Painan (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan mendorong perbaikan struktur dan administrasi 93 badan usaha milik nagari (Bumnag) yang mati suri di daerah itu.
Kepala Bidang Sumber Daya Alam, Usaha Ekonomi Masyarakat, Pembangunan Kawasan Pedesaan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Pesisir Selatan, Dalmasar di Painan, Kamis mengatakan pihaknya mengambil sejumlah langkah untuk memperbaiki Bumnag yang mati suri tersebut.
"Semua nagari di Pesisir Selatan sudah memiliki Bumnag, yaitu 182 Bumnag. Namun, dari jumlah itu, hanya 89 Bumnag yang aktif, sedangkan 93 mati suri," ucapnya.
Untuk menghidupkan yang mati suri, pihaknya mendorong Bumnag tersebut untuk membentuk pengurus baru, melengkapi administrasi, misalnya badan hukum Kemenkum HAM, surat izin berusaha dan terdaftar di katalog elektronik.
"Kunci aktifnya Bumnag, pengurusnya harus orang yang punya jiwa kewirausahaan agar bisa mengembangkan potensi usaha yang ada di nagari," ujarnya.
Ia mengatakan pada 2025 pihaknya akan melanjutkan revitalisasi pengurus Bumnag bersama dengan tenaga pendamping profesional Kementerian Desa PDT untuk Pesisir Selatan guna mendampingi yang tidak aktif.
Tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa Pesisir Selatan, Eko Yb, mengatakan ketika ia mulai bertugas di kabupaten tersebut sebelas bulan yang lalu, Bumnag yang aktif hanya sebelas init.
Lalu, ia memberikan edukasi pemerintah kecamatan dan pemerintah nagari dengan menyampaikan bahwa Bumnag merupakan prioritas kegiatan dana desa untuk menumbuhkan ekonomi masyarakat. Targetnya ialah mendatangkan pendapatan asli nagari.
"Edukasi tujuannya untuk revitalisasi atau menghidupkan kembali Bumnag. Artinya, perlu dibentuk pengurus baru karena Bumnag yang mati suri itu yang tidak aktif adalah pengurusnya," tuturnya.
Setelah pihaknya melakukan pendampingan selama sebelas bulan, kata Eko, dari 11 Bumnag yang aktif pada 2023, kini sudah 89 yang aktif. Ia menargetkan untuk mengaktifkan 93 unit yang tidak aktif pada 2025.
Eko mengatakan bahwa Bumnag di Pesisir Selatan yang aktif bergerak di berbagai bidang usaha, seperti penyediaan air bersih, di bidang pertanian (agen penjual hasil padi warga di nagari), warung kelontong (kebutuhan sehari-hari), fotokopi, dan usaha simpan pinjam.
Selama mendampingi pemerintah nagari untuk mengaktifkan dan merevitalisasi Bumnag, Eko menemukan sejumlah kendala, misalnya kurangnya inovasi dan kreativitas pengurus dalam menjalankan dan mengembangkan potensi usaha di nagari.
Ia menyebut bahwa hal itu yang menjadi penyebab banyaknya Bumnag di Pesisir Selatan yang mati suri.
Hal itu, kata Eko, menjadi salah satu alasan pemerintah nagari belum fokus memberikan modal kepada Bumnag walaupun sudah ada dan pengurusnya telah terbentuk.
"Modal Bumnag bisa diambil dari dana desa sesuai dengan kesepakatan pemerintahan nagari. Modalnya bisa juga dicari dari investor atau pihak swasta," ujarnya.
Menurut Eko, kendala terbesar merevitalisasi Bumnag ialah mencari orang yang mau menjadi pengurus. Ia mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak mau menjadi pengurus karena tidak ada gajinya.
"Gaji pengurus diambil dari sisa hasil usaha. Sisa hasil usaha diperoleh jika Bumnag sudah beroperasi dan memiliki keuntungan. Susah mencari orang yang mau bekerja tanpa digaji sebagai pengurus pada awal beroperasi. Makanya, pengurus sebaiknya orang yang punya jiwa kewirausahaan karena sudah memahami bahwa jatuh bangun dalam dunia usaha merupakan hal biasa," ucapnya.
Eko berharap Bumnag memanfaatkan peluang besar dalam program makan siang bergizi untuk menyediakan bahan baku untuk makanan program tersebut. Ia menyebut bahwa Bumnag yang ingin berperan dalam program tersebut bisa mengembangkan usaha bidang perikanan, pertanian, dan peternakan.
"Jika Bumnag aktif, uang akan berputar di nagari tersebut sehingga ekonomi nagari hidup," katanya.