Merangkai Konsolidasi Demokrasi

id Merangkai Konsolidasi Demokrasi

Francis Fukuyama pernah meyakini dengan begitu fanatik bahwa Amerika Serikat adalah negara paling demokratis didunia. Francis menuliskan bahwa semua praktek-praktek pemerintahan dan kehidupan rakyat di Amerika Serikat paling ideal dibandingkan negara-negara lain. Tapi, Francis Fukuyama menjadi ‘terpukul’ atas tesis-nya sendiri ketika terjadi peledakan terhadap WTC dan Gedung Pentagon 11 September 2001 yang silam. Pasca kejadian yang menghebohkan dunia itu Amerika Serikat diragukan ke-demokrasiannya. Apalagi kebijakan Presiden G.W Bush memerangi negara Afganistan yang dianggap menyembunyikan pelaku peledakan 2 gedung raksasa tersebut, Osama bin Laden. Osama bin Laden sampai hari ini masih menjadi misteri. Tapi rakyat Afganistan tidak pernah lepas dari penderitaan yang berkepanjangan. Amerika Serikat melihatkan semakin tidak demokratis dengan mengirimkan pasukan ke Irak untuk menghancurkan pemerintahan Saddam Husen. Saddam Husen di tangkap dan dihukum mati. Rakyat Irak diadu domba oleh tentara Amerika serikat. Tiga tahun belakangan Bush terus menambah jumlah pasukannya ke Irak. Bahkan APBN negara adikuasa itu terkuras juga untuk membiayai pasukannya yang sedang menjajah dibelahan dunia, terutama di Timur Tengah.Tidak hanya itu, di dalam negeri Amerika sendiri kata demokrasi tak lain sebagai hiasan saja. Tidak ada kebebasan pada rakyatnya secara utuh, terutama terhadap memilih agama. Orang Amerika yang masuk Islam atau orang asing beragama Islam dan menetap disana diperlakukan secara diskriminatif. Semua orang Islam dituduh teroris. Pria berjenggot dan memakai jubah ditangkap. Wanita berjilbab dipermalukan di tempat-tempat umum. Keangkuhan Amerika Serikat mendapat perlawanan dari negara-negara seperti Iran, Bolivia, Kuba termasuk juga China. Bahkan Ahmadinejad dalam beberapa surat dengan tulisan tangannya mengatakan tidak takut dengan G.W Bush. Iran juga siap berperang dengan negara Paman Sam itu, bahkan Ahmadinejad terus mengkampanyekan anti Amerika Serikat. Kini Amerika Serikat diagungkan kembali sebagai negara yang demokratis sejak pemilihan presiden-nya tanggal 4 November yang lalu. Pertama dalam sejarah Amerika Serikat warga kulit hitam menjadi presiden. Terpilihnya Barrack Husein Obama sebagai presiden ke-44 dari Partai Demokrat. Obama tinggal dilantik Januari tahun depan, dengan harapan perubahan di negara yang sedang dilanda krisis itu. Mampukah Obama merangkai kembali konsolidasi demokrasi di Amerika Serikat? Konsolidasi DemokrasiDemokrasi menurut Larrry Diamond dalam bukunya Developing Democracy Toward Consolidation (1992) harus dipandang sebagai fenomena yang berkelanjutan sehingga masa depan demokrasi adalah tiada henti. Diamond berasumsi bahwa demokrasi diyakini sebagai pilihan terbaik dan tak ada pilihan sistem pemerintahan lain yang lebih baik.Konsolidasi demokrasi diartikan sebagai “stability and persistence of democracy”. Konsolidasi diharapkan bisa merawat stabilitas dan persistensi demokrasi. Konsolidasi demokrasi menekankan pada proses pencapaian legitimasi yang kuat dan dalam, sehingga semua aktor politik yang signifikan, baik pada level massa maupun elite, percaya bahwa pemerintahan demokratis adalah yang paling tepat bagi masyarakat mereka.Konsolidasi demokrasi mencakup pencapaian tiga agenda besar, yakni pertama, kinerja atau performance ekonomi dan politik dari rezim demokratis. Kedua, institusionalisasi politik yaitu penguatan