Dirut PT Pos Belum Dicekal

id Dirut PT Pos Belum Dicekal

Jakarta, (Antara) - Kejaksaan Agung sampai sekarang belum mengajukan ke Imigrasi untuk mencegah bepergian ke luar negeri Dirut PT Pos Indonesia yang menjadi tersangka kasus pengadaan alat infokom, padahal penetapannya sudah sejak dua pekan lalu. "Pengajuan pencegahan Dirut PT Pos Indonesia masih dalam proses," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana di Jakarta, Selasa. Saat ditanya proses itu terkait di pihak Imigrasi atau internal Kejagung, kapuspenkum menyatakan masih dalam proses internal kejaksaan. "Masih internal (kejaksaan)," katanya. Dari informasi yang beredar di kejaksaan, biasanya pengajuan cegah seorang tersangka itu, diajukan dari Bidang Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) kepada Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) selanjutnya ke imigrasi. Biasanya pengajuan cegah itu, terkendala di JAM Pidsus yang memakan waktu lama, hingga dikhawatirkan pelaku tindak pidana korupsi bisa melarikan diri atau bebas "hilir mudik" luar negeri tanah air. Sementara itu, Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel), Arminsyah, ketika dihubungi Antara, telepon selulernya tidak diangkat-angkat termasuk melalui pesan singkat tidak ada balasannya, saat hendak ditanyakan soal pencegahan petinggi nomor satu di perusahaan pos tersebut. Direktur Utama (Dirut) PT Pos Indonesia, Budi Setiawan, ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat layanan informasi dan komunikasi PT Pos Indonesia tahun anggaran 2013. "Benar BS ditetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di Jakarta, Senin. Penetapan tersangka, setelah penyidik menemukan alat bukti permulaan keterlibatannya Dirut Pt Pos Indonesia dalam kasus itu. Penetapan Budi Setiawan sebagai tersangka sesuai Sprindik: 100/F.2/Fd.1/10/2014 tanggal 21 Oktober 2014 "Jadi saat ini ada tiga tersangka, kasus korupsi itu," katanya. Dua tersangka lainnya, yakni M, pejabat di PT Pos Indonesia dan E selaku Direktur perusahaan rekanan pengadaan alat tersebut. Kejagung pada awal September 2014 telah menyita sejumlah alat Portable Data Terminal (PDT) atau alat layanan informasi dan komunikasi dari PT Kantor Pos Besar Area IV Jakarta. "Alat yang disita mencapai 1.650 unit. Termasuk penggeledahan di kantor pos pusat di Bandung," ujarnya. Dikatakannya, alat tersebut merupakan alat yang digunakan petugas di lapangan untuk memudahkan kontrol pengantaran barang. Pada kenyataannya, kata dia, alat tersebut tidak berfungsi alias tidak bisa dipakai hingga negara mengalami kerugian mencapai Rp10,5 miliar. (*/jno)