera untuk tidak menangkap ikan paus jenis tertentu, seperti paus jantan besar dan betina sedang hamil.Secara tidak langsung, kata dia, nelayan Lamalera sebenarnya sudah melakukan konservasi terhadap mamalia laut tersebut tetapi dalam bentuk yang berbeda.Tidak sembaranganIa menjelaskan, pada saat musim berburu tiba antara bulan April sampai Oktober, masyarakat Lamalera mengawali kegiatan berburu paus dengan upacara adat dan berdoa di gereja, bukan dilakukan sembarangan, karena sudah ada aturan adat yang mengikatnya.Perburuan ikan paus yang dilakukan secara tradisional oleh nelayan Lamalera ini tidak memiliki dampak yang buruk terhadap kepunahan ikan paus, karena dari rata-rata 20 ekor ikan paus yang ditangkap dalam kurun waktu 48 tahun terakhir, tidak masuk dalam kategori ikan paus yang dilindungi.Perburuan besar-besaran terhadap mamalia laut itu dilakukan antara tahun 1960-1970 oleh nelayan dari Jepang dengan peralatan tangkap yang modern, sehingga dikhawatirkan akan memberi dampak buruk terhadap kehidupan mamalia laut tersebut."Perburuan dengan peralatan modern ini yang perlu dicegah karena dampaknya sangat buruk terhadap eksistensi mamalia laut yang dilindungi," katanya.Menurut dia, dampak yang paling besar menimbulkan amblasnya habitat mamalia laut adalah limbah plastik yang terbawa ke laut, limbah industri yang ada di wilayah pesisir serta pengeboran minyak lepas pantai seperti yang terjadi di Laut Timor saat ini."Pengeboran minyak lepas pantai ini tidak memperdulikan soal analisis dampak lingkungan (amdal) terhadap migrasi mamalia laut di wilayah perairan sekitarnya. Ini yang sangat berbahaya, karena mamalia laut itu sangat rentan terhadap limbah industri dan desingan mesin," katanya.Laut Sawu dengan luas sekitar 4,5 juta hektar itu dinilai sangat cocok dan menjadi satu-satunya kawasan konservasi nasional khusus untuk melindungi ikan paus.Camat Wulandoni, Markus Lani juga mengakui sejak adanya berita soal konservasi Laut Sawu itu, masyarakatnya di Desa Lamalera sangat resah, karena khawatir tradisi berburu paus yang sudah dilakukan secara turun-temurun dilarang pemerintah lewat konservasi perlindungan mamalia laut tersebut."Jika deklarasi Laut Sawu menjadi konservasi nasional untuk melindungi mamalia laut, kami harapkan perlu adanya regulasi yang jelas seperti yang dilakukan Australia terhadap suku Aborigin dan Kanada terhadap suku Eskimo di wilayah kutub," katanya.Mencermati kondisi tersebut, rencana pemerintah mendeklarasikan Laut Sawu sebagai kawasan konservasi nasional dalam melindungi mamalia laut khususnya ikan paus, tidak akan mengusik tradisi nelayan Lamalera dalam memburu ikan paus.Konservasi itu hanya untuk melindungi mamalia laut langka seperti ikan paus biru (balaenoptera musculus) dan ikan paus sperma (physeter macrocephalus), dan hal ini sebenarnya sudah dilakukan nelayan Lamalera dengan tidak memburu semua jenis ikan paus yang ada."Kegundahan yang melanda masyarakat Lamalera sebagai akibat dari minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah terkait dengan rencana konservasi tersebut. Setelah mendengar penjelasan Benjamin Kahn, saya merasa tidak ada masalah dengan rencana pemerintah untuk melakukan konservasi mamalia laut di Laut Sawu," kata Kedang.(*)
Berita Terkait
Menteri KKP bakal cabut pagar laut bila tak kantongi izin KKPRL
Jumat, 10 Januari 2025 10:19 Wib
Sabtu, mayoritas kota besar Indonesia diguyur hujan ringan-petir
Sabtu, 4 Januari 2025 7:31 Wib
Korban selamat AZAL sebut ada ledakan saat coba mendarat di Chechnya
Jumat, 27 Desember 2024 5:36 Wib
Tim SAR lakukan operasi pencarian nelayan di laut Pesisir Selatan
Senin, 9 Desember 2024 20:18 Wib
Tim SAR evakuasi jasad nelayan yang tewas tersambar petir di laut
Minggu, 17 November 2024 5:09 Wib
Fase Laut Latma Orruda 2024
Jumat, 8 November 2024 11:28 Wib
Pembelajaran budidaya ikan laut di Batam
Selasa, 22 Oktober 2024 16:04 Wib
KKP identifikasi 12 jenis mamalia laut di Kawasan Konservasi Pieh
Senin, 21 Oktober 2024 20:12 Wib