birokrasi, partai politik, parlemen, pemilu, akuntabilitas horizontal, dan penegakan hukum. Dan ketiga, restrukturisasi hubungan sipil-militer yang menjamin adanya kontrol otoritas sipil atas militer di satu pihak dan terbentuknya civil society yang otonom di lain pihak.Konsolidasi demokrasi sangat memerlukan keyakinan pada legitimasi sistem demokrasi dan komitmen untuk melakukannya. Dengan kata lain, konsolidasi demokrasi memerlukan lebih dari sekadar komitmen pada demokrasi secara abstrak yang sering menjadi sekadar lip service—bahwa demokrasi pada prinsipnya merupakan sistem pemerintahan terbaik—tetapi sekaligus juga komitmen normatif itu dibatinkan dan dicerminkan (habituation) dalam perilaku politik, baik di lingkungan elite, organisasi, maupun masyarakat secara keseluruhan. Pada tahapan ini Barrack Obama punya tanggungjawab paling besar untuk membuktikan bahwa demokrasi Amerika Serikat bukan sekedar lip service. Adanya diskriminasi yang terjadi selama ini dinegaranya terhadap berbagai etnis kulit hitam mampukah dihilangkan? Keberagamaan agama bisakah diakui? Tiga tugas konsolidasi demokrasi yang harus diingat Barrack Obama adalah pertama, penguatan demokrasi yaitu penghormatan terhadap hak asasi manusia, taat pada hukum, akuntabilitas eksekutif terhadap publik, otonomi masyarakat sipil, dan penguatan partisipasi masyarakat. Kedua, pelembagaan politik; pergeseran ke arah pola-pola perilaku yang berulang dan bisa diprediksi. Ketiga, kinerja rezim; pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan efektifitas memerintah.Persoalan Hak Azazi Manusia (HAM), Amerika Serikat adalah pelanggar nomor wahid didunia. Konflik Israel-Palestina disponsori Amerika Serikat sendiri. Amerika Serikat menabuh gendrang perang terhadap Islam. Selesaikan masalah ini kalau ingin lebih demokratis!Indonesia Kian Terpuruk!Perubahan demokrasi juga bergerak menuju arah yang berbeda, bisa menjadi semakin demokratik dan bisa juga semakin tidak demokratik. Oleh karena itulah demokrasi harus selalu diperkuat baik dengan penguatan institusi maupun penguatan civil society. Di Indonesia, setelah diasumsikan berhasil meraih demokrasi pasca runtuhnya pemerintahan orde baru, ternyata tidak diikuti oleh penguatan konsolidasi demokrasi. Akibatnya, bangsa ini kehilangan arah dan orientasi dalam menentukan masa depannya. Persoalan legitimasi yang menjadi salah satu indikator dari keberhasilan konsolidasi demokrasi, juga belum mengakar secara kuat. Hal ini dibuktikan oleh beberapa kali pergantian rezim pasca tumbangnya orde baru. Dan tidak menutup kemungkinan pemerintahan ke depan akan mengalami nasib yang sama, jikalau tidak mempercepat langkah-langkah menuju penguatan demokrasi.Karena tidak berjalannya konsolidasi demokrasi yang mengakar dapat mengakibatkan krisis legitimasi yang kemudian melahirkan ‘power-state deflation’ atau penurunan kekuatan negara. Ada hipotesa; jika legitimasi demokrasi dan komitmen prosedural menjadi pondasi utama solidasi rezim, maka kinerja rezim merupakan sebuah variabel penting yang memengaruhi pengembangan dan internalisasi keyakinan tentang legitimasi demokrasi. Pemilu 2009 mendatang menjadi pertaruhan demokrasi Indonesia. Mampukah negara ini keluar dari demokrasi prosedural ke demokrasi substansi. Kita tidak inginkan Pemilu mendatang hanya sebagai agenda rutin lima tahunan, tapi mampu membawa rakyat ini kepada arah yang jauh lebih baik. Pertanyaan yang harus dijawab oleh partai politik yang bertarung!! Wallahu’alam.