Painan (ANTARA) - Hujan yang tak kunjung reda selama berhari-hari menyebabkan sungai meluap dan merendam banyak wilayah di Sumatera Barat. Ribuan warga terjebak dan menghadapi situasi paling sulit dalam beberapa tahun terakhir. Banjir dan longsor membuat akses di sejumlah daerah terputus.
Di tengah kondisi tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni terus turun langsung memastikan bantuan dari pemerintah pusat tersalurkan kepada masyarakat. Selama beberapa hari terakhir, ia menyusuri jalan-jalan yang tertutup lumpur dan material longsor. Di sejumlah titik, ia harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki demi mencapai warga yang terisolasi.
“Sulit sekali menjangkau banyak wilayah. Tapi bagaimana pun, kita harus datang,” ujarnya.
Lisda menegaskan bahwa bantuan tidak boleh menumpuk di gudang. Baginya, sekantong beras atau selimut sekalipun dapat menjadi penyelamat bagi warga yang masih terisolasi. Karena itu, ia meminta setiap bantuan yang sudah tiba agar segera disalurkan.
Sebagai mitra BNPB dan Kementerian Sosial, Lisda sejak hari pertama bencana terus membangun koordinasi, melaporkan kondisi lapangan, serta mendesak percepatan distribusi dan penambahan dukungan untuk daerah dengan akses paling kritis. Beberapa paket bantuan BNPB telah disalurkan di Padang dan Pesisir Selatan meski perjalanan penuh risiko.
Ketika akses lapangan semakin sulit ditembus, Lisda meminta DPD Partai NasDem di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat menyalurkan bantuan pribadinya agar warga tidak perlu menunggu. “Kalau saya belum bisa masuk, tim harus bisa,” tegasnya.
Bantuan tersebut disambut warga dengan kelegaan. Relawan melaporkan banyak anak kembali tersenyum saat menerima makanan siap saji dan susu, sementara para orang tua menggenggam bantuan sebagai kepastian di tengah ketidakpastian.
Menurut Lisda, kehadiran negara harus benar-benar dirasakan masyarakat.
“Ini lebih dari sekadar tugas. Ini tentang memastikan masyarakat kita tidak merasa sendirian,” katanya.
Di tengah cuaca ekstrem dan infrastruktur yang rusak, komitmen Lisda mengawal aliran bantuan menjadi harapan bagi warga yang masih terisolasi. Ia menegaskan bahwa bantuan hanya akan bermakna jika sampai di tangan mereka yang membutuhkan. Upaya ini menjadi jembatan kepedulian di saat banyak akses fisik terputus.
Lisda memastikan satu hal tetap tersambung: alur bantuan dari pusat hingga kepada masyarakat yang paling membutuhkan.
Hujan yang tak kunjung reda selama berhari-hari menyebabkan sungai meluap dan merendam banyak wilayah di Sumatera Barat. Ribuan warga terjebak dan menghadapi situasi paling sulit dalam beberapa tahun terakhir. Banjir dan longsor membuat akses di sejumlah daerah terputus.
Di tengah kondisi tersebut, Anggota Komisi VIII DPR RI Lisda Hendrajoni terus turun langsung memastikan bantuan dari pemerintah pusat tersalurkan kepada masyarakat. Selama beberapa hari terakhir, ia menyusuri jalan-jalan yang tertutup lumpur dan material longsor. Di sejumlah titik, ia harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki demi mencapai warga yang terisolasi.
“Sulit sekali menjangkau banyak wilayah. Tapi bagaimana pun, kita harus datang,” ujarnya.
Lisda menegaskan bahwa bantuan tidak boleh menumpuk di gudang. Baginya, sekantong beras atau selimut sekalipun dapat menjadi penyelamat bagi warga yang masih terisolasi. Karena itu, ia meminta setiap bantuan yang sudah tiba agar segera disalurkan.
Sebagai mitra BNPB dan Kementerian Sosial, Lisda sejak hari pertama bencana terus membangun koordinasi, melaporkan kondisi lapangan, serta mendesak percepatan distribusi dan penambahan dukungan untuk daerah dengan akses paling kritis. Beberapa paket bantuan BNPB telah disalurkan di Padang dan Pesisir Selatan meski perjalanan penuh risiko.
Ketika akses lapangan semakin sulit ditembus, Lisda meminta DPD Partai NasDem di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat menyalurkan bantuan pribadinya agar warga tidak perlu menunggu. “Kalau saya belum bisa masuk, tim harus bisa,” tegasnya.
Bantuan tersebut disambut warga dengan kelegaan. Relawan melaporkan banyak anak kembali tersenyum saat menerima makanan siap saji dan susu, sementara para orang tua menggenggam bantuan sebagai kepastian di tengah ketidakpastian.
Menurut Lisda, kehadiran negara harus benar-benar dirasakan masyarakat.
“Ini lebih dari sekadar tugas. Ini tentang memastikan masyarakat kita tidak merasa sendirian,” katanya.
Di tengah cuaca ekstrem dan infrastruktur yang rusak, komitmen Lisda mengawal aliran bantuan menjadi harapan bagi warga yang masih terisolasi. Ia menegaskan bahwa bantuan hanya akan bermakna jika sampai di tangan mereka yang membutuhkan. Upaya ini menjadi jembatan kepedulian di saat banyak akses fisik terputus.
Lisda memastikan satu hal tetap tersambung: alur bantuan dari pusat hingga kepada masyarakat yang paling membutuhkan